𝕋𝕦𝕜𝕒𝕟𝕘 𝕓𝕒𝕜𝕤𝕠

1K 153 28
                                    

.
.
.
.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.

________

.
.

Terulang kembali kejadian yang mengguncang hati, kala Phuwin harus berlari pergi dari kediamannya yang semula sunyi, tak ingin aparat aparat itu menyekap si lusuh dengan mudah, maka disisa waktunya, Paman Mok sempatkan untuk datang lebih dulu memberi peringatan.

Sakit rasanya karna kakek tua itu tak seharusnya disimpan dalam kurungan, Phuwin merengek memaksa agar satu satunya keluarga itu tak lagi kembali dalam istana.

Namun dialah sang penjaga kebun dengan tulus yang menimbun, mengusap surai yang tengah berderai sembari tak henti berikan kalimat penguat hati.

"Sudahlah.. Tidak apa apa.. Lagipula paman sudah tua, mati dalam terungku bukan hal buruk, tidak perlu membeli tanah kuburan yang seharga gaji pejabat itu, hehe"

Enteng bicaranya, seolah nyawa itu murah harganya, membuat Phuwin semakin menangis putus asa karna menyadari semua ini terjadi karnanya,

Entah selama apa keduanya saling memeluk, melepas kasih sebelum tangan kasar itu membusuk, lantas diakhir akhir detik yang khusyuk, satu buku tebal dijulur dengan ratusan koleksi perangko, diiringi senyum yang masih sama lebarnya, ia usap punggung tangan si semata wayang.

"Jaga buku ini untuk paman, berjanjilah kamu tidak akan menyusulku di terungku"

Halus kalimat itu mengudara, dengan keseriusan yang membara, seolah memaksa agar ucapannya menjadi janji yang senantiasa harus ditepati.

Maka kini dengan segenap hati, Phuwin angkat kakinya ditemani tas berisi pakaian seadanya, tak lupa hoddie kebesaran juga masker duckbill sempurna sudah samarkan lesu raganya. Tinggalkan atap yang telah 11 tahun menaunginya.

Menguning hamparan langit itu kala senja menyingsing, ramai nan cerah meski kini ada hati yang tengah kering, melangkah tanpa arah lewati puluhan rakyat yang tengah jengah

Phuwin yakin, jika sebentar saja maskernya dilepas, mungkin sekian menit tubuhnya akan kebas nyawanya juga kelak ikut lepas, karna kini masyarakat mahir sekali menindas, meski pada yang bukan kriminalitas.

Hingga sekian menit berlalu kala kaki itu mulai lesu, dan perutnya bergemuruh pilu, menyadari jika sejak pagi terlalu kacau untuknya menguyah sesuap nasi, atau sekedar satu teguk air murni, maka diatas trotoar yang berjajar, seribu untung ia temukan satu gerobak bakso yang masih setia menangkring meski suara panggilan ibadah mulai nyaring.

Lantas segera saja Phuwin berlari menghampiri, tak menaruh sedikitpun curiga untuk kemudian bertanya.

"Baksonya masih ada mas?"

Ramah pedagang itu lagaknya, menjawab dengan santun pada si pemuda bermasker hitam didepannya.

"ada toh ada, masih banyak.. mau mas?"

RASAKRASI [ pondphuwin | bxb ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang