💃O1💃

1.5K 51 22
                                    

Raya menyusuri jalanan Ibukota pada hari yang sudah ditentukan oleh Gisel. Dirinya sudah berpakaian semenarik mungkin tapi tetap kelihatan tidak norak.

Setelah berkutat di dunia semacam ini selama 2 tahun ia rasa mendekati sebuah pria yang lebih muda darinya tidak akan terlalu sulit. Apalagi uang sebesar 250 juga itu sudah masuk ke rekeningnya secara cuma-cuma tanpa DP terlebih dahulu. Wanita itu jadi semakin semangat untuk mendekati berondong ganteng itu.

Raya memasuki pelataran coffe shop yang terlihat cukup fancy. Matanya menyusuri sudut yang Gisel bilang sering ia duga adalah tempat duduk favorit anaknya.

Tanpa perlu waktu lama ia menemukan sesosok pria berpakaian santai mengenakan jeans pendek dipadu kaos putih polos. Dilengkapi outer jeans senada yang ia lampirkan dipunggung kursi.

Raya memesan segelas americano kemudian menghampiri Irsyad dengan sopan. Ia mengetuk meja pria itu bak mengetuk pintu.

"Misi, boleh gabung?" Tanya Raya pelan.

Irsyad yang sadar segera menoleh. Ia melihat ke sekitar mengecek keadaan caffe tersebut yang ternyata masih sepi.

"Kayaknya masih banyak yang kosong, Kak." Ujarnya usai meradar keadaan meja di sekitarnya.

Raya terkekeh pelan. Berusaha semaksimal mungkin untuk terlihat natural. "Iya tapi aku suka banget duduk di sini. Biar bisa sambil ngeliat live music nya."

Irsyad sadar kalau dirinya hanya kesini setiap akhir pekan. Mungkin wanita ini memang sering kesini di hari kerja.

"Ohh, boleh. Silahkan." Sahutnya dengan senyum sesingkat mungkin.

Akhirnya Raya duduk tepat di hadapan Irsyad. Ia menyesap beberapa kali americanonya sebelum membuka percakapan.

"Bagus ya di sini tempatnya. Aku suka kesini kalo lagi bete di rumah."

Irsyad hanya mengangguk menanggapi Raya yang menatapnya intens.

"Kamu juga suka kesini? Aku jarang liat kamu sih." Lanjutnya.

"Setiap weekend aja sih."

Raya manggut-manggut kikuk karena situasinya terlalu canggung. Ia tidak pernah menghadapi pria sedingin ini.

"Kamu suka musik?" Tanya Raya lagi.

Irsyad yang semula menatap live music sore itu menoleh perlahan ke arah Raya. Ia menarik nafasnya pelan lalu dihembuskan sama pelannya.

"Dibayar berapa sama mama?" Tanya Irsyad to the point.

Dor, rasanya jantung Raya seperti ditembak tepat sasaran. Apakah seburuk itu aktingnya sampai ketahuan?

"M-maksudnya?" Tanya Raya berusaha pura-pura tetap tidak tahu.

Kefrustasian tercetak jelas di wajah Irsyad saat itu. "Yang kemarin itu sampe 200 juta. Berarti kamu di 250 juta."

Sialan! Umpat Raya di hatinya. Ternyata ini bukan kali pertama. Kalau dugaannya benar, berarti dirinya yang ke 5.

"Kamu yang ke 5 setelah 6 bulan sebelumnya ada yang deketin aku."

Raya benar-benar bingung. Ia harus apa sekarang. "Kamu ngomong apa sih, Syad?"

Irsyad tertawa kecil. Sementara Raya begitu kebingungan. "Bahkan kita belum kenalan. Tapi kamu udah panggil namaku kak."

Raya mengutuk dirinya detik itu juga. Bodoh sekali dirinya bisa-bisanya keceplosan.

Irysad pun mengulurkan tangannya. "Irsyad Barasudiwa. Aku tahu kamu udah tahu. Formalitas aja sih ini."

Make Me HardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang