42. Permaisuri Arutala

7 1 0
                                    

Usai menangis cukup lama hingga rasa lelah dan kantuk menyerang bersamaan, Kirana akhirnya terlelap, dengan kelopak mata yang tertutup tetapi masih menitikkan air mata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Usai menangis cukup lama hingga rasa lelah dan kantuk menyerang bersamaan, Kirana akhirnya terlelap, dengan kelopak mata yang tertutup tetapi masih menitikkan air mata. Ia meringkuk dalam keheningan malam, ditemani kesedihan yang menyelimuti karena rindu yang begitu dalam.

Saat membuka mata, Kirana mendapati dirinya di suatu tempat yang tidak memiliki batas maupun ujung, Niskala Jiwaraga. Di tempat inilah jiwa Chandra dan Kirana bertemu setiap, saat raga yang mereka tempati tertidur.

Malam ini, Kirana datang dengan hati yang berat, dan wajahnya tak mampu menyembunyikan kesedihan yang mendalam itu. Ketika ia melihat Chandra, tangisnya langsung pecah.

Chandra menatap Kirana dengan cemas. Ia jelas panik, melihat Kirana yang datang langsung menangis seperti itu. "Apa yang terjadi, Kirana? Apa kamu sakit?"

Kirana menatap Chandra, bulir-bulir bening mengenang di pelupuk matanya yang memerah. Dengan suara bergetar, ia mulai bercerita. "Aku ... aku bertemu seseorang hari ini. Dia sangat mirip dengan Sandra. Wajahnya, tatapannya, bahkan senyumnya. Kau tahu apa yang paling mengejutkan, Chandra? Ternyata wanita itu adalah permaisuri dari negeri ini. Aku pikir, mungkin adikku itu juga ikut bertransmigrasi bersamaku. Aku merasa kembali terjebak dalam kesedihan yang tak berujung. Aku rindu pada keluargaku, Chandra. Aku ingin pulang dan memeluk keluargaku."

Tangis Kirana akhirnya pecah, ia tak mampu lagi menahan beban yang selama ini disembunyikannya. Setiap kenangan akan keluarganya, setiap detik yang ia habiskan bersama mereka, kini kembali menghantuinya dengan rasa sakit yang mendalam. Rindu itu menggerogoti hati, membuatnya merasa kosong dan hampa.

Melihat Kirana seperti ini, Chandra tak mampu berkata-kata lagi. Tanpa pikir panjang, ia menarik Kirana ke dalam pelukannya, merasakan tubuh Kirana yang gemetar di bawah genggamannya. 

"Aku tidak tahu harus bagaimana, Kirana. Aku tidak pandai mengatakan sesuatu yang bisa membuatmu tenang, tapi yang bisa kulakukan saat ini adalah menjadi tempat untukmu menangis. Jadi menangislah, Kirana. Menangislah sepuasmu," bisiknya, mencoba menenangkan gadis yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri.

Kirana menangis tersedu-sedu di pelukan Chandra. Tangisannya menggema dalam kesunyian Niskala Jiwaraga, terdengar begitu pilu dan rapuh. Chandra membiarkan Kirana meluapkan semua perasaannya, karena ia yang paling tahu bagaimana Kirana menanggung semua bebannya selama ini sendirian. Chandra sendiri telah melihat segala sisi dari kehidupan yang Kirana jalani selama ini. Ia pun memahami bahwa Kirana adalah gadis malang yang begitu rapuh meski berusaha tampak kuat di luar.

Setelah beberapa waktu, tangisan Kirana mulai mereda. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Dalam pelukan Chandra, ia merasa sedikit lebih baik. Meskipun perasaan rindu itu masih ada, namun rasa tenang perlahan merasuk ke dalam hatinya.

"Kirana," panggil Chandra lembut, "Kau tidak sendirian. Bukankah aku selalu ada bersamamu? Jika kau mau, aku bisa menggantikan posisimu lagi seperti dulu, supaya kau tak perlu merasa sedih seperti ini."

SELENOPHILE (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang