9. Pengakuan

165 22 0
                                    

HARSYA, BOLEH TOLONGIN IBU NGGA?"

Terdengar teriakan kecil dari lantai bawah, harsya yang awalnya sedang berbaring santai di ranjangnya di lantai dua, segera berlari turun menghampiri ibunya

"Kenapa Bu?" Nafasnya ngos ngosan setelah berlari turun dengan cepat melewati anak tangga tersebut

"Tolongin ibu beli gula dong hehe di minimarket deket sini, beliin minyak goreng juga lalu sekalian beli roti tawar buat stok sarapan besok. Nih" Ibu Harsya menyerahkan selembar uang seratus ribu

"Kembaliannya buat kamu aja"

"Hehe, oke bu Harsya pergi dulu ya" Setelah mengambil jaket yang tergantung di kamar lantai atasnya, ia kembali turun dan melesat keluar rumah

Dan disinilah Harsya sekarang, berjalan jalan di lorong minimarket mencari barang yang disuruh ibunya. Ia mendengar samar hujan yang mulai turun, dengan cepat ia merogoh handphone di saku nya dan ingin mengabari ibunya

Sebelum sempat ia lakukan, ia melihat sekilas ke arah pintu ada yang masuk dengan rambut yang sedikit basah, itu Merva.

"Bu, Harsya pulang telat ya. Hujan soalnya"

Ia kembali melihat ke arah Merva yang duduk di jendela menunggu hujan reda, dengan rambut panjangnya yang sedikit basah karena hujan, Merva tampak sendirian, tanpa payung, dan hanya menatap keluar jendela dengan tatapan kosong.

Harsya mengambil napas dalam-dalam, berusaha menguatkan dirinya untuk menghampiri Merva. Setelah membeli dua gelas cokelat panas, ia berjalan pelan menuju meja di mana Merva duduk.

"Merva?" panggil Harsya pelan, menawarkan salah satu gelas cokelat panas yang dibelinya.

Merva menoleh, terlihat sedikit terkejut melihat coklat panas yang diletakkan harsya namun dengan cepat memasang ekspresi datarnya kembali. "makasih."

"lo ngapain disini?" tanyanya kembali, suaranya datar.

"Ibu aku nitip barang" jawab Harsya sambil duduk di sebelahnya. "Kamu lagi neduh ya? aku rasa kayanya kita bisa nunggu bareng deh, aku juga lagi nunggu hujan reda"

"Kalo hujan sedang gini, telinga kamu gimana?" Suara harsya mengecil, ia tidak ingin beberapa orang yang berada di minimarket mendengarnya

"Gapapa"

Suasana menjadi canggung. Mereka berdua hanya duduk, menikmati cokelat panas tanpa banyak bicara. Merva tampak terus mematikan topik, seolah tidak ingin Harsya berbicara lebih jauh. Merva merasa bingung dengan sikap harsya, kenapa ia begitu baik dengannya? Dan pemikiran merva membuat merva overthinking

"Harsya, kalau kamu niatnya buat meras aku suatu harikarena kamu tahu tentang rahasiaku, sebaiknya kamu berhenti aja," ucap Merva tiba-tiba, nada suaranya tegas, namun ada ketegangan yang tersembunyi di baliknya.

Harsya terdiam, menatap Merva dengan pandangan yang sulit diartikan. Ini pertama kalinya ia mendengar merva memakai aku-kamu

"Aku bahkan udah nggak peduli lagi kalau rahasiaku ini terbocorkan ke seluruh sekolah," lanjut Merva, kali ini suaranya terdengar lebih lirih. Ia menatap ke arah luar jendela, hujan masih deras, mengguyur jalanan yang kosong.

"Merva..." Harsya memanggil namanya pelan. Ia merasa hatinya berdebar kencang, bukan karena takut, tapi karena ada sesuatu yang ingin ia sampaikan, sesuatu yang selama ini ia pendam.

Merva menoleh, kali ini tatapannya lebih lembut, namun masih penuh dengan keraguan.

"Merva, aku nggak peduli soal rahasiamu. Aku nggak pernah berpikir untuk manfaatin itu. Aku cuma... Aku cuma ingin lebih mengenalmu," Harsya mengambil napas panjang, berusaha menenangkan dirinya sebelum melanjutkan.

"Merva.." by Harsya; 1990 | Bbangsaz ft DaerinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang