Bab 14

901 69 2
                                    

"Itu adalah hadiah dari Om Hermawan! Aku berinisiatif menempelnya dirumah kita karena ku pikir kita nggak punya foto pernikahan untuk bisa di pajang disini! Ku harap kamu tidak keberatan."

Tatapan Aruna menyisir, mencari seseorang yang suaranya sudah dikenal dengan cukup baik. Tak jauh darinya, ia menemukan keberadaan Leon. Pria itu memberikan tatapan nanar dengan ekspresi datar yang kini menjadi ciri khasnya.

"Apaa? Foto pernikahan? Maksudnya?  Siapa yang menikah?"

Itu suara Emil, Aruna sontak berbalik dan mendapati bola mata managernya itu nyaris keluar. Sepertinya Emil telah mendengar yang Leon ucapkan.

"Emil?" Aruna tergeragap layaknya pencuri yang tertangkap basah. "Gue... Bisa jelasin!"

Emil melipat tangan, memelototi Aruna dan Leon bergantian seakan menanti penjelasan dari keduanya.

"Ya, lo harus jelasin ke gue, kenapa si Leon bisa ngomong kayak tadi?" tuntutnya masih dengan raut wajah yang horor.

Aruna melempar tatapannya kearah Leon, seakan menyalahkan pria itu atas situasi ini. "Gue akan jelasin, tapi nggak sekarang ya Mil," ucapnya tampak lelah.

"Oh tidak bisa! Lo ... maksud gue kalian harus jelasin sekarang juga!" Emil tidak bermurah hati.

"Kita sudah menikah!" Leon mengambil alih, menjawab pertanyaan. Tindakannya itu membuat dirinya mendapat tatapan tak menyenangkan dari Aruna dan Emil.

"What?" Emil tampak lebih terkejut dari sebelumnya. Ia melangkah cepat menuju keduanya. "Gue pasti salah denger! Coba Run, lo aja yang ngomong! Gue lebih percaya kalau lo yang ngomong!"

Aruna menarik napas panjang. "Lo mau denger apa lagi sih Mil? Bukannya tadi udah dijawab sama dia!"

"Jadi beneran kalian udah nikah?" Emil masih sulit percaya. "Kok bisa? Bukannya lo bilang lo benci sama dia?"

Aruna mulai kesal kepada Emil dan merasa ia harus segera mengusir managernya itu sebelum mengatakan lebih banyak lagi mengenai dirinya dan Leon yang hanya ia ceritakan kepada Emil.

"Lo mending balik sekarang deh, Mil!" Aruna menarik lengan Emil namun fisik Emil yang lebih besar darinya membuat Aruna tidak mudah menyeret managernya itu keluar.

"Enak aja lo ngusir gue balik, lo jelasin dulu soal ini baru gue pergi!" Emil bergeming di tempatnya.

"Gue kan udah bilang nanti gue bakal ceritain semuanya tapi nggak disini!" Aruna memelototi Emil, berharap pria itu akan mengerti.

"Kalau gitu biar aku aja yang pergi, jadi kalian bisa mengobrol disini." Leon yang menyaksikan perdebatan itu akhirnya memilih undur diri, seakan ia paham situasi--memberi waktu bagi Aruna dan Emil untuk berbicara. Menurutnya sebagai seorang teman dan manager, Emil memang berhak tahu perihal pernikahan mereka, sedangkan Aruna tentunya tidak nyaman membicarakan soal pernikahan mereka sementara ada dia disana.

Melihat kepergian Leon, kedua sahabat itu tidak lagi saling tarik menarik. Aruna memilih melepaskan Emil dan meninggalkan managernya itu begitu saja.

"Eh mau kemana lo?" Emil mengekori Aruna yang entah ingin menuju ke mana dengan langkah terburu-buru seperti mengejar sesuatu.

Tanpa penjelasan, Aruna menaiki tangga ke lantai atas. Memasuki salah satu kamar dan buru-buru mendekati jendela hanya untuk menyingkap sedikit gordennya. Dari balik kaca, ia dapat melihat mobil Leon meninggalkan pelataran. Sebuah kebiasaan lama yang dulu sering ia lakukan untuk melihat kedatangan dan kepergian pria itu.

"Ngapain sih lo? Nggak jelas banget deh!" Emil sudah berada di belakang punggung Aruna dan ikut melongok ke jendela. "Astaga naga, jadi lo kesini cuma buat lihat kepergian dia?" Emil memberikan tatapan seakan Aruna sudah gila. "Harusnya tadi lo nganter dia sampe teras biar romantis kayak di film-film."

Aruna (Terjerat Cinta Dan Benci)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang