Rani menyusuri sudut demi sudut untuk mencari tempat tinggal sahabatnya Maryam mereka benar – benar lost contact setelah Rani dan keluarganya pindah ke malang, belasan tahun silam. Ia telah mendatangi lokasi tempat tinggal mereka dulu, namun nihil kedua rumah itu sudah diisi oleh penghuni lain, dan tak ada yang tahu dimana alamat baru Maryam.
“Pak kita kembali ke butik saja,” ucapnya pada supir. Mobil sedan silver itu pun melaju kembali ke arah sebelumnya. Pikiran Rani mengawang jauh ke 15 tahun lalu dimana hari – hari dua wanita itu mereka habiskan hampir selalu bersama, beli sayur, jalan kepasar, ajak main anak – anak mereka selalu bersama.
Sampai di butik ia segera disibukkan oleh beberapa pesanan Khusus sehingga sejenak bisa meredam keresahannya sementara.
Sama halnya dengan Ayesha yang hari ini kembali menyibukkan dirinya dengan berbagai jurnal dan buku – buku tebal yang tentunya berbahasa asing untuk publikasinya. Ia memilih jalur publikasi jurnal untuk jenjang akhirnya. Suara merdu tuts keyboard serta sentakan sentakan kertas sedikit mewarnai suasana hening.
“Ayesha bentar mampir jajan yuk, apa gituu,” ucap Sany di tengah keriwetan mereka.
“Boleh San kamu ada rekomendasi nggak?” tanya Ayesha.“Ada sih, nggak jauh jauh banget cafe tapi ini daerah atas gitu kamu pasti suka deh konsepnya outdoor dan langsung terpampang pemandangan yang Asri banget, masih jarang sih yang tau tempat ini,”
“Em keknya boleh di coba nih, yaudah abis ini kita jalan kesana nanti aku anterin kamu pulang,” jawab Ayesha.
“Horee asik, Thank you Sya,” balas. Ayesha mengangguk sambil menyunggingkan senyum.
Mereka berdua kembali fokus mengerjakan tugas masing – masing hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan waktu Azhar. Keduanya kompak menutup laptop dan bersiap – siap pergi dan seperti biasa Sany yang notabenenya Non Muslim setia menunggu temannya ini di depan Masjid sampai Ayesha menyelesaikan kewajibannya.
...
“Sya Btw kemarin aku liat kamu ngomong sama Pak Faiz, ada apa kok kayak serius banget,” Tanya Sany tiba – tiba. Ayesha yang tengah sibuk di balik kemudi cukup terkejut.“ Ohh katanya gantungan tas ku sama dengan punya sahabatnya dulu, itu aja sih dan mungkin kebetulan aja sama dengan punyaku,” jawab Ayesha.
“Emm gitu, Siapa tau memang kamu Sya sahabatnya pak Faiz, mayan lo udah ganteng, pinter lagi,” ucap Sany mencoba menggoda Ayesha.
Gadis di sampingnya itu hanya terkekeh “ Nggak lah, walaupun nggak ada yang mungkin ya tapi aku nggak mikir sampe situ,” jawabnya.
“Hmm Sya, Sya kamu ngga berubah ya, kamu tetap kekeh sama pendirianmu, ini yang aku salut sama kamu,” ucap Sany. Gadis itu adalah sahabat Ayesha saat bersekolah di salah satu SMA di malang, akhinya mereka bertemu lagi di jogja setelah Ayesha memutuskan pindah beberapa bulan lalu.
“Dan kamu juga nggak berubah, tetap aja jail,” ucap Ayesha. Hanya di balas cengiran khas oleh gadis berlesung pipi itu.
“Belok kiri Sya,” ucap Sany mengarahkan. Ayesha mengikuti arahan dari temannya. Benar kata Sani suasana di cafe ini sangat sejuk dan asri karena berada di tengah pedesaan yang mayoritas penduduknya ialah petani, bentangan hijau dan warna warni tanaman terbentang sejauh mata memandang.
“Masuk aja yuk Sya, bentar kita foto – foto disini,” ucap Sany di angguki Ayesha.
Mereka kemudian menaiki undakan tangga menuju cafe tersebut, mereka duduk di spot yang pemandangannya langsung pada perkebunan bunga warga sekitar. Ayesha memesan hot coklat dan choco cornel sany memesan Matcha latte dan Raspbery pancake serta satu paket kentang goreng untuk mereka bedua nikmati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teratai Biru
Teen FictionDi kota Yogyakarta yang kaya akan budaya dan sejarah, Faiz, seorang dosen muda yang penuh semangat, menjalani kehidupannya dengan baik. Ia memiliki segudang impian dan passion dalam mengajar, tetapi ada satu hal yang mengganjal di hatinya: sahabatny...