"Sang Pencipta telah mempersatukan kita, namun kenapa dia memisahkan kita dengan situasi ini?"
Angin berhembus kesana-kemari membawakan kerinduan yang tak terobati. Dua insan yang berbeda kini telah menyatu di pelukan perut bumi. Kisah ini diambil d...
§ haii, maaf banget mawar baru sempet up prolog, kemarin itu udh up tapi aku lupa tambahin pengenalan karakter hehe, btw enjoy, janlup vote and follow 🥰🥰 . . .
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dalam hidup akan ada duka
Seringlah bersedih
Namun tetaplah hidup
Waktu masih panjang
Sampai ajalnya tiba
~
Yogyakarta, 2001
Kesedihan akan selalu ada dalam hidup, luka dan pahitnya akan terus tersimpan dalam hati. Tak jarang kita akan bersedih karenanya. Tapi apalah daya, sesusah apapun kita harus tetap hidup.
Seorang wanita paruh baya tengah duduk di kursi rodanya. Lembaran buku usang itu dia sapu dengan jemari peotnya. Matanya membaca dengan teliti seolah tak ingin ada kalimat yang tertinggal. Bahkan disaat pintu kamarnya terbuka, hal itu tidak mengusiknya.
Arina menatapi ibunya yang masih membaca buku usang itu, dia menghela nafas dan berdiri di tiang pintu.
"Ibu, sampai kapan ibu akan membacanya?" tanya Arina yang saat ini sudah duduk di sebelah ibunya.
Sebenarnya Arina sudah tahu ibunya akan tetap bersikeras untuk terus membaca buku itu, karena memang buku itu adalah peninggalan terakhir kakek dan neneknya, orang tua ibunya. Namun, tidak ada salahnya untuk mencoba membujuk ibunya.
"Sampai kapanpun, Arina," ucap Margareth dengan suara lembutnya.
Arina kembali menghela nafasnya. "Setidaknya ayo makan siang bersama, kumohon ibu," ucap Arina yang memohon pada ibunya.
Margareth terdiam sejenak, kemudian dia mengangguk setuju. "Baiklah."
Arina tersenyum, kemudian dia berdiri dan mendorong kursi roda milik ibunya menuju ke ruang makan. Sesampainya di sana, terlihat Henry dan Willem sudah duduk menunggu kehadiran mereka berdua. Wajah keduanya nampak sumringah begitu melihat Margareth datang bergabung untuk makan siang.
"Asik! Nenek ikut makan," ucap Heinry.
"Yey!" ucap Willem tak kalah senangnya.
Arina mendekatkan kursi roda ibunya ke meja makan dan dia ikut duduk bergabung bersama yang lainnya. Kemudian, mereka berempat makan bersama dalam kehangatan.
***
Seusai makan, Arina pergi ke dapur dan mencuci piring kotor. Sementara itu, Heinry dan Willem berada di ruang tamu bersama Margareth yang menemani mereka berdua.
Saat sedang asyik bermain dengan Willem, tanpa sadar mata Heinry tertuju pada buku usang yang berada di pangkuan neneknya. Lantas mulut Heinry melontarkan sebuah pertanyaan pada neneknya.
"Nenek, itu buku apa yang ada dipangkuan mu?" tanyanya sembari terus menatap buku usang tersebut.
Willem yang tadinya sedang asyik bermain pun akhirnya ikut penasaran dengan buku yang berada di pangkuan neneknya dan ikut bertanya. "Iya nek, itu buku apa?"
Margareth tersenyum melihat kedua cucunya sangat penasaran pada buku itu, lalu dia menjawab pertanyaan mereka dengan suara lembutnya yang khas. "Ini buku dari kedua buyut kalian," jawabnya.
"Buyut kami?" tanya Willem.
"Iya, kakek buyut dan nenek buyut kalian," ucap Margareth.
"Seperti apa wajah mereka berdua, nek?" tanya Heinry.
Margareth tersenyum melihat kedua cucunya. "Cantik dan tampan."
Tiba-tiba sebuah tangan menyodorkan sebuah foto tua berwarna hitam putih. Rupanya Arini yang menyodorkan foto itu kepada kedua anaknya.
Difoto tersebut terlihat seorang wanita dengan rambut disanggul dan mengenakan kebaya hitam tengah berdiri bersama seorang pria belanda yang mengenakan jas formal dengan rambut pirangnya tersisir rapi kebelakang. Keduanya nampak tersenyum sembari bergandengan tangan di foto tersebut.
Heinry dan Willem terdiam menatapi foto tersebut, keduanya terkagum-kagum dengan kecantikan dan ketampanan dua insan itu. Margareth terkekeh melihat reaksi kedua cucunya, begitu pula dengan Arina yang sedang duduk di sofa.
"Wah, mereka benar-benar cantik dan tampan, nek," ucap Heinry yang masih kagum pada foto tersebut.
Margareth mengusap kepala kedua cucunya dan kembali tersenyum. "Kalian mau mendengarkan cerita mereka?" tanyanya.
Heinry dan Willem langsung mengangguk setuju dan segera duduk di sofa, mereka siap menyimak apa yang akan disampaikan oleh Margareth.
Margareth tersenyum dan membuka kembali buku usang yang berada di pangkuannya itu. Buku itu terbuka dan masa lalu kembali menguakkan kisahnya.
. . . . .
Jangan lupa vote and follow wanitamawarputih don't forget ig nya @wanita_mawarputih.