EPILOG

157 10 9
                                    

Anton hampir berlari ketika tiba di depan gerbang rumah Wonbin. Pikirannya dipenuhi kekhawatiran setelah menerima pesan Wonbin tentang ancaman yang dia terima di X.

Meski Wonbin telah mengatakan bahwa dia sudah menangani semuanya, Anton tidak bisa menghilangkan rasa cemas yang menghantuinya. Mungkinkah ada hal lain yang Wonbin sembunyikan? Atau mungkin ancaman itu lebih serius dari yang terlihat?

Ketika dia tiba di depan pagar, satpam yang biasanya tampak galak kini hanya memberikan anggukan persetujuan, membiarkan Anton masuk tanpa banyak bicara. Sudah terlalu sering Anton datang ke sini, terutama sejak hubungan mereka kembali membaik. Langkah kakinya terasa berat saat dia berjalan melintasi halaman menuju rumah. Setiap langkah membawa lebih banyak pertanyaan, lebih banyak keraguan.

Sesampainya di depan ruang tamu, Anton melihat Shotaro, sedang duduk santai di sofa. Mata Shotaro langsung menangkap kehadiran Anton, dan segera berdiri. Tanpa banyak basa-basi, Shotaro berkata,

"Ayo, Wonbin ada di belakang."

Anton mengikuti Shotaro melewati ruang tamu menuju pintu yang mengarah ke halaman belakang. Hawa sore yang sejuk seharusnya bisa membuatnya tenang, tapi kekhawatiran di hatinya justru makin membesar. Ketika mereka sampai di pintu kaca yang mengarah ke taman, Shotaro membuka pintunya dan mengisyaratkan Anton untuk masuk.

"Tu anaknya," kata Shotaro sebelum dia kembali ke dalam rumah, meninggalkan Anton dengan perasaannya yang campur aduk.

Anton melangkah ke halaman belakang dan langsung melihat Wonbin yang duduk di kursi taman, memandang langit yang mulai memerah. Wonbin tampak tenang, namun Anton lah yang merasakan kelelahan dan sedikit kegelisahan disini. Tanpa berpikir dua kali, Anton berjalan mendekat dan duduk di sebelahnya.

"Kak,"

Anton memulai dengan suara rendah, mencoba menahan kekhawatirannya.

"Kakak nggak apa-apa?"

Wonbin menoleh perlahan, menatap Anton dengan senyum tipis yang berusaha menenangkan.

"Kan, gue udah bilang aman di chat, dia gue buat skakmat." jelas Wonbin tertawa.

"Tapi..,"

Anton terdiam sejenak, memikirkan kata-kata yang tepat.

"Aku takut orang itu gangguin kakak pakai cara lain lagi.. Apa harus ku datangi aja tu orang buat ku tegur?"

Wonbin menghela napas panjang, lalu mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Anton.

"Santai aja dulu, kan, kita udah tau niat nya."

"Orang iseng kayak gitu bisa jadi masalah serius kalau dibiarin, kak," balas Anton, nada suaranya penuh ketegangan.

Wonbin tersenyum lagi, kali ini lebih hangat. Dia berdiri dari kursi dan menarik Anton untuk ikut berdiri. Mereka berjalan perlahan-lahan menyusuri taman kecil di halaman belakang, menikmati ketenangan yang ditawarkan sore itu. Wonbin menggenggam tangan Anton erat-erat, seolah mencoba menyalurkan ketenangan yang dia rasakan ke dalam diri Anton.

"Gue janji, deh. Kalau ada yang aneh-aneh lagi, gue bakal langsung ngasih tau lo," kata Wonbin, suaranya lebih lembut.

Anton menatap Wonbin, matanya penuh dengan perasaan yang bercampur aduk. Di satu sisi, dia merasa lega mendengar Wonbin mengatakan itu. Tapi di sisi lain, kekhawatiran itu masih ada, menggelayut di sudut hatinya.

"Janji, ya, kak?"

"Iya, janji."

Wonbin berhenti berjalan dan menatap Anton dengan serius. Dia mendekatkan wajahnya ke Anton, mengusap pipi kekasihnya dengan lembut.

WHISPER BETWEEN US || TONNEN✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang