80. Masa Lalu Wira (2)

3 1 0
                                    

Rakyat berdiri di sepanjang jalan, ingin melihat pahlawan yang membawa kemenangan bagi Arutala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rakyat berdiri di sepanjang jalan, ingin melihat pahlawan yang membawa kemenangan bagi Arutala. Saat Wira melintas, sorak sorai menggema di udara, mengiringi langkah kudanya. Namun, semua itu tak berarti apa-apa baginya. Wira tetap menjaga wajahnya datar, tanpa sedikit pun emosi, seolah jarak yang ditempuhnya selama ini hanya membuat hatinya semakin jauh dari semua yang ada di hadapannya.

Setidaknya, itulah yang terjadi pada Wira, sampai akhirnya dia melihat sosok yang membuat perasaannya seketika menjadi lebih tenang. Chandra, satu-satunya yang benar-benar peduli padanya, berdiri menyambut dengan senyuman yang memancarkan kehangatan.

Rambut hitam panjangnya tergerai indah, melambai lembut ditiup angin sore. Gaun biru mudanya bergerak mengikuti irama angin, membuatnya tampak seperti lukisan yang hidup. Wajahnya berseri penuh kebahagiaan, menunggu Wira mendekat.

Saat Wira tiba di depan tangga, Chandra tak lagi peduli pada tata krama istana. Dengan langkah penuh semangat, ia berlari menuruni anak tangga, membiarkan kebahagiaannya mendahului segala aturan yang pernah ia patuhi.

"Kakak! Aku senang, kau benar-benar kembali!" Chandra menyambutnya dengan suara riang. Matanya berbinar-binar, seolah tidak ada yang lebih penting dari momen ini.

Wira tertegun, langkahnya seolah membeku ketika Chandra tiba-tiba memeluknya erat. 

"Tidak, Tuan Putri ...." Wira berkata pelan, berusaha melepaskan diri dengan hati-hati. "Tubuh saya penuh debu dan keringat. Saya tidak ingin—"

"Aku tidak peduli," sela Chandra sambil menggeleng tegas, tanpa berniat melepaskan pelukannya.  "Aku sangat merindukanmu, Kakak. Senang bisa bertemu lagi setelah sekian lama!"

Seorang dayang istana bergegas menghampiri Chandra, raut wajahnya terlihat khawatir atas tindakan sembrono yang baru saja dilakukan oleh tuannya. 

"Yang Mulia, mohon untuk menjaga sikap Anda. Banyak mata yang memperhatikan. Saya tidak ingin reputasi Yang Mulia jadi buruk karena hal seperti ini," kata dayang tersebut, memperingati dengan tujuan yang baik.

Wajah cerah Chandra mendadak meredup, menyiratkan kesedihan yang tak bisa ia sembunyikan. Ia hanya ingin menyambut kedatangan kakak yang sudah lama dirindukannya. Mengapa hal sederhana seperti itu harus menjadi masalah?

Sebelum Chandra sempat membuka mulut untuk membalas, Wira lebih dulu berbicara. "Tidak apa-apa, Tuan Putri. Saya akan menemui Anda nanti."

Tatapan mata Chandra terlihat kecewa. Namun, dia memilih untuk menuruti perkataan Wira. 

"Baiklah," jawab gadis kecil itu terdengar lirih. 

Wira kemudian menoleh ke dayang itu. "Bawa Tuan Putri ke kamarnya dan pastikan dia beristirahat."

Dayang itu membungkuk sopan, lalu dengan lembut menggiring Chandra menjauh. Sesekali, Chandra menoleh ke arah Wira, tapi ia tetap melangkah pergi dengan hati yang masih dipenuhi rasa rindu.

SELENOPHILE (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang