Chapter 9 - Gundah

7 2 7
                                    

Satu pekan berlalu sejak kejadian tak terduga di butik Zhanita, namun perasaan Faiz, Ayna, dan Ayesha tetap berputar dalam kebingungan. Ketiganya berusaha melanjutkan hidup seperti biasa, namun bayang-bayang pertemuan itu seakan mengintai setiap langkah mereka.

Ayna, yang pada awalnya merasa begitu bahagia dengan kehadiran Faiz di butik, kini mulai merasakan kegelisahan yang terus menghantuinya. Ada sesuatu yang berbeda pada tatapan Faiz terhadap Ayesha, sesuatu yang tak bisa dia abaikan. Sepanjang perjalanan pulang waktu itu, Ayna tak bisa menepis perasaan aneh yang merayap di hatinya. Walaupun ia mencoba untuk tidak terlalu memikirkan hal itu, bayangan Faiz yang terkejut saat melihat Ayesha terus bermain di kepalanya. Bahkan dalam keheningan malam, ia sering terjaga, merasa gelisah, dan mempertanyakan kesungguhan Faiz. Ada keraguan yang ia takuti, namun Ayna berusaha menepisnya dengan keyakinan bahwa mungkin semua ini hanyalah ketidakpastian sementara.

Sementara itu, Ayesha berusaha mengalihkan pikirannya dengan bekerja. Pekerjaan di butik dan penelitian untuk diseminasi yang akan datang menjadi pelariannya. Namun, tak jarang, di tengah kesibukannya, pikirannya melayang kembali pada Faiz. Perasaan yang dulunya pernah ia simpan dalam-dalam kini perlahan mencuat kembali. Setiap kali ia memikirkan Faiz, ada perasaan aneh di dadanya — semacam getaran halus yang ia takuti. Namun, Ayesha selalu berusaha menepisnya, mengingatkan dirinya bahwa ini semua adalah bagian dari masa lalu yang sudah selesai.

Dan Faiz? Dia berada di tengah pusaran paling membingungkan. Setelah bertemu kembali dengan Ayesha, hatinya terus bergejolak. Ada sesuatu tentang Ayesha yang tidak bisa ia abaikan. Wajah Ayesha, kehadirannya, dan tatapan mereka di butik — semua itu membuatnya semakin bingung tentang perasaannya. Di satu sisi, Ayna adalah perempuan yang telah dijodohkan dengannya, dan ia merasa harus bertanggung jawab atas hubungan itu. Namun, di sisi lain, bayangan Ayesha terus menghantuinya.

Suatu malam, setelah semua kegelisahan itu tak lagi bisa ia tahan, Faiz akhirnya memutuskan untuk berbicara dengan ibunya, Maryam. Malam itu, rumah keluarga Faiz dalam suasana tenang. Aira sudah masuk ke kamarnya, dan ayahnya sedang pergi untuk urusan pekerjaan. Faiz duduk di ruang tamu, merasa berat dengan perasaan yang menghimpit dadanya. Ibu Faiz, Maryam, tengah bersantai di kursi sebelahnya, melihat anaknya yang tampak begitu tidak tenang.

"Faiz, ada apa? Sejak beberapa hari ini kamu kelihatan tidak seperti biasanya," tanya Maryam, suaranya lembut namun penuh perhatian. Ia bisa merasakan kegelisahan anaknya bahkan dari gerak tubuh Faiz yang tidak biasa.

Faiz terdiam sejenak, mencoba merangkai kata-kata. Rasanya terlalu berat untuk diungkapkan, namun ia tahu ia harus bercerita. "Ummi... ada yang ingin aku bicarakan," katanya pelan, menatap ibunya dengan sorot mata yang penuh keraguan.

Maryam duduk lebih tegak, memberikan seluruh perhatiannya pada Faiz. "Apa itu, Nak? Ceritakan saja. Jangan simpan sendiri."

Faiz menarik napas panjang, mencoba menenangkan hatinya yang bergemuruh. "Ini soal... Ayna dan Ayesha," ucapnya, pelan namun mantap.

Ibunya terdiam sesaat, seakan menunggu penjelasan lebih lanjut. Faiz mengalihkan pandangannya ke arah jendela, melihat ke luar ke malam yang gelap. "Ummi sejak ketemu Ayesha lagi... aku merasa ada sesuatu yang belum selesai. Aku tahu aku sudah dijodohkan dengan Ayna, dan aku harus menerima itu. Tapi setiap kali aku lihat Ayesha, perasaan aneh ini muncul. Seolah-olah ada sesuatu yang tertinggal di masa lalu kami."

Maryam mendengarkan dengan sabar, tak ingin memotong pembicaraan Faiz. Ia mengerti bahwa anaknya sedang dalam dilema besar.

"Di satu sisi, aku tahu aku harus maju dengan Ayna. Dia perempuan yang baik, dan keluarganya pun baik. Tapi di sisi lain, ada Ayesha... Aku nggak tahu kenapa perasaanku ke Ayesha ini semakin kuat. Aku nggak paham, Bu. Apa aku hanya bingung karena pertemuan kami yang mendadak, atau memang ada sesuatu di antara kami yang belum selesai?" lanjut Faiz, suara beratnya menggambarkan beban yang ia rasakan.

Teratai BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang