enam belas

1.8K 54 2
                                    

Bocah berseragam smp itu menggerutu, soal sekolahnya sulit sekali. mengerjakan soal- soal itu dengan fokus sekali, sekali-kali membatin dan mengutuk gurunya disekolah karna memberikan tugas semengerikan ini.

Sentuhan kecil pada kaki kirinya mengalihkan fokusnya, menatap tajam pada makhluk kecil yang dengan berani menggangu aktifikas belajarnya. Dahinya berkerut dengan secara tidak langsung berkata pada bocah kecil itu, 'ada apa'.

Mata kecil itu berkedip. Kedua tangannya terangkat berupaya untuk digendong sang kakak. Mulut kecilnya betceloteh tidak jelas, sehingga sulit untuk dimengerti.

"Kakak...," kata bocah itu sesekali. Dibalas tatapan tajam aska pada anak itu, "pergi! " ucapnya kemudian.

Aska benci bocah kecil, aska benci ibunya, aska benci ayahnya dan yang paling dirinya benci adalah manusia kecil didepannya ini, Allesia.

Mata kecil itu berkaca-kaca, sehingga dengan satu tarikan pelan dirinya menggendong manusia kecil itu dipangkuannya. Dengan sedikit pengelap air liur yang mengalir kedua sudut kecil bibir gadis itu. Ia mendengus, selain ia membenci bocah ini, gadis ini juga sangat menyebalkan.

Tanpa mengalihkan fokusnya lagi ia lanjut mengerjakan tugas, namun keningnya mengkerut melihat hembusan kecil disekitar dadanya. Sialan, apa bocah kecil ini tertidur, pikirnya.

Mata kecil itu menutup, dikala kedua tangan kecilnya menggengam erat seragam sang kakak, dilihat-lihat manis sekali. Aska menggeleng. Tiba- tiba kenyataan membangunkannya, pikurannya pasti sedang kacau. Ini adalah adik yang dibencinya, tidak perlu ada embel- embel manis diantara mereka.

"Sialan, dia pikir dia lucu," ucapnya menggerutu. "Dengan seenaknya mengganguku lalu tidur tiba-tiba, kau memang benar-benar sialan Allesia,"

Dengan cepat ia bergerak, membawa bocah kecil ini kekamarnya lalu diletakkan dengan pelan. Bau harum Allesia sangat menggangunya. Entah sejak kapan gadis ini mempengaruhi pikirannya, sejak gadis ini datang kerumahnya, sejak gadis ini datang dan meminta perhatiannya atau sejak kapan, ia tak tau.

Wajahnya terulur untuk mencium kening adiknya. Tidak, bukan karna ia menyayangi adiknya, sama sekali tidak. Dan tidak akan pernah, sampai kapan pun gadis ini bukan adiknya. Bukan orang yang mengalir satu darah dengannya. Ia hanya ingin menyalurkan  perasaan terpendam yang entah sejak kapan menyesakkan dadanya. "Tidurlah sedang tenang, aku sangat membencimu." Katanya pelan.

Aska terenagah, membuka matanya dengan seketika. Sialan, mimpi gadis itu lagi. Sedari dulu gadis itu selalu ikut andil dalam mimpi buruknya. Bahkan, hebatnya dalam tidurpun allesia sanggup mempengaruhi pikirannya, hebat sekali.

Ketika melihat kesamping tampak keadaan kamar yang kosong menandakan adiknya sudah pergi dari kamar ini, cepat sekali wanita itu kabur.

Dengan cepat ia bergerak memasuki kamar mandi. Setidaknya ia harus membersihkan kepalanya dengan fikiran- fikiran aneh diotaknya. Sekali lagi, gadis itu harus terima akibatnya, berani sekali ia masuk ke mimpinya semalaman. Mimpi yang sangat buruk, sialan.

***********

Wanita itu tersenyum seraya memeluk sang kekasih dari belakang. Terasa sangat bahagia dan menyejukkan ketika kita bersama dengan orang yang kita cinta, apalagi saat ini aska meluangkan waktu agar mereka berduaan. Kekasihnya ini sangat unik biasanya aska tidak suka disentuh atau dipeluk, namun kini, tangannya dengan bebas memeluk pria itu.

Sedari awal datang ketempat ini aska tak berbicara, pikirannya mungkin sedang gundah karna pekerjaan pikirnya. Pagi- pagi sekali pria itu mengabarinya, untuk bertemu. Apa mungkin aska sedang merindukannya. Astaga, manis sekali.

Aska merasakan helusan pada punggungnya. Matanya menutup berusaha menikmati perhatian sang kekasih, setidaknya—pikiran-pikiran tentang allesia harus pergi dari kepalanya. Ia tak mau pulang dengan keadaan yang mengaharapkan wanita itu, tidak akan pernah.

"Bukankah kita siap untuk menikah?". Tanya anastasia mengawali. Aska tersentak kemudiam berbalik, "apa maksudmu, ?" Tanyanya cepat.

Wanita itu berdehem pelan, "maksudku diusia kita yang sekarang bukankah kita siap untuk menikah?". Matanya menatap takut-takut pada aska, apa pertanyaannya salah, dan bukankah pertanyaannya adalah hal yang wajar.

"Tidak, " jawab pria itu cepat.

Gadis itu kesal, "Apanya yang tidak, aska kita saling mencintai."

"Cinta, aku tidak menci—maksudku, kita belum cukup saling mengenal satu sama lain, jadi bersabarlah. "

Anastasia menatap aska curiga, bukan hanya sekali, berkali kali ia meminta kepastian dengan prianya tapi aska selalu menolak dengan keras. Kali ini ia mencoba kali dan jawabannya tetap sama, ada apa dengan pria ini sebenarnya. " kalau kita tidak menikah. Aska aku akan dijodohkan, cocok tidak cocok kan yang penting kita menikah. Kita bisa saling mengenal setelah menikah nanti."

"Kau bisa memilih dia jika kau mau anastasia, jangan mempersulitku atas keinginan ayahmu," jawab pria itu tegas.

Sosok gadis itu menatap punggung kekasihnya tajam. Sekali lagi, ia ditinggalkan dengan dengan pertanyaan yang sama. Berkali kali ia tanya dan jawabannya adalah ini. Kecurigaan yang dulu sempat terpendam ingin sekali ia utarakan, namun mata nya masih tertutup oleh cintanya kepada aska.

"Kamu menolak karna tidak ingin menikah atau karna mencintai gadis lain?"

Langkah aska terhenti, tak jauh dari gadis itu. Berbalik dan menatap tajam pada anastasia, "keduanya." Jawabnya cepat.

Gadis itu tersenyum getir, ternyata kecurigaannya benar. "Wanita yang terlihat kamu benci ternyata adalah wanita yang kamu cintai, aku benar?"
Wanita itu bertanya dengan setengah hati dan berharap pertanyaannya tidak benar, sungguh kali ini saja. Ia sangat mencintai aska, sungguh.

"Kamu tidak bisa menyebutnya dengan mulut kotormu, anastasia. Dia gadisku,"

"ASKA!" teriak gadis itu. "Wanita itu adikmu, kamu sudah tidak waras!"

Dengan satu sentakan cepat aska menarik rambutnya. Gadis itu mendongkak dengan air matanya, tak menyangka aska sejahat ini. "Tutup mulutmu, wanita sepertimu tidak punya hak untuk berteriak padaku."

"Sialan kamu, akan kuadukan semua ini aska, kalau aku tidak bahagia. Kalian juga tidak,"

Aska terkekeh, gadis ini sudah tidak waras pikirnya. "Menyingkirkan orang sepertimu bukanlah hal nya sulit anastasia. Kau, sekaligus ayahmu bisa kuhancurkan bersama-sama."

"Jangan pernah berfikir karna kau tau semuanya kau bisa mengahancurkanku, tidak. Bahkan sebelum kau melancarkan niatmu, kedua kakimu akan jadi gantinya, dengar? " dengan satu sentakan kuat ia melepaskan jambakan itu, hingga kening gadis itu mengantam tiang pagar disampingnya dengan keras. Beberapa orang disana pun melihat tanpa ada niatan membantu.

Anastasia mendongak, dengan sedikit darah dikeningnya, wanita itu menatap aska dengan tulus, "aku tau, sedari awal aku tau kamu mencintainya, tapi aku bodoh berharap kamu bisa berubah. Hiks, aska kasihani aku, tolong jangan bersamanya. Sungguh, tidak masalah bagiku harus berbagi kamu dengan dia asal aku bisa bersamamu,"

Aska terkekeh sinis, "lihat, dan pandanglah wajah ayah dan martabatmu, tidak cocok gadis terpandang sepertimu merendah bahkan saat aku menghancurkanmu. "

Dengan sedikit terengah gadis itu masi mengelurkan sesak didadanya, biarlah ia sungguh tak perduli tatapan beberapa manusia yang menatapnya kasihan. "Sungguh, aku mencintaimu. "

Aska berjongkok. Melihat anastasia sekali lagi. "Dalam hidupku aku tidak perlu cinta siapapun, bahkan saat gadis yang kuinginkan tidak mencintaiku, aku tidak masalah. Dalam hidupku, hanya aku yang pegang kendali. Tidak akan ada yang bisa menolakku, karna aku bisa menghalalkan cara apapun. Dan kau, cukup cari kebahagiannmu sendiri. Jika aku masih melihatmu, artinya kau dengan rela mengantarkan nyawamu padaku, saat itu terjadi. Jangan salahkan  jika kepalamu jadi hiasan di altar pernikahan kami nanti, dengar dan renungkan. Aku tidak pernah membencimu, dan mulai saat ini hubungan kita berakhir. Anastasia."

Wanita itu semakin menangis, tak perduli dengan beberapa orang yang kini mengangkat tubuhnya. Sungguh sakit fisiknya tidak ada apa-apa nya dengan sakit hatinya. Bahkan ia pun tidak menyangka menaruh hati pada manusia sejahat itu. Matanya menatap sedih pada punggung pria yang sudah melangkah jauh meninggalkan nya, tanpa perduli. Tanpa mau menatapnya, dengan satu hembusan pelan ia kehilangan kesadarannya.

🩶🤍

Sorry Lia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang