bab 3

37 21 4
                                    

“Makk... Makk... Kudengar Aslan akan berkunjung ke kediaman Grace,” ucap Hans. (Mak adalah panggilan umum seorang anak ke ibunya)

“Iya, anakku,” jawab ibunya.

“Kenapa emak tidak membujuk Ayah agar tidak mengizinkan hal itu? Mak tahu kan kalau aku menyukai Grace.”

“mak tidak bisa mengubah keputusan ayahmu. Lagi pula, banyak gadis di luar sana. Kamu tidak boleh terlalu terobsesi dengan seseorang. Ada banyak yang sama cantiknya dengan Grace. Ibu bisa mengenalkanmu kepada beberapa gadis.”

“Tapi Grace berbeda, mak... Tidak bisakah emak menyingkirkannya saat dia dalam perjalanan menuju kediaman Grace?”

“mak tidak bisa menyewa seseorang untuk membunuhnya. Ada alasan mengapa dia dibawa ke sini. Akan berbahaya jika ayahmu tahu dia mati.”

“Benarkah? Padahal Ayah terlihat tidak peduli padanya. Hmm, lupakan saja, lagi pula membunuhnya itu sudah berlebihan,” ucap Hans.

“Tapi Mak bisa memberinya sedikit pelajaran. Membuatnya kehilangan satu tangan tidak akan membuat ayahmu marah,” ucap sang ratu.

Tanpa mereka sadari, Aslan sudah mendengar pembicaraan mereka. Dia pun pergi ke perpustakaan istana untuk menyusun rencana.

“Tuan, bisakah engkau menunjukkan letak peta kekaisaran?” tanya Aslan pada penjaga perpustakaan.

“Kamu perlu peta untuk apa?”

“Aku hanya ingin tahu seberapa jauh perjalanan nanti.”

“Hmm... Mustahil juga itu akan terjadi. Kau tahu? Tadi aku berpikir kalau kau ingin kabur dari sini. Makin tua pikiranku makin aneh saja, hahaha,” ucap penjaga perpustakaan itu sambil tertawa.

“Hah? Hahaha, ya itu mustahil. Kau sendiri tidak pernah mengizinkanku mempelajari energi tors. Mustahil aku bisa kabur dari para prajurit dengan tubuh yang lemah seperti ini. Bisakah kau menunjukkan rak tempat peta itu berada?” ucap Aslan, berusaha untuk tidak terlihat mencurigakan.

“Hm.... Kebetulan di sini ada peta, kau tidak perlu repot mencari.”

“Terima kasih,” ucap Aslan lalu berjalan pergi.

“Tunggu!”

“Ya?” sahut Aslan dan langsung berbalik badan.

Penjaga itu pun melihat Aslan dengan seksama.

“Kediaman Grace berada di Kerajaan Ardan,” ucap penjaga itu.

“Ha? Oh ya, terima kasih,” ucap Aslan.

Setelah sampai di kamarnya, Aslan pun melihat peta. Jarak dari istana ke Kerajaan Ardan mencapai lebih dari 2.000 km. Dengan kecepatan rata-rata kuda yang sekitar 10 km per jam, ditambah waktu yang dibutuhkan untuk beristirahat, perjalanan ini mungkin akan memakan waktu satu bulan lebih, Itu pun jika perjalanan ditarik lurus tanpa mempertimbangkan kondisi geografis.

Berdasarkan pembicaraan Hans dan ibunya, Aslan menyimpulkan bahwa hidupnya tidak akan terancam, jadi dia tidak perlu terlalu khawatir tentang nyawanya. Hal yang perlu dipikirkan saat ini adalah bagaimana cara kabur dengan aman. Dia masih tidak bisa menggunakan energi Tors, dan itu membuat rencananya lebih sulit. Dia harus kabur sekaligus memalsukan kematiannya.

“Hah~ ini hanyalah peta sederhana, tidak ada rute jalan yang ditunjukkan. Tapi ini sudah cukup baik. Aku tidak mengetahui nama desaku, tapi mengingat saat aku dibawa ke kekaisaran, penyihir yang menjemputku menggunakan sihir teleportasi di ujung pulau. Hal itu berarti desa kelahiranku berada di pulau yang berbeda dengan Kerajaan Arganta (pusat kekaisaran dan wilayah yang ditempati kaisar). Kerajaan Ardan berada di sebelah barat Kerajaan Arganta, sedangkan semua pulau yang berbeda dengan Kerajaan Arganta berada di sebelah timur. Jadi, setelah aku berhasil kabur, aku harus memutar kerajaan supaya bisa kembali ke desaku.”

“Mari kita lihat, permainan seperti apa yang akan mereka jalankan.”

***

Waktu pun berlalu dan Aslan akan berangkat ke kediaman Grace. Prajurit yang akan mengawalnya berjumlah tujuh orang. Semua prajurit itu adalah petarung tingkat dua. Setiap tingkat bisa mengalahkan sepuluh orang yang berada satu tingkat di bawahnya secara bersamaan dengan mudah. Tingkat satu adalah orang biasa yang tidak mampu menggunakan energi tors. Itu berarti petarung tingkat dua dapat mengalahkan 100 orang biasa dengan mudah. Kaisar saat ini berada di tingkat enam, petarung tingkat ini sudah bisa menghancurkan satu kota sendirian. Saat ini, manusia hanya bisa mencapai tingkat tujuh, namun pernah ada satu orang yang kemampuannya tidak dapat diukur. Dulu pernah ada seorang raja yang berada di tingkat tujuh mencoba menundukkannya, namun karena keputusan itu, semua ksatria yang dimilikinya musnah tak tersisa. Mereka semua mati dalam satu hari. Namun orang itu pun menghilang 19 tahun yang lalu.

Bekas kerajaan itu pun diambil alih oleh keluarga dagang dan sekarang mereka menjadi kerajaan yang besar. Kerajaan itu pun berubah nama menjadi Kerajaan Arya, dari kerajaan inilah sang ratu (ibunya Hans) berasal. Perlu diketahui, kaisar tidak peduli dengan apa yang terjadi pada suatu kerajaan. Jika ada kerajaan yang hancur, maka siapa pun bisa meneruskannya. asalkan mereka bersedia membayar upeti ke kekaisaran, mereka tidak akan dipermasalahkan.

Kembali ke Aslan, saat ini dia sedang menunggu kuda yang akan mereka gunakan. Aslan tidak membawa kuda miliknya karena kuda yang digunakan bukanlah kuda biasa. Kuda yang mereka gunakan adalah ras khusus yang dapat menggunakan energi tors. Kuda ini dua kali lebih cepat daripada kuda biasa. Aslan tidak membawa kuda miliknya karena takut malah akan membunuh kuda itu. Perkiraan waktu yang dia buat juga berubah karena baru mengetahui kalau ada kuda seperti ini.

Saat Aslan hendak naik, dia pun dipanggil oleh seorang penyihir.

“Aslan, kemarilah. Aku akan merapalkan sebuah mantra untukmu.”

“Untuk apa?” tanya Aslan.

Hans yang berada di sana pun menjawab, “Apa kau pikir orang biasa sepertimu dapat menahan tekanan angin yang dihasilkan dari kecepatan kuda itu? Dengan mantra yang dia berikan, kau bisa menahan tekanan angin dan dapat menunggangi kuda itu dengan leluasa.”

“Benarkah? Terima kasih atas informasinya,” ucap Aslan dengan tersenyum tipis. Sebenarnya, saat ini dia sedang memikirkan seberapa marahnya kaisar jika kabar bahwa dia mati sampai ke telinganya. Tidak mungkin dia hanya diam, mengingat sang ratu pun ragu untuk membunuhnya karena takut pada kaisar. Namun dari sudut pandang Hans, Aslan malah terlihat seperti tersenyum tulus. Hal ini entah kenapa membuat Hans terlihat senang.

“Apa kau pikir ucapan terima kasihmu itu dapat membuat kebencianku hilang darimu? Cuih... Tidak akan!” ucap Hans dengan wajah merah, lalu pergi.

“Dasar orang aneh,” pikir Aslan.

Catatan: Tidak ada unsur LGBT di sini. Hans adalah pria normal, masih menyukai wanita.

Aslan dan para prajurit pun berangkat ke kediaman Grace. Saat masih di wilayah kerajaan, kuda yang mereka naiki masih berjalan seperti kuda pada umumnya. Setelah setengah jam berjalan, muncullah sebuah tembok tinggi. Setelah melewati tembok itu, pemandangan yang sangat berbeda pun terlihat—wilayah yang kumuh dengan penghuni yang kurus kering dan kotor.

Bersambung...

Gw iseng iseng bikin saluran WhatsApp. Link gw taruh di komentar, meskipun gw yakin gak ada yang bakal masuk.

My destiny: looking for peace (Volume 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang