🍂 DUA PULUH LIMA 🍂

104 14 0
                                    

Terasa canggung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terasa canggung. Entah karena mereka berdua tidur di satu ranjang yang sama, atau karena kehadiran Ghia di tengah-tengah mereka. Mendadak Naya merasa mereka bertiga seperti keluarga kecil yang terbentuk tiba-tiba.
      
"Kenapa masih belum tidur? Kau sudah menggenggam tanganku sekarang."
      
"Memang. Tapi rasanya cukup aneh." Gumam Naya. Matanya menatap langit-langit kamar Naka yang ternyata lebih luas dari kamar mereka berdua.
      
"Apanya yang aneh?"
     
"Jika tengah begini, aku merasa kita seperti keluarga kecil yang terbentuk tiba-tiba. Rasanya mendebarkan. Juga cukup menggelitik."
      
"Apa terasa menyenangkan juga?" Sekarang Naka sepenuhnya menatap sisi wajah Naya.
      
"Mungkin?" Gumam Naya tak yakin. Netra coklatnya balas menatap netra hitam pekat Naka.
     
"Kalau begitu anggap saja kita begitu. Keluarga kecil yang terbentuk tiba-tiba. Lalu tidur lah. Kau butuh istirahat My Dearest."
      
Naka melepaskan tautan tangan mereka. Beralih menutup kedua mata Naya dengan telapak tangan besarnya. "Mimpi indah Kanaya."
      
Perlahan, Naya mulai memejam damai. Salam tidur Naka bagai sihir untuknya. Dirinya mendadak meras kantuk.

🍂🍂🍂

Cahaya matahari yang menerobos menembus kaca balkon yang tak tertutupi gorden menyilaukan netra Naya yang baru terbuka sedikit. Cahaya itu terasa hangat. Namun pelukan di tubuhnya berjuta-juta kali terasa lebih hangat.
      
Naya menguap kecil. Sambil sedikit merenggangkan otot tubuhnya yang terasa sedikit kaku. Wajahnya menunduk. Menatap sosok mungil yang memeluk perutnya dengan erat. Ini kali pertama dirinya disambut pelukan hangat anak kecil sebangunnya dari tidur.
      
"Sudah bangun?"
      
Suara Naka menarik perhatiannya. Keningnya mengerut bingung melihat Naka sudah rapih dengan setelan jas kantornya. Tak lupa dasi merah marun yang melilit lehernya dengan rapih.
      
"Kau mau kemana? Kenapa sudah rapih sekali pagi-pagi?"
      
"Aku harus menghadiri meeting. Mungkin akan kembali sore hari. Tak apa aku titip Ghia bersamamu?" Naka berjalan mendekat, lalu duduk di tepi ranjang setelah menutup rapat pintu kamar.
      
"Lalu bagaimana dengan Ghia? Katanya dia harus pulang hari ini juga?"
      
"Aku akan mengantarnya pulang nanti malam. Selagi aku pergi habiskan waktumu dengannya sebaik mungkin."
      
"Ada apa dengan ucapanmu? Kau terdengar seperti aku tidak bisa lagi bertemu dengan Ghia." Sungut Naya. Merasa sangat terusik dengan pesan Naka padanya.
      
"Tidak ingin mengantarku ke depan? Aku akan pergi seharian."
      
Naya mencebik jengah. Walaupun begitu kakinya tetap turun dari kasur. Lalu melangkah keluar kamar mendahului Naka.
      
"Kau mau kemana My Dearest?"
      
Langkah kaki Naya berhenti. Tubuhnya sedikit menyerong menatap gemas pada Naka yang menatapnya dengan raut wajah bingung. "Tadi kau memintaku untuk mengantarmu kan? Kalau tidak jadi ya sudah."
      
"Tunggu-tunggu!" Seru Naka saat Naya mulai melangkah kembali menuju kasur. "Kau ini cepat sekali berubah pikiran. Ayo, antar aku. Dan berikan salam perpisahan yang manis untukku."
      
Naka berjalan. Merengkuh pinggang Naya, lalu memeluknya posesif. Kakinya kembali melangkah keluar kamar. Meninggalkan Ghia yang masih tertidur di tengah kasur. Dihalangi dengan beberapa bantal yang mengelilingi tubuh anak itu agar tak terjatuh ke lantai.
      
"Ingin kubawakan sesuatu nanti?" Tanya Naka disela langkah mereka menuruni satu persatu undakan anak tangga.

Time Travel: Wave Of Life Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang