16. Malam yang panjang

191 20 0
                                    

Malam sudah semakin larut ketika Merva dan Harsya akhirnya memutuskan untuk pulang setelah berjalan-jalan di alun-alun kota. Udara dingin malam itu terasa menusuk, namun tidak ada yang bisa mengalahkan hangatnya perasaan mereka setelah akhirnya resmi menjadi pasangan.

Merva mengendarai motornya, sesekali melirik ke kaca spion, melihat Harsya yang duduk di belakangnya, tangannya menggenggam erat jaket Merva. Sesampainya di depan rumah Harsya, suasana sunyi menyelimuti jalanan yang hanya diterangi lampu jalan yang temaram.

"Udah sampe, turun sana," ujar Merva sambil menoleh sedikit ke arah Harsya.

Namun, bukannya langsung turun, Harsya malah diam dan menatap Merva dengan senyum jahil yang sudah mulai dikenalnya.

"Har, turun," perintah Merva lagi, kali ini suaranya lebih lembut namun tegas.

"Aku ngga mau," jawab Harsya dengan nada menggoda, masih tetap duduk di belakang Merva. Dia tidak melepaskan pegangan dari jaket Merva, bahkan ia semakin mendekatkan badannya dan menggenggam jaket makin erat.

Merva menoleh lebih jelas kali ini, mengangkat alisnya dengan ekspresi bingung. "Loh, kenapa nggak mau turun?"

Harsya tertawa pelan. "Soalnya aku pengen lebih lama sama kamu. Masih mau liat kamu lebih lama."

Merva menahan tawa kecil, meskipun dalam hati dia merasa salah tingkah. "Har, udah malem, dingin, kamu harus masuk. Ntar sakit, siapa yang repot?"

Tapi Harsya malah menggeleng, wajahnya semakin mendekat ke arah Merva. "Engga ah. Aku belum mau masuk. Mau liat kamu di sini aja."

"Har, beneran. Masuk, sana," desak Merva lagi, tapi kali ini nadanya terdengar lebih lembut, lebih menyerah pada sikap manja Harsya.

Harsya menggembungkan pipinya dengan ekspresi pura-pura kesal. "Masa kamu tega ngusir aku gini?"

"Aku ngga ngusir," balas Merva sambil menghela napas pendek, menatap Harsya dengan ekspresi yang campuran antara jengkel dan geli. "Aku cuma ngga mau kamu sakit. Udah malem banget, Har."

"Tapi aku nggak peduli," balas Harsya sambil tersenyum, jelas menikmati bagaimana Merva mulai panik. "Aku pengen lebih lama sama kamu."

Merva, yang biasanya lebih dingin, merasa sedikit tersentuh dengan kata-kata Harsya, tapi dia menutupi rasa malunya dengan cara yang biasa-berpura-pura kesal. "Aduh, Har. Jangan manja deh."

"Aku emang manja sama kamu, Va," jawab Harsya dengan senyum jahil yang membuat Merva semakin salah tingkah.

Merva menghela napas lagi, tapi kali ini sambil tersenyum tipis. Dia menatap Harsya sebentar, mencoba menahan tawanya. "Kamu bener-bener ya, Har..."

Harsya hanya tertawa, senyumnya semakin lebar. Dia perlahan turun dari motor, tapi tidak langsung masuk ke dalam rumah. Sebaliknya, dia berdiri di dekat Merva, tatapannya tidak lepas dari wajah gadis itu.

"Har, seriusan. Masuk sana," ujar Merva, meskipun kali ini nadanya lebih lembut dan terdengar pasrah.

"Tapi aku suka liat kamu kayak gini, Va. Kamu keliatan manis banget malam ini," goda Harsya lagi, membuat Merva menundukkan wajahnya sedikit karena malu.

"Har..." Merva mendesah pelan, mencoba menahan senyum yang hampir keluar. "Udah, dingin. Aku juga harus pulang, besok sekolah."

Harsya tetap diam di tempatnya, seakan tidak ingin mengakhiri momen itu. "Kamu yakin mau ninggalin aku sekarang?" tanyanya sambil menatap dalam-dalam ke arah Merva.

Merva mendongak, akhirnya menatap langsung ke mata Harsya. "Har, kamu itu..."

"Kenapa, Va?" Harsya mendekat lagi, kali ini jaraknya sangat dekat dengan Merva. "Kamu suka kan aku godain terus kayak gini?"

"Merva.." by Harsya; 1990 | Bbangsaz ft DaerinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang