Di malam yang hening, Ayesha bangkit dari tidurnya. Jam di dinding menunjukkan sepertiga malam telah tiba. Setelah hari yang penuh dengan aktivitas, ia merasa hatinya berat. Perasaan gelisah terus menghantui sejak ia bertemu Faiz di parkiran kampus dan berbincang dengan Ummi Maryam dan Aira. Nama Faiz yang disebut-sebut dalam perbincangan itu membuat perasaannya berkecamuk. Ayesha bingung, tak tahu apa yang terjadi dengan dirinya.Dalam keheningan malam, Ayesha melangkah perlahan menuju tempat wudhunya. Air dingin yang menyentuh kulitnya memberikan kesegaran dan ketenangan. Setelah selesai berwudhu, ia berdiri di atas sajadahnya, mengenakan mukena, dan bersiap untuk menunaikan sholat tahajjud. Malam itu, doanya terasa lebih khusyuk dari biasanya. Ia merasa ada yang harus ia serahkan sepenuhnya kepada Allah.
Saat ia berdiri tegak untuk melafalkan takbir, hatinya masih terasa berat. Nama Faiz kembali muncul di benaknya, tetapi ia segera beristighfar, meminta perlindungan dari segala perasaan yang tidak seharusnya. Satu per satu rakaat ia jalani, seakan tiap sujudnya membawa sedikit beban dari hatinya, melepaskannya kepada Sang Maha Kuasa.
Setelah menyelesaikan rakaat terakhirnya, Ayesha duduk di atas sajadah, kedua tangannya terangkat dalam doa. Dengan penuh kesungguhan, ia mulai berbicara kepada Allah.
Ayesha (dalam doa, suaranya pelan namun penuh harap):
"Ya Allah... Hamba mohon petunjuk-Mu. Di dalam hati ini, hamba merasa gelisah, tak tahu apa yang mengganggu. Jika ada sesuatu yang salah dalam perasaan hamba, maka luruskanlah. Hamba ingin menjaga hati ini hanya untuk-Mu, ya Allah... Jangan biarkan hamba mencintai apa yang tidak Engkau ridhoi. Berikan hamba kekuatan untuk menahan diri, agar tidak terjebak dalam perasaan yang salah."Air mata mulai membasahi pipinya. Ayesha merasa hatinya terbelah, antara rasa penasaran tentang Faiz dan keinginannya untuk tetap menjaga kesucian hatinya hanya untuk Allah. Ia tahu bahwa cinta kepada Allah harus diutamakan di atas segalanya, namun mengapa perasaannya kepada Faiz begitu membingungkan?
Ayesha (dalam doa, semakin khusyuk):
"Ya Rabb, jika perasaan ini bukan dari-Mu, maka hilangkanlah. Tapi jika Engkau telah menuliskan sesuatu yang lebih besar di balik semua ini, berikan hamba kesabaran untuk menunggu. Hamba mohon, jangan biarkan hati ini tergoda oleh hal-hal duniawi. Hamba ingin menjadi hamba yang setia kepada-Mu, bukan kepada manusia."Doanya semakin lirih, tetapi air matanya terus mengalir. Ia tahu, hanya dengan mendekat kepada Allah hatinya bisa benar-benar tenang. Setelah mengakhiri doanya, Ayesha tetap duduk dalam diam, menatap ke luar jendela, merenung. Ia ingin percaya bahwa Allah akan memberikan petunjuk yang jelas suatu saat nanti, tetapi untuk sekarang, ia harus fokus menjaga dirinya tetap teguh di jalan-Nya.
***
Di tempat lain, Ayna juga terjaga di malam yang sunyi. Di dalam kamarnya, ia duduk di atas sajadah dengan tubuh yang bergetar karena tangis. Setiap malam sejak kepulangannya dari Mesir, Ayna selalu merasa resah. Penantiannya akan Faiz semakin lama semakin membuatnya gelisah. Ia tidak tahu apakah Faiz akan benar-benar menjadi jodohnya, meskipun hatinya telah lama yakin bahwa dialah yang ditakdirkan untuknya.
Ayna menatap sajadah di depannya. Ia sudah melakukan segala cara agar tetap tenang, tetapi hatinya tetap saja dipenuhi oleh keraguan. Malam ini, ia kembali mencari ketenangan dalam doa, berharap Allah akan memberinya kekuatan untuk menghadapi penantian ini. Ia memulai sholat tahajjud dengan penuh harap, melaksanakan setiap gerakan dengan perlahan, seakan ia ingin setiap detik malam ini dipenuhi oleh rasa dekat dengan Sang Pencipta.
Setelah menyelesaikan sholatnya, Ayna mengangkat kedua tangannya, menangis tanpa henti di hadapan Allah. Doanya dipenuhi oleh kerendahan hati dan permohonan akan ketetapan-Nya.
Ayna (dalam doa, suaranya serak karena tangis):
"Ya Allah... Jika Faiz adalah jodoh yang telah Engkau tetapkan untuk hamba, maka tetapkanlah hati ini untuknya. Berikan hamba ketenangan dalam penantian ini, agar hamba tidak merasa goyah dan ragu. Tapi jika bukan dia yang terbaik untuk hamba, hamba mohon, jauhkanlah perasaan ini dari hati hamba."
KAMU SEDANG MEMBACA
Teratai Biru
Teen FictionDi kota Yogyakarta yang kaya akan budaya dan sejarah, Faiz, seorang dosen muda yang penuh semangat, menjalani kehidupannya dengan baik. Ia memiliki segudang impian dan passion dalam mengajar, tetapi ada satu hal yang mengganjal di hatinya: sahabatny...