Happy reading ٩(๛ ˘ ³˘)۶♥
.❅。°❆·。*.❅· °。·☆.。.:*・°☆.。.:*・°☆.。.:*・°☆.
Bel pulang berbunyi, suaranya mengalun keras dan jernih, memecah kesunyian di ruang kelas. Bunyi bel yang panjang dan bergetar memberi isyarat bahwa jam pelajaran telah berakhir. Siswa-siswa bergegas keluar dari kelas, terdengar keributan ringan saat mereka memasukkan buku dan perlengkapan sekolah ke dalam tas. Suara langkah kaki, tawa, dan obrolan penuh semangat memenuhi koridor sekolah. Banyak yang berlari ke kantin atau area luar sekolah dengan wajah ceria, sementara beberapa yang lebih tenang berjalan perlahan sambil saling bercakap-cakap. Semua tampak antusias menyambut akhir hari belajar dan merencanakan kegiatan di luar sekolah.
Saat bel pulang berbunyi, Erlangga dan Axel berpisah di luar kelas. Axel, yang sudah menunggu di tempat parkir, terlihat sopir pribadi yang datang menjemputnya. Axel melambaikan tangan ke arah Erlangga dengan senyum sebelum memasuki mobil mewahnya.Di sisi lain, Erlangga memilih untuk pulang dengan berjalan kaki. Meskipun Axel menawarkan tumpangan, Erlangga dengan sopan menolak dan memilih menikmati perjalanan pulang sendirian. Ia melangkah perlahan, menavigasi jalan-jalan yang mulai sepi, sambil memikirkan berbagai hal. Suasana sekitar tenang, dengan sinar matahari sore yang memancar lembut, menambah ketenangan dalam perjalanan pulangnya.
Saat Erlangga berjalan di jalan sepi, tiba-tiba rentenir semalam menghadangnya. Rentenir itu berdiri di tengah jalan dengan ekspresi serius, membuat Erlangga terpaksa berhenti dan menghadapi situasi tegang yang tidak terduga.
Erlangga berdiri cemas di jalan sepi, melihat rentenir yang menghadangnya dengan ekspresi tidak sabar.
"Hampir lupa sama utangmu, ya? Saatnya bayar." Rentenir itu berbicara dengan nada dingin, suaranya menggema di udara sepi.
Erlangga memandang rentenir dengan gugup, berusaha mencari kata-kata yang tepat. "Aku... aku tidak punya uang sekarang. Beri aku waktu sedikit lagi." Ia menggigit bibir, tampak berusaha menenangkan dirinya.
Rentenir itu hanya mengernyitkan dahi, tanpa menunjukkan rasa simpatik.
"Tidak peduli kalau kamu tidak punya uang. Utang tetap utang." Ia melangkah lebih dekat, mengintimidasi dengan tatapan tajam.
Erlangga menelan saliva, terlihat panik saat mengedarkan pandangan mencari solusi.
"Tunggu, aku benar-benar bisa cari cara lain untuk membayar. Jangan bertindak terburu-buru."
Rentenir itu menggelengkan kepala, "Kami tidak punya waktu untuk ini. Kalau tidak bayar sekarang, akan ada konsekuensi yang lebih serius." Ia mengangkat tangan, seolah-olah menandakan akhir dari diskusi.
Erlangga menyadari bahwa tidak ada pilihan lain selain menghadapi situasi tersebut. Dengan napas yang berat, ia menatap rentenir yang semakin mendekat.
"Kalau begitu, kita harus menyelesaikannya di sini." Suaranya penuh tekad, meskipun tangannya sedikit bergetar.
Rentenir itu saling bertukar pandang, kemudian salah satu dari mereka mengangguk, menyetujui keputusan tersebut.
"Kalau itu yang kau mau. Mari kita lihat seberapa kuat kau sebenarnya." Rentenir itu melangkah maju, mempersiapkan diri untuk bertarung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Erlangga
Mistério / SuspenseErlangga adalah seorang pemuda berusia 18 tahun dengan sikap keras dan penampilan yang menunjukkan kehidupan penuh perjuangan. Dia sering terlihat dengan pakaian sederhana dan tatapan tajam, mencerminkan latar belakangnya yang penuh kesulitan. Meski...