13. Ulang tahun (2)

122 22 2
                                    

Setelah semua orang pulang dari pesta ulang tahun Harsya, Merva bersiap untuk pulang. Ia sudah mengambil tasnya dan bersiap keluar ketika tiba-tiba, suara gemuruh petir terdengar di langit, disusul dengan hujan yang turun tanpa peringatan. Merva melirik ke luar jendela, melihat air hujan yang turun dengan deras.

Harsya, yang melihat Merva bersiap pergi, langsung menghampirinya. "Va, hujan lebat. Ngga usah pulang dulu" kata Harsya, suaranya sedikit khawatir.

Merva terdiam sejenak, melihat ke arah Harsya. Dia sepertinya tidak mendengar apa yang dikatakan Harsya dengan jelas karena suara hujan yang begitu deras, jadi ia hanya menatap gadis itu, seolah menunggu isyarat lebih jelas. Melihat Merva tidak merespon, Harsya mendekat, dan menggunakan bahasa isyarat untuk memberitahu Merva

"Jangan pulang dulu. Hujannya lebat banget."

Merva mengangguk pelan setelah memahami maksud Harsya. Ia menatap jendela lagi, merasa sedikit canggung karena tidak biasanya ia bertahan lebih lama di rumah seseorang, apalagi Harsya.

"Oke"

Harsya tersenyum lega, tapi ada sedikit kegugupan di sana. Ini adalah pertama kalinya Merva berada di rumahnya dalam situasi seperti ini, dan suasana terasa... aneh. Harsya mencoba mencari cara untuk mengalihkan kecanggungan itu.

Mereka duduk diam untuk beberapa saat di sofa. hanya suara hujan yang terdengar dari luar. Namun, keheningan itu tidak lagi terasa canggung bagi Harsya. Ada sesuatu yang nyaman, meski sederhana.

"Kamu tahu..." Harsya akhirnya membuka suara, "aku senang kamu bisa datang hari ini."

Merva menurunkan cangkirnya, menatap Harsya dengan alis terangkat.

"Kenapa?"

"Karena... aku nggak nyangka kamu bakal datang. Maksudku, kamu biasanya selalu sibuk atau ada hal lain," kata Harsya dengan senyum canggung. "Tapi, aku senang kamu ada di sini."

Merva terlihat ragu sejenak, lalu dia menjawab pelan, "Aku datang karena... Aku ngerasa ini penting buat kamu. Aku nggak sering datang ke acara kayak gini, tapi kamu beda."

Saat Harsya hendak meletakkan tangannya di sofa, tanpa sengaja ia menyenggol tangan Merva. Sentuhan singkat itu membuat Merva tersentak sedikit, dan wajahnya langsung memerah, tapi dia berusaha untuk tidak terlalu bereaksi.

"Maaf," ucap Harsya pelan, tersenyum canggung. Namun, melihat reaksi Merva yang gugup justru membuatnya sedikit geli.

"Gapapa," jawab Merva dengan nada yang lebih pendek dari biasanya. Dia cepat-cepat mengalihkan pandangannya ke arah luar, mencoba menyembunyikan rasa malunya.

Harsya, yang melihat perubahan kecil itu, malah mendekatkan dirinya sedikit. "Merva... kamu baik-baik aja, kan?" tanyanya, nada suaranya sedikit menggoda.

Merva menelan ludah, merasa dadanya berdebar. "Iya, kenapa nanya gitu?" jawabnya, tetap tidak mau menatap langsung ke arah Harsya.

Harsya tertawa kecil. "Kamu jadi canggung gitu. Biasanya nggak kayak gini."

"Habisnya kita cuma berdua, ngga tau mau bicara apa"

Keheningan yang mulai terasa canggung membuat Harsya merasa tidak nyaman. Dia melihat Merva yang duduk di sampingnya, masih sedikit salah tingkah dan kaku. Harsya mengerti bahwa situasi ini bisa jadi semakin aneh jika dibiarkan begitu saja, jadi dia berpikir keras mencari cara untuk mencairkan suasana.

Kemudian, sebuah ide muncul di benaknya. Dia menoleh ke Merva yang masih menatap jendela, melihat hujan yang tak kunjung berhenti.

"Va, daripada diem-dieman kayak gini, gimana kalau kita beresin rumah?" Harsya berkata dengan nada ceria, berusaha menggugah suasana. "Soalnya tadi kan ulang tahun aku lumayan heboh, dan aku belum sempet beberes. Kamu mau bantuin?"

"Merva.." by Harsya; 1990 | Bbangsaz ft DaerinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang