37.

352 64 16
                                    

Happy Reading

!
\
¡

"Chaengie... Aku mencintaimu..."

Setelah itu, tubuh Jisoo terkulai lemas di pelukan Chaeyoung. "Jisoo! Tidak! Jangan pergi! Kumohon!" Chaeyoung menangis histeris, rasa takut dan panik menyelimuti hatinya.

Para polisi segera memanggil ambulans, dan paramedis yang tiba beberapa menit kemudian langsung memberikan pertolongan kepada Jisoo. Mereka berusaha menstabilkan kondisinya sebelum membawanya ke rumah sakit, namun situasinya sangat kritis.

Chaeyoung terus menangis, memohon agar Jisoo tetap hidup.
.
.
.

Langit di luar rumah sakit masih gelap ketika Chaeyoung akhirnya tiba di ruang tunggu, wajahnya pucat dan matanya merah karena terlalu banyak menangis. Dia duduk di salah satu kursi, tubuhnya gemetar tak henti. Lisa yang sudah tiba lebih dulu menghampiri dan langsung duduk di sebelahnya, mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Chaeyoung yang dingin dan gemetar.

"Chaeyoung, kau harus tenang," ucap Lisa lembut, mencoba menenangkan sahabatnya.

Namun, bagaimana mungkin Chaeyoung bisa tenang? Di dalam ruang operasi itu, orang yang paling dicintainya sedang bertarung dengan maut. Pikirannya kacau, dipenuhi bayangan akan kehilangan Jisoo, sesuatu yang tak pernah ingin dia bayangkan sebelumnya. Setiap detik menunggu terasa seperti seabad, menambah beban di hatinya yang sudah rapuh.

Lisa tahu betapa beratnya situasi ini bagi Chaeyoung. Jisoo sempat menghubunginya dalam perjalanan menuju gudang tua itu, ia sempat menyuruh Lisa untuk menghubungi polisi dan memberitahu situasi sebenarnya. Itu sebabnya, polisi bisa tiba tepat waktu dan menangkap Jaehyun. Meski begitu, perasaan takut dan cemas tetap menyelimuti hatinya, apalagi melihat Chaeyoung yang seolah terjebak dalam ketakutan yang mendalam.

"Kita harus percaya pada dokter dan tim medis. Mereka pasti melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan Jisoo," lanjut Lisa, meskipun dia tahu kata-katanya mungkin tidak banyak membantu.

Chaeyoung tidak merespons, matanya masih terpaku pada pintu ruang operasi, menunggu dengan gelisah dan tak henti memohon dalam hati agar Jisoo selamat. Lisa menghela napas panjang dan meremas tangan Chaeyoung lebih erat, mencoba memberikan sedikit kekuatan meski dia sendiri juga merasa cemas.

Waktu berlalu begitu lambat, setiap menit terasa seperti sebuah abad bagi Chaeyoung. Rasa cemas dan takut yang menghantui hatinya semakin besar seiring berjalannya waktu. Dia tidak bisa membayangkan hidupnya tanpa Jisoo. Sosok yang selalu ada untuknya, yang selalu melindunginya, bahkan hingga saat ini, mempertaruhkan nyawanya demi keselamatan Chaeyoung dan anak mereka.

Ketika akhirnya pintu ruang operasi terbuka, Chaeyoung segera berdiri, hatinya berdegup kencang. Seorang dokter keluar, masih mengenakan masker dan penutup kepala. Ekspresi wajahnya sulit dibaca, membuat Chaeyoung semakin cemas. Dia hampir berlari menghampiri dokter tersebut, tidak bisa lagi menahan rasa takutnya.

"Dokter, bagaimana keadaannya? Bagaimana Jisoo?" tanya Chaeyoung dengan suara yang bergetar, tangannya gemetar karena ketegangan yang tak tertahankan.

Dokter tersebut melepas maskernya, menunjukkan wajah yang lelah dan penuh tekanan. "Kondisi Jisoo sangat kritis. Dia kehilangan banyak darah, dan meskipun kami berhasil menghentikan pendarahan, kondisinya masih sangat tidak stabil."

Dunia Chaeyoung seolah runtuh mendengar kata-kata dokter tersebut. "Apa... apa dia akan bertahan?" suaranya hampir hilang, seolah setiap kata adalah beban yang tak tertahankan.

Dokter itu ragu sejenak sebelum menjawab, "Kami sudah melakukan yang terbaik, tetapi kemungkinan untuk bertahan... sangat kecil."

Kata-kata itu bagaikan pukulan keras bagi Chaeyoung. Kakinya terasa lemas, dan air mata yang sejak tadi ditahan akhirnya tumpah. "Tidak... tidak mungkin..." Chaeyoung meratap, tubuhnya bergetar hebat.

Our Sins || Chaesoo [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang