Bab 03

1.3K 105 3
                                    

Aruna nasih belum tahu keputusannya untuk setuju menikah dengan Leon benar atau salah.  Ia mungkin akan menyesali pernikahan ini suatu hari nanti, sekalipun dulu ia pernah mengharapkan pria itu menjadi mempelai prianya, tapi itu dulu ... Dulu sekali sebelum pria itu mematahkan hatinya dan menghancurkannya berkeping-keping.

Kini sudah tak ada lagi cinta di hati Aruna untuk pria itu. Baginya Leon hanyalah sebuah alat pembalasan dendam yang bisa ia manfaatkan untuk menyakiti Andini.

Namun membayangkan dirinya akan menikah dalam ruangan rumah sakit dan di saksikan oleh sedikit orang saja sungguh di luar dugaan Aruna.

Benar, sekarang dirinya telah syah menjadi istri dari Leon Danendra. Pria yang kini berdiri di sisinya dengan ekspresi yang tidak dapat Aruna selami sepanjang akad pernikahan berlangsung.

Sementara diatas pembaringan, Aruna bisa melihat betapa pernikahannya dengan Leon mengubah wajah ayahnya yang pucat menjadi begitu cerah, seakan penyakit yang setahun ini menggerogoti tubuhnya sudah terangkat sepenuhnya. Seolah pernikahannya dengan Leon memang sesuatu yang sudah lama ayahnya harapkan terjadi.

Aruna sungguh tidak dapat menebak isi kepala sang ayah, termasuk rencana apa yang tengah ayahnya itu rencanakan untuk masa depannya. Dulu ayahnya begitu mendukung hubungan Leon dengan Andini, ia bahkan pernah berkata jika keduanya adalah pasangan yang sempurna. Dan Aruna tidak bisa menyangkal mereka memang sangat sempurna sebagai pasangan muda pekerja keras. Meski Andini tidak sebaik yang di tampakkan, tapi sosok wanita itu memang idaman semua pria dan para orang tua untuk di jadikan mantu. Begitu pun dengan ayahnya yang sudah menganggap Leon sebagai puteranya sendiri, sudah tentu ayahnya ingin Leon mendapatkan pasangan yang baik seperti Andini.

Tapi kenapa sang ayah kini berubah? Mengapa kini di detik-detik terakhir hidupannya sang ayah justru malah ingin menikahkan Leon dengannya--seorang anak yang tidak benar dimatanya selama ini?

Jika ayahnya terpaksa melakukan itu karena sudah terlanjur menjodohkan Leon dengannya, tidakkah seharusnya ia bisa membatalkannya dan menganggap perjodohan itu tidak pernah ada? Lagipula tidak ada yang tahu soal itu selain ayahnya mengingat kedua orang tua Leon juga sudah tiada.

"Selamat ya Leon, Aruna." Hermawan membuka percakapan usai mengantar Kiyai yang dibawanya keluar ruangan.

"Terimakasih Om," balas Leon sopan. Sedangkan Aruna memilih bungkam.

"Kalian ada rencana bulan madu kemana?" tambah Hermawan ringan, seakan tidak menyadari ketegangan yang ada.

Aruna ternganga, reflek menolehkan wajahnya ke Leon.

"Untuk saat ini belum kepikiran Om, kami berdua masih sama-sama sibuk dengan pekerjaan kami."

Jawaban Leon sedikit melegakan Aruna, sampai Hermawan kembali berkata-kata yang membuat jantung Aruna kembali mencelos.

"Kerjaan kan bisa di tunda, tapi memberikan cucu kepada Fajar harus segera di upayakan sebelum temanku ini benar-benar di panggil oleh sang pencipta."

Aruna membuka tutup mulutnya, ucapan Hermawan sukses membuatnya terkejut sekaligus malu. Sebagai pengacara keluarga sejak lama rasanya tidak mungkin jika pria paruh baya itu tidak mengetahui masalah di keluarga mereka, paling tidak Hermawan seharusnya tahu jika Leon dan dirinya terpaksa melakukan pernikahan ini. Ayahnya pasti juga sudah sering menceritakan mereka. Jadi tidak seharusnya pria itu berharap banyak pada pernikahannya dengan Leon.

Kecuali jika...

Aruna seketika mengarahkan tatapannya pada sang ayah yang terlihat setuju dengan apa yang Hermawan ucapkan.

"Maaf Om tapi kami tidak bisa buru-buru," tegas Leon.

Hermawan tergelak. "Ya ya Om mengerti, Om hanya mengungkapkan apa yang menjadi keinginan papa kalian saja."

Aruna (Terjerat Cinta Dan Benci)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang