8

93 13 1
                                    

Amane merenung di taman itu. Dia sudah melakukan hal gila seperti masuk ke akademi kepolisian dengan menggunakan identitas palsu, tapi dia tidak pernah memikirkan kedepannya, bagaimana jika nanti identitas nya ketahuan? Dia tidak pernah memikirkan itu sebenarnya.

'amane dasar bodoh...' dia merutuki dirinya sendiri dalam hati sampai netranya menangkap sosok yang menarik di matanya, dua orang yang berpakaian serba hitam, mereka jelas terlihat mencurigakan, untungnya amane membawa masker wajah.

Dia memakai masker itu dan diam-diam mengikuti orang-orang itu, dan betapa terkejutnya dia saat dia melihat orang-orang itu membunuh seseorang, amane ingin menyelamatkan korban tapi tidak bisa karena amane kebetulan tidak membawa benda apapun yang bisa digunakan untuk melawan.

Lalu dalam sepersekian detik sebuah peluru hampir saja mengenai kepalanya, peluru itu merobek tepi masker yang dikenakan amane dan membuat pipi amane berdarah.

'penembak jitu?!' batin amane.

"Siapa disana?!"

Orang-orang itu langsung mengarahkan pistol mereka ke amane, untungnya amane dengan lihai menghindari semua peluru itu dan berhasil kabur dan bersembunyi di salah satu gedung.

"Sial..." Dengan nafas yang terengah-engah amane merobek ujung baju yang dia gunakan dan mengikat lengannya yang berdarah dengan itu untuk menghentikan pendarahannya.

"Untunglah sepertinya mereka tidak melihat wajahku" ucap amane sambil melepas maskernya. Dengan langkah yang sedikit tertatih, amane menaiki taksi yang membawanya ke rumah sakit, disana amane akhirnya mendapatkan jahitan dari luka di lengannya.

"Sebenarnya siapa orang-orang itu? Sindikat kriminal? Aku sudah melaporkannya tapi anehnya aku tidak mendengar detail dari kasus itu, bahkan tidak ada beritanya dimanapun." Gumamnya.

.
.
.

Beberapa Minggu setelah kejadian itu, amane tidak pernah menceritakan kejadian itu kepada siapapun termasuk kepada furuya.

Karena hari ini adalah hari libur, amane berencana untuk pergi keluar akademi untuk sekedar jalan-jalan sekaligus mengambil yoyonya yang ada di hakase, tapi saat dia baru melangkah keluar kampus, suara yang sangat dia kenal terdengar di telinganya.

"Ame-chan? Kau mau kemana?" Tanyanya yang membuat amane reflek menengok kearahnya.

"Ah, aku hanya...ingin jalan-jalan"

"Kebetulan sekali aku tidak punya kegiatan apapun, kalau begitu aku akan bergabung denganmu" ucapnya dan seperti biasa, furuya mensejajarkan langkahnya dengan langkah amane.

Mereka sampai ditaman yang sama yang pernah mereka datangi saat mereka menangkap pencuri. Disana amane duduk di ayunan dan furuya duduk di ayunan sebelahnya. meski ini hari libur anehnya taman tampak sepi, yang terdengar hanya suara lalu lalang kendaraan, tidak ada satupun dari mereka yang berbicara, tapi situasi ini tidak terasa canggung.

setelah beberapa menit diam, furuya mulai membuka pembicaraan.

"Kalau dipikir-pikir, aku tidak tau apapun tentangmu, ame-chan"

Mendengar itu amane tertawa kecil, kalau dipikir-pikir itu memang benar, mereka dekat tapi juga tidak, mereka tidak tau apapun tentang masing-masing.

"Kalau begitu, mari kita perkenalkan diri masing-masing lagi. Aku Yamamoto yamato, aku suka ramen dan makanan manis, aku suka kucing, aku benci kecoa dan orang jahat, dan...aku takut anjing, tinggiku 156"

"Eh?! Ame-chan, kau takut anjing? Itu mengejutkan."

'meskipun begitu...yang ingin kudengar adalah dirimu yang asli, bukan nama palsumu...' batin furuya.

"Kalau begitu, aku furuya Rei, tinggiku 186 cm, aku suka makanan enak, apa lagi ya...aku suka melihat sesuatu yang Kusuka" ucapnya yang entah kenapa dia mengucapkannya dengan senyum tipis sembari menatap kearah amane dengan tatapan yang cukup dalam.

"Bukankah itu tidak terlalu spesifik?" Yasudah lah"

"Ah, ame-chan, disana ada yang menjual eskrim, kau mau beli?"

"Eskrim?! Mana?! Ayo!" Mendengar kata eskrim membuat matanya langsung berbinar. Akhirnya mereka membeli dua eskrim yang dua-duanya di pegang oleh amane sementara furuya membayarnya.

"Ini eskrimmu" amane menyodorkan eskrim milik furuya padanya, dia berpikir furuya akan mengambilnya tapi tindakan furuya jauh dari apa yang dia bayangkan. Furuya sedikit menunduk dan memakan eskrim itu yang masih ada di tangannya sembari tetap mempertahankan kontak mata mereka. "Manis" ucapnya.

Tentu saja itu membuat wajah amane seketika langsung memerah semerah-merahnya. Dia benar-benar tidak tau kenapa semakin hari furuya tampak semakin terang-terangan menggodanya, dia bahkan tidak tau lagi sebenarnya dia yang terlalu berlebihan atau furuya yang memang sengaja.

Setelah itu tidak ada sesuatu yang istimewa, mereka menghabiskan sisa hari dengan berjalan-jalan dan mengobrol santai, mereka bahkan tidak sadar bahwa malam semakin larut.

Saat itu amane sangat ingat ada seorang gadis yang tampak berlari memasuki gedung yang kosong dan katanya akan segera dibongkar, amane tidak terlalu memikirkannya sampai kemudian dia melihat beberapa orang-orang berpakaian serba hitam seperti orang-orang yang beberapa Minggu lalu dia lihat, ikut memasuki gedung tersebut.

Amane langsung menghentikan langkahnya dan menatap gedung tersebut dengan tatapan tajam.

"Ame-chan, apa ada yang salah?" Tanya furuya yang tampak kebingungan.

"Ah, Rei, tunggulah disini sebentar oke?" Meski kebingungan furuya tetap mengangguk. Melihat itu amane tersenyum kecil dan berlari masuk ke gedung itu, tapi itu akan menjadi keputusan yang paling furuya sesalkan.

Hanya beberapa detik setelah amane memasuki gedung itu, tiba-tiba saja gedungnya meledak dan dengan cepat seluruh bangunan terbakar oleh api. Seluruh tubuhnya membeku, dia bahkan masih belum memproses semuanya saat tubuhnya bergerak dan hendak masuk ke gedung, untungnya beberapa orang yang kebetulan menyaksikan itu langsung sigap menghentikan furuya.

"Tidak! Ame-chan! Ame-chan!" Satu-satunya yang bisa dia ingat hanyalah punggung amane yang memasuki gedung tersebut dan api yang berkobar-kobar sebelum penglihatannya perlahan-lahan menjadi kabur.

.
.
.

Saat dia terbangun, yang pertama dia lihat adalah langit-langit rumah sakit dan keempat temannya yang tampaknya lega melihat dia telah sadar. Sesaat setelah pandangannya lebih jelas, furuya langsung bangun dan hampir saja melepas infusnya, untungnya dengan sigap date langsung menghentikannya.

"Zero, tenanglah"

"Bagaimana dengan ame-chan?! Dimana dia?! Dia baik-baik saja kan?!"

Mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut furuya, keempat temannya itu tidak mengatakan apapun, mereka bingung bagaimana harus mengatakan hal ini padanya. Akhirnya setelah menghela nafas, Hiro membuka suaranya.

"Sebenarnya kau tidak sadarkan diri selama 3 hari, polisi menemukan sebuah jasad wanita yang sudah hangus terbakar dan tidak bisa dikenali lagi, tapi ada satu benda di dekatnya yang tidak terbakar, itu adalah sebuah yoyo.

Katanya itu di buat anti api sehingga tidak terbakar, saat itu juga keluarganya mengakui dan meminta maaf karena Yamamoto yang memalsukan identitasnya, mereka meminta para polisi untuk tidak memberitakan kasus ini, dan Yamamoto sudah dimakamkan."

"Tidak...itu bohong...kau bohong kan, Hiro? Ame-chan tidak mungkin- baru kemarin kita bersama seperti biasa, itu tidak mungkin-" Hiro yang melihat teman masa kecilnya begitu terpukul mencoba menenangkan dia yang sudah meneteskan air mata.

Furuya nampaknya cukup terguncang, bahkan beberapa hari setelahnya dia tampak murung dan terus melamun, ingatan hari itu masih teringat dengan jelas di kepalanya, dalam hatinya furuya terus mengutuk dirinya sendiri karena membiarkan amane pergi, andai saja hari itu dia tidak mengiyakan permintaan amane untuk menunggu, andai saja saat itu dia mencegah amane...

Semuanya sudah terjadi.

Detective Conan | Tentang Kita (furuya Rei x oc)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang