Dari jendela sisi kanan bus, dengan pasrah kupandang jalanan yang penuh dengan mobil yang bergerak pelan-pelan. Sudah setengah jam lebih semenjak menaiki bus ini setelah berkunjung ke rumah pamanku.
Aku tertahan di kursi pojok belakang dari bus kota yang terjebak macet. Bus ini agak sepi hingga hanya aku sendirian di bagian belakang dan beberapa orang yang duduk di bagian lebih depan.
Kedua pahaku sudah agak lama rasanya saling bergesekan karena dari tadi aku menahan kebelet pipis. Paling sesekali kulihat berbagai medsos di HP-ku sambil memantau jalanan yang entah kapan selesai macetnya.Di luar, mentari di sore hari masih menunjukkan teriknya, tetapi di dalam bus ini begitu dingin karena AC-nya menyala terus. Memang hebat pemerintah ibukota menyediakan bus seperti ini, apalagi bahan bakarnya dari listrik.
Namun, hawa dingin AC sekarang membuatku makin tidak tahan ingin pipis…
Andai saja aku menyempatkan diri untuk ke kamar mandi dulu di rumah Paman. Andai saja aku tidak terlalu banyak minum es buah buatan Bibi.Ah… Rasanya nasibku semakin buruk seiring waktu berjalan.
Soalnya, kini mendadak perutku terasa mulas. Bukan hanya mulas, tetapi kurasa ada yang sudah mendesak keluar dari dalam pantatku. Dengan masih menahan pipis, aku mulai merasa kebelet ingin pup.
Tangan kiriku yang memegangi perut nampak sama sekali tidak membantu. Karena sudah malas melihat jalan, kini aku sangat fokus menahan pipis sekaligus pup yang ingin keluar. Di depan, kutegangkan otot selangkanganku karena dorongan pipis semakin mendesak. Di belakang, kukuatkan lipatan otot pantatku agar pup-ku masih bisa kutahan.
Mungkin hanya beberapa menit berlalu, tapi kain katun dari celana dalam kuning yang kukenakan di balik rok pendek hitamku mulai terasa kurang nyaman karena agak berkeringat. Usahaku menahan buang hajat begitu menguras tenaga.Di tengah usaha bertahan, lagi-lagi aku berandai kalau jalanan saat ini tidak pernah macet. Pasti saat ini aku sudah sampai di rumah dan duduk nyaman di kloset kamar mandi.
“Syerr…”
Bayanganku akan kloset membuatku sedikit lengah sampai sedikit pipis kelepasan merembesi celana dalam katun kuning milikku. Setelah refleks mengapit kuat selangkangan dengan kedua pahaku, pipisku untungnya tertahan lagi. Karena di depan kursiku masih tertutup oleh kursi yang kosong, tidak ragu bagiku untuk membuka sedikit sisi depan rokku.
Di situ kutemukan ujung bawah celana dalam katun kuningku yang sudah basah. Kutemukan juga sedikit genangan pipis di bahan karet kursi yang terlihat dari sedikit celah di antara himpitan sisi atas kedua pahaku. Meski hanya sedikit, tetapi rasanya mengganggu bahwa diriku baru saja mengompol.
“Ttttuuuuuuuuuuuttttttt…!”
Bunyinya panjang dan agak nyaring sampai membuatku mulai malu. Aku baru saja tak sengaja kentut. Hatiku mungkin mengira kalau suara mesin bus ini menutupi suara kentutku tadi. Soalnya, beruntung semua penumpang yang ada bus ini masih terlihat tidak mempedulikan diriku.
“Prroottt...!”
Lagi-lagi, aku tak bisa mengendalikan diriku untuk kentut lagi. Kali ini memang suaranya lebih pelan, tapi bau busuk segera tercium olehku. Hatiku kini lebih khawatir kalau-kalau bau kentutku sampai tercium oleh penumpang yang duduk di depan.
Meski saat ini bus mulai berjalan lancar, tetapi hatiku mulai merasa cemas. Dari dalam pantatku kurasa ada banyak pup yang sudah mulai bergerak menuju lubang pantatku. Aku mulai berdiri lebih ke tengah, tetapi masih di bagian belakang bus.Telapak tangan kiriku kutekan pada sisi pantat celana dalam katun kuningku demi menahan pup yang sudah di ujung, sedangkan tangan kiriku terpaksa harus menggenggam pegangan bus di atas kepalaku agar tetap seimbang berdiri.
Sampai saat ini juga aku masih menahan kebelet pipis, makanya aku berdiri dengan menyilangkan betis. Namun, kebelet pup lebih mendesak dan lebih sulit untuk ditahan bagiku.
“Haah… Haa… Hahh…”
Terengah-engah diriku menahan pup sampai dahiku berkeringat dingin. Aku mulai berdiri dengan menunggingkan pantat sedikit ke belakang. Pantatku sudah gemetaran merasa tak sanggup menahannya lagi.Masalahnya, kini ada sedikit pup yang terasa tertahan di lipatan pantatku. Pup-ku sudah ada yang keluar, hanya saja belum mengenai sisi pantat celana dalam katun kuningku. Namun, lubang pantatku sudah memanas dan mulai terasa melemas.
“Haaahhh…”
Itulah engahan terakhir sebelum seketika kumpulan sesuatu yang padat tapi agak lembek mendesak keluar dari pantatku. Hanya sesaat pup-ku tak terkendali melewati lipatan pantatku yang tak mampu menampung banyaknya yang keluar. Tidak lama hingga telapak tangan kiriku berhenti menekan karena kini pasrah meraba sisi pantat celana dalam katun kuningku yang menggandul karena tumpukan pup.
“Eengghhh…”
Satu lagi dorongan pup yang pasrah kukeluarkan. Semuanya padat agak-agak lembek, tapi tidak berair sama sekali. Telapak tangan kiriku gemetaran meraba makin besarnya gandulan di sisi bawah dan pantat celana dalam katun kuningku sampai langsung kukeluarkan dari dalam rokku.
Begitu kurasa sudah habis, kuhela nafas berat cukup panjang. Rasanya memang lega, tetapi sangat malu sekali. Aku baru saja cepirit di dalam bus kota ini. Bau pup mulai mengganggu hidungku, membuat hatiku lebih cemas akan ada penumpang yang menyadari kalau ada seorang gadis yang baru saja pup di celana dalamnya.
Nasib memalukanku di dalam bus nampaknya belum berakhir. Hanya sesaat setelah lega melepas pup, kucuran hangat mulai tertahan-tahan merembesi sisi bawah celana dalam katun kuningku. Seperti biasanya kalau di toilet, melepas pup membuat pipis yang tertahan juga ikut keluar.
Paha kananku makin kunaikkan ke atas menyilang hingga menekan selangkanganku. Di antara berusaha berjuang dan pasrah, beberapa kali badanku kehilangan keseimbangan karena bus kota yang berhenti di setiap halte.Beberapa kali juga pipisku masih tertahan-tahan membasahi celana dalam katun kuningku. Lalu, mengalir melewati himpitan kedua pahaku hingga membasahi kedua betis dan telapak kakiku.
Beberapa penumpang bus ini mulai turun, melewati pintu depan sebagai satu-satunya jalan keluar. Aku sedikit bersyukur karena semuanya turun tanpa melihat ke belakang bus. Melihat seorang gadis SMP sepertiku yang mengompol dengan bau pup yang menumpuk di celana dalamnya. Tahu-tahu, diriku ini menjadi penumpang terakhir yang mengisi bus ini.
Merasa sudah banyak pipis yang keluar, aku mulai pasrah melepaskan semua pipisku. Aliran pipis lebih deras membasahi celana dalam katun kuningku, mengalir di kedua paha dan betisku yang gemetaran, lalu menggenangi lantai bus yang telah kupijak dengan kedua telapak kaki yang basah kuyup. Sisi depan rok hitamku juga ikut basah terkena ompolku.
Karena dari tadi masih berdiri dengan agak menunggingkan pantat, sisi belakang celana dalam katun kuningku terasa begitu basah. Sisi belakang kedua pahaku juga terasa hangat dialiri pipis.Namun, sensasi jijik yang paling membuat diriku bergidik adalah ketika pipisku membasahi pup lembek yang menumpuk di ujung bawah pantat celana dalam kuningku.
Menyadari telah mengompol dan cepirit di dalam bus, hatiku semakin hancur. Jantungku berdegup kacau karena telah mengotori bus ini dengan genangan pipisku. Meski mungkin wajahku begitu memerah, tapi aku tidak mau menangis.
Saat bus beranjak berhenti di halte tujuanku, dengan cepat kulangkahkan kakiku menuju bagian depan bus meski air pipis tercecer dari kedua pahaku. Tanpa menghiraukan sensasi tumpukan pup yang menggandul-gandul kanan-kiri di antara sisi atas kedua pahaku, dengan cekatan ku-tap kartu e-money pada mesin kecil di dekat sang supir untuk membayar ongkos. Begitu keluar dari pintu bus, aku pun berlari meski sempat dipanggil oleh supir dan pramugari bus yang baru sadar kalau gadis ini baru saja mengompol dan cepirit.
Secepat mungkin aku berlari melewati gang agar tidak dilihat banyak orang. Begitu tiba di rumah, segera kubuka pintu masuk dan berniat cepat-cepat ke kamar mandi.
Sayangnya, baru saja di ruang tamu, aku sudah disambut oleh Mama dan Papa yang heran melihat wajah putrinya merah menahan nangis dengan kedua kakinya yang penuh dengan bekas aliran pipis dan bau pup yang muncul dari dalam roknya."Ini, Mah... Pah... Tadi busnya kena macet..."
"Lah? Terus itu kamu...?" tanya Mama.
"Udah, ah...! Tasya mau ganti dulu... Namanya juga kalo kebelet susah ditahan" ketusku malu sambil sedikit sesenggukan.
Buru-buru aku ke kamar mandi dan mengacuhkan pertanyaan lain dari Mama dan Papa.
![](https://img.wattpad.com/cover/373189270-288-k144474.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Mengompol Sehari-hari
Teen FictionKumpulan cerita mengenai kejadian mengompol yang dialami seorang remaja.