bab 6

28 12 4
                                    

Saat ini, Aslan, Ishak, dan Amanda pergi ke hutan untuk mencari herbal. Hari sudah sore, dan hutan mulai gelap. Suasana hutan semakin sunyi dan mencekam, namun mereka belum menemukan satu pun herbal.

Tanpa mereka sadari, sepasang mata tajam mengawasi mereka dari balik pepohonan. Seekor serigala perlahan mendekat, tertarik pada Ishak yang berlarian mencari herbal.Tiba-tiba, serigala itu melompat keluar dari bayang-bayang, mengincar Ishak. Untungnya, Ishak dapat dengan cepat menyadari serigala itu, sehingga dia dapat menghindari terkaman serigala tersebut. Ishak pun dengan cepat memanjat pohon yang ada di dekatnya. Ia berhasil menghindar tepat pada waktunya, namun serigala itu tidak menyerah. Dengan raungan marah, serigala mulai mengitari pohon, berusaha mencapai gadis kecil itu.

Aslan yang berada tak jauh dari sana mendengar erangan serigala itu, segera menoleh ke arah suara tersebut. Setelah melihat serigala yang mencoba menyerang Ishak, dengan segera ia meraih batu besar di tanah dan melemparkannya dengan keras ke arah serigala. Batu itu tepat mengenai punggung hewan buas itu, membuatnya mengerang kesakitan. Namun, alih-alih melarikan diri, serigala itu malah semakin marah dan berbalik menyerang Aslan.

Dengan tangan gemetar namun mata tak berpaling, Aslan meraih sebatang kayu yang tergeletak di dekatnya. Napas serigala mengembuskan uap tipis di udara malam yang semakin mendingin.

Tanpa peringatan, serigala melesat, melompat dengan cepat ke arah pria itu, taringnya mencuat, siap untuk menerkam.

Dengan gerakan sigap, Aslan mengayunkan kayu di tangannya, memukul serigala tepat di rusuknya. Hewan buas itu terjengkang, mengerang kesakitan, tetapi dengan cepat bangkit kembali. Pria itu mundur, kakinya berpijak kokoh meskipun ketakutan menyelinap di dalam dadanya.

Serigala itu menyerang lagi, kali ini dengan gerakan yang lebih cepat dan lebih liar. Aslan berusaha menghindar, namun cakar serigala menggores lengan kirinya, membuat darah merembes keluar. Rasa sakit menyengat, namun adrenalin yang mengalir dalam tubuhnya membuatnya terus melawan. Ia berputar dan kembali memukul kepala serigala dengan kayunya, namun kayu itu patah, menyisakan hanya sepotong di tangannya.

Serigala itu kini semakin marah, matanya menyala dengan keganasan yang tak terkendali. Ia melompat sekali lagi, kali ini berhasil menerjang Aslan hingga jatuh ke tanah. Gigi taring serigala nyaris menyentuh lehernya, namun aslan dengan cepat mengangkat lengan untuk menahan rahang yang mengancam itu. Dengan segenap tenaganya, ia mendorong tubuh serigala ke samping, membalikkan posisi, lalu meninju wajah hewan buas itu dengan keras.

Serigala yang merasa terpojok pun hendak kabur dari sana, namun pandangannya teralih ke Amanda yang berada jauh dari sana. Serigala itu pun melesat dengan cepat ke arah Amanda.

Aslan yang menyadari hal itu segera berlari mengikuti serigala tersebut.

“Amanda! Lari!” teriak Aslan.

Amanda segera melihat ke arah suara itu berasal dan melihat serigala mendekatinya. Amanda yang terkejut segera berlari, namun ia pun terjatuh karena lubang. Keranjang yang ada di punggungnya membuatnya sulit untuk bangkit.

Serigala yang sudah dekat dengan Amanda pun melompat hendak menerkamnya, namun Aslan segera melompat, mendorong serigala itu hingga keduanya terlempar ke sungai yang berada sangat dekat dari sana.

Mereka pun terbawa arus, namun kemudian Aslan berhasil bertahan setelah menggapai batang pohon yang tumbang.

Saat Aslan hendak ke pinggir sungai, pandangannya teralihkan. Aslan menemukan pedang dan kantong yang dia rampas dari tubuh prajurit yang dia bunuh.

“Itu… bukankah itu barang yang kurampas dari prajurit A? Bagaimana bisa ada di sana?” ucap Aslan lalu berenang mengambil pedang dan kantong yang dia lihat.

“Ya... benar, ini adalah barang yang kurampas dari prajurit A. Aku hampir melupakannya. Mungkin saat aku terjatuh, pedang dan kantong ini terbawa arus dan Amanda hanya membawanya ke rumah. Aku belum memeriksa isi kantong ini. Apa kuperiksa saja sekarang?” ucap Aslan lalu mencoba membuka kantong itu, namun tidak jadi karena dia mendengar teriakan Amanda dan Ishak.

“Galang! Kau ada di mana?!”

“Aku ada di sini!” sahut Aslan.

“Syukurlah kau selamat.”

Aslan dengan tertatih-tatih berjalan mendekati mereka. Amanda yang melihat hal itu pun mendekati Aslan dan membantunya berjalan.

“Kak Galang! Itu apa?” tanya Ishak sambil menunjuk pedang dan kantong yang dia pegang.

Amanda pun melihat tangan Aslan. Dia cukup terkejut melihat pedang yang ada di tangan Aslan. Sebelumnya, dia tidak memperhatikannya karena khawatir dengan keadaan Aslan.

“Ah... ini adalah senjata yang kubawa saat mengembara. Aku menemukannya tadi di pinggir sungai,” ucap Aslan.

“Wah! Kak Galang dulu seorang pengembara? Hebat!” ucap Ishak antusias.

“Sudahlah, ayo kita pulang. Hari sudah semakin gelap,” ucap Amanda.

Mereka pun pergi berjalan pulang. Amanda memangku Aslan karena Aslan kesulitan berjalan. Setelah cukup lama berjalan, Amanda tersandung akar pohon. Mereka terjatuh, Aslan lebih dulu tergeletak di tanah dan Amanda terjatuh tepat di atas Aslan. Untuk beberapa saat, mereka berdua hanya terdiam. Napas keduanya saling terdengar begitu dekat, dengan wajah Amanda hanya berjarak beberapa inci dari wajah Aslan. Wajah Amanda memerah seketika, dan Aslan pun merasa jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Keduanya saling menatap dalam keheningan yang aneh, namun ada kehangatan yang perlahan menyebar di antara mereka.

"Maaf," bisik Amanda dengan wajah yang masih memerah, tangannya menyentuh dada Aslan untuk menopang dirinya agar bisa berdiri.

Aslan tersenyum lembut, meskipun tubuhnya masih terasa lemah dari pertarungan dengan serigala sebelumnya.

"Tak apa... Aku yang harusnya meminta maaf. Kau telah banyak membantuku.

"Amanda menundukkan wajahnya sedikit, tidak berani menatap langsung ke mata Aslan.

"Kau menyelamatkan kami, sudah seharusnya aku membantumu."

Ada jeda sesaat, lalu Amanda dengan lembut mengangkat tangannya dan menyentuh pipi Aslan. Aslan terkejut dengan sentuhan lembut Amanda, namun dia tidak menghindar. Dia perlahan menurunkan pandangannya dan menatap mata Amanda. Ada sesuatu yang dalam di sana, sesuatu yang membuat hatinya berdebar lebih kencang.

“Kak Galang...” ucap Amanda pelan.

Namun sebelum kata-katanya selesai, Ishak yang berjalan di depan mereka kembali karena menyadari Aslan dan Amanda tertinggal di belakangnya.

“Kakak sedang apa?” tanya Ishak dengan wajah bingung.Amanda pun tersadar dan segera bangkit dari tubuh Aslan dengan wajah yang semakin merah.

“Maaf! Kita harus segera pulang, kau perlu beristirahat.”

Aslan tersenyum kecil, melihat betapa gugupnya Amanda.

"Baiklah, ayo kita pulang."

Dengan hati-hati, Amanda membantu Aslan bangkit, kali ini lebih berhati-hati saat berjalan. Perasaan di antara mereka kini terasa berbeda, lebih hangat, dan ada ketegangan manis yang menyelimuti. Setiap kali mereka saling bersentuhan, meski hanya sebentar, keduanya merasakan percikan kecil yang tak bisa diabaikan.

Sepanjang perjalanan kembali ke desa, meskipun tidak ada kata-kata lagi yang terucap, baik Aslan maupun Amanda tahu bahwa hubungan mereka telah berubah. Ada sesuatu yang lebih dari sekadar perasaan teman—sebuah perasaan yang tumbuh perlahan namun pasti.

Bersambung...

My destiny: looking for peace (Volume 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang