Hari ini adalah hari sabtu. Hari yang ditunggu-tunggu oleh Eca. Bagaimana tidak? Martha dan Cantika sering liburan dengan menginap di salah satu villa. Biasanya mereka akan pergi selama 3 hari dengan Cantika yang sudah membawa baju seragam untuk hari senin. Otomatis, Eca tinggal sendirian di rumah. Dan dia juga bebas melakukan apa saja. Lagipula, setiap hari sabtu kegiatan sekolah hanya itu-itu saja. Jika tidak olahraga sendiri, makan di kantin sepuasan, atau membaca di perpustakaan yang ber- AC. Pulangnya pun jam 11 siang. Para guru membebaskan murid-murid pada hari sabtu melakukan kegiatan sesuka hati asal jangan keluar dari area sekolah.
Karena tidak ada kegiatan khusus yang ingin dilakukan, Eca memilih untuk berjalan-jalan sepanjang koridor. Niatnya ingin ke kelas Evan, tapi ia mengurungkan niat karena kelasnya dipenuhi laki-laki yang membuat kebisingan. Tak terasa langkah kaki gadis itu telah sampai di area kolam renang. Sekolahnya memang punya fasilitas lengkap, seperti lapangan basket outdoor, lapangan voli indoor, dan kolam renang yang juga sama-sama indoor. Dan dari seluruh fasilitas itu, kolam renang adalah area yang paling jarang dikunjungi oleh para murid. Entah apa alasannya, yang jelas, Eca jadi lebih menikmati suasana sunyi disini.
Ia pun melepas kaos kaki dan sepatu serta menggulung celana olahraga hingga batas lutut, kemudian duduk di pinggir kolam dan menaruh kakinya di bawah air. Sensasi sejuk langsung menembus kulitnya. beberapa kali memainkan kakinya, menendang air.
Kira-kira, sedalam apa ya kolam renang ini? Kepala Eca otomatis menoleh ke kanan dan kiri.
1,50 M
Eca membulatkan bibirnya membaca tulisan itu. "Ini kalau tenggelam langsung mati tidak, ya?" kekeh Eca dengan suara pelan.
Gadis itu kemudian meraih ponsel di saku. Ia berniat untuk mengabadikan suasana kolam renang ini. Setelah puas, ia akhirnya menaikkan kaki, menurunkan kembali gulungan celana olahraganya, dan menenteng sepatu keluar dari area kolam renang. Ia sengaja tidak memakai sepatu kembali karena... suka saja.
"Ca!" Eca menoleh ketika mendengar panggilan itu. Siapa dia?
"Kenapa, Invia?" Gadis itu adalah teman satu kelas Eca, sekaligus menjabat sebagai ketua kelas. Ia berjalan mendekat ke arah Eca sambil membawa sebuah buku latihan. "Gue cariin lo dari tadi ternyata disini." ujar gadis itu yang membuat dahi Eca mengerut.
"Kenapa cari Eca?"
"Ini buku latihan sejarah lo. Udah dibagiin dari tadi, cuma nunggu lo nggak masuk ke kelas, gue cari lah." Invia menyerahkan buku latihan itu pada Eca. Hening selama beberapa saat. Invia memfokuskan tatapannya pada Eca. Ditelisiknya gadis itu dari atas ke bawah, berulang kali dengan senyum aneh. Eca yang menyadari itu langsung mengernyit bingung.
"Kenapa, Invia? Ada yang salah di badan Eca?" Invia menggelengkan kepalanya sambil tetap mempertahankan senyuman anehnya. Sedetik kemudian ia menatap Eca dengan tatapan serius. "Lo udah berhasil. Tinggal dikit lagi, jangan menyerah ya, Ca." Gadis berambut sebahu itu menepuk pelan bahu Eca dengan senyum manis, lalu pergi begitu saja. Meninggalkan Eca yang terdiam mencerna setiap kata yang diucapkan Invia tadi.
"Maksudnya apa, sih? Eca ngga ngerti. Udah berhasil, tinggal dikit lagi. Jangan menyerah? Itu Invia ngasih quotes buat Eca?"
Sedang asyik-asyiknya memikirkan apa yang diucapkan oleh Invia tadi, Eca tak sadar ada dua orang lelaki yang mendekat ke arahnya. Dan dengan lembut, salah satu lelaki itu menepuk pelan bahu Eca.
"Ca! Dari tadi gue manggil lo."
Eca terperangah. Ia mengerjabkan matanya, menatap dua sosok lelaki itu. Seketika senyumnya mengembang. Dua lelaki itu adalah Zefan, dan tentu saja Evan. "Halo, Zefan! Halo, Evan!" Bodoh amat deh dengan ucapan Invia. Sekarang ini yang didepannya jauh lebih penting.
KAMU SEDANG MEMBACA
My True Love
Teen FictionBanyak orang bilang, jika kamu mencintai seseorang, kamu harus mengejarnya. Jangan biarkan satu kemungkinan terburuk terjadi, dan kejar satu kemungkinan terindah. Antara dia yang akan luluh hatinya dan menerimamu, atau dia akan risih dan semakin men...