"Duar...!!!"
"Uahh...!" teriak Aslan spontan sambil mengetuk kepala orang yang mengagetkannya.
"Aduh... kenapa kau memukulku?" ucap orang itu sambil memegangi kepalanya.
Orang itu adalah seorang gadis, tampak berumur sekitar 15 tahun. Wajahnya cantik, matanya besar, dan rambutnya hitam panjang.
"Grace? Kau kah itu?"
"Siapa kau! Aku tidak mengenal orang barbar sepertimu!" ucap gadis itu kesal.
"Salahmu sendiri karena mengejutkan orang, seperti anak kecil saja," ucap Aslan membela diri.
"Hmph... aku tidak mau bicara dengan orang kasar."
"Ya sudah," ucap Aslan pura-pura tidak peduli.
Sunyi sejenak.
"Cih... tidak seru. Baiklah, aku akan memaafkanmu kali ini. Apa yang sedang kau lakukan? Aku sudah memanggilmu beberapa kali tadi, tapi kau tidak mendengarnya."
"Aku bingung, bisakah kau membantuku?" tanya Aslan.
"Ngapain?"
"Aku tidak mengerti cara menggunakan energi Tors."
"Hm... Energi Tors dapat digunakan dengan dua cara, yaitu mengeluarkan dan menyerap ke dalam tubuh."
"Omong kosong. Aku sudah mencobanya, itu sama sekali tidak berguna."
"Itu karena kau tidak mengerti. Cara pertama adalah menyerap, namun kita tidak bisa melakukannya secara sadar. Itu terjadi secara spontan, hanya saja proses penyerapannya lambat dan tidak bisa dilatih. Tidak semua orang bisa melakukannya. Jika kau berusaha menyerapnya, itu tidak akan berhasil. Saat kita ingin menyerapnya, kita secara tidak sadar malah akan mengumpulkannya pada satu titik. Hal itu membuat energi Tors yang hampir diserap tubuh akan ditarik kembali, sehingga menimbulkan rasa sakit," ucap Grace menjelaskan.
"Kalau kita tidak mempelajarinya, bagaimana mungkin kita bisa melakukannya?" tanya Aslan.
"Aku tidak tahu secara spesifik. Kau tahu, aku ini mempelajari sihir. Tapi dari yang kudengar, cara pertama membutuhkan sebuah pemicu di awal."
"Pemicu? Di awal?" Aslan masih tidak mengerti.
"Ya, sebuah pemicu, seperti motivasi atau dorongan, mungkin."
"Saat seseorang sudah mendapatkan sebuah pemicu, energi Tors yang diserap tubuh akan melonjak sementara. Namun, tubuh akan mengingat sensasi itu, dan kita baru bisa melakukannya secara leluasa serta mulai melatihnya. Hanya saja, terkadang seseorang tidak dapat bertahan setelah mengalami pelonjakan. Tubuhnya tidak dapat menyesuaikan diri, dan itu akan menimbulkan kerusakan, bahkan bisa saja mati. Orang yang berhasil bertahan disebut petarung."
"Lalu bagaimana dengan cara kedua?" tanya Aslan lagi.
"Cara kedua adalah mengeluarkannya, namun tidak berhenti di situ. Kita tidak bisa mengeluarkannya begitu saja. Jika kita melakukannya, itu sama saja dengan membuang energi yang kita kumpulkan. Karena itu, seorang penyihir sepertiku harus mempelajari mantra untuk mengubah energi itu menjadi sihir."
"Berarti kebanyakan pengguna energi Tors adalah penyihir," ucap Aslan menyimpulkan.
"Salah besar. Memang benar tidak semua orang bisa menggunakan cara pertama dan menjadi petarung, tapi itu tidak berarti penyihir lebih banyak. Asal kau tahu saja, tujuh puluh persen pengguna energi Tors adalah petarung. Buku-buku mantra umumnya dimonopoli oleh para bangsawan. Kalaupun ada yang tersebar, harganya sangat mahal. Rakyat biasa tidak akan mampu mempelajarinya."
"Bisakah kau mengajariku beberapa mantra?" tanya Aslan tanpa malu.
"Aku bisa... hm..." Grace tampak memikirkan sesuatu.
"Aku bisa mengajarimu, tapi dengan syarat kau harus datang ke rumahku," ucap Grace.
"Hah?"
"Sebenarnya aku datang untuk mengundangmu, tapi aku tidak ingin saudaramu ikut. Hanya saja, akan terlihat tidak sopan jika aku hanya mengundangmu dan mengabaikan saudaramu. Tapi jika kau sendiri yang meminta berkunjung ke kediamanku, aku tidak perlu repot-repot mengundang mereka," jelas Grace.
Aslan ingin menolak, tapi dia terpikir sesuatu.
"Baiklah, aku akan mengikuti keinginanmu," ucap Aslan mengiyakan.
"Jadi, kapan kau akan datang?"
"Mungkin seminggu lagi."
***
Aslan sudah berada di ruangan ayahnya. Banyak surat dan buku berserakan di atas meja. Ayahnya sibuk menulis, dan kesunyian menyelimuti mereka sejenak.
"Apa yang ingin kau sampaikan?" ucap sang kaisar sambil tetap bekerja.
"Aku ingin pergi ke kediaman Grace."
"Kapan kau ingin pergi?"
"Satu minggu lagi."
"Baiklah, aku akan mengaturnya nanti. Kau bisa pergi sekarang."
Aslan terdiam beberapa saat, merasa bimbang dengan apa yang akan dia lakukan.
"Ada hal lain yang ingin kau sampaikan?" tanya sang kaisar setelah melihat Aslan tak kunjung pergi.
Aslan menatap ayahnya cukup lama. Dengan tekad bulat, dia bertanya.
"Mengapa kau menjemputku 10 tahun lalu? Apa hubunganmu dengan ibuku? Mengapa kau tidak datang ketika dia meninggal?"
Sang kaisar berhenti bekerja, menatap Aslan dalam-dalam. Setelah berpikir sejenak, dia membuka mulutnya.
"Aku bertemu ibumu saat perjalanan pulang. Hari itu hampir malam, dan awan mendung. Kami beristirahat di sebuah desa. Aku mabuk waktu itu. Seorang gadis penjual roti datang berteduh karena hujan. Gadis itu adalah ibumu. Aku tertarik padanya. Aku mendekatinya, mengatakan bahwa aku penerus kaisar, dan jika dia ikut denganku, dia tidak perlu susah menjual roti lagi. Namun, dia menolak. Dia sudah punya tunangan dan akan segera menikah. Aku yang sedang mabuk, tersulut emosi, menariknya ke sebuah ruangan, dan menidurinya secara paksa. Ketika sadar, aku sudah di istana, tidak mengingat apa yang terjadi. Setelah itu, ayahku tiba-tiba bunuh diri, dan aku harus mengambil alih kekuasaan. Aku baru teringat hal itu 10 tahun lalu, jadi untuk menebus kesalahanku, aku mengirim seorang prajurit untuk menjemputmu."
Aslan mendengar semua itu dengan perasaan yang campur aduk. Dengan penuh emosi, dia keluar dari ruangan tanpa berkata apa-apa.
"Terima kasih, terima kasih karena telah menghilangkan keraguanku," gumam Aslan ketika sudah cukup jauh dari ruangan kaisar.
Mendengar undangan Grace, Aslan sudah berpikir untuk kabur dari istana. Menurutnya, tidak ada yang bisa dia lakukan di sana. Dia jauh lebih bahagia saat hidup di desa. Namun, keraguannya masih ada, sampai akhirnya kini tekadnya bulat untuk pergi.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
My destiny: looking for peace (Volume 1)
FantasyBercerita tentang anak haram kaisar. Ibunya, seorang perempuan desa, ditiduri oleh kaisar secara paksa dan ditinggal begitu saja. Di usia dua tahun, ibunya meninggal dan diasuh oleh pamannya dengan penuh kasih sayang. Namun, ketika ia menginjak usia...