- Chapter 1

77 9 2
                                    


— Pandangan pertama apakah akan menjadi yang terakhir? —

"Baik, kelas akan saya akhiri, tolong diingat deadline tugasnya ya," ucap dosen pria paruh baya itu, menyudahi sesi kelas hari ini dengan nada tegas namun bersahabat.

Raphaelle segera menutup laptopnya, memasukkan perangkat itu dengan hati-hati ke dalam tote bag merah muda bermotif coquette yang sedang nge-tren di kalangan anak muda. Sementara itu, suasana kelas mulai sedikit gaduh, dengan suara mahasiswa yang bersiap-siap meninggalkan ruangan.

"El, nanti mau makan di mana nih?" tanya Megan, sahabatnya yang duduk di belakangnya sambil membereskan barang-barangnya.

Raphaelle menoleh, tersenyum kecil, "mau ke mie ayam Rojo nggak? Lagi ngidam banget nih," katanya sambil menepuk-nepuk perutnya, mencoba menahan lapar yang sudah mulai terasa.

"Boleh, skuy gaskeunn," jawab Megan antusias. Dengan cepat, Megan berdiri, lalu menggandeng tangan Raphaelle, menariknya untuk segera beranjak dari tempat duduk. Namun, Raphaelle tertawa kecil dan berkata, "Sabar woi, belum juga nutup tas!" protesnya, setengah berteriak sambil tersenyum lebar.

Setelah membereskan semua barangnya, Raphaelle bangkit dari kursinya, lalu bersama Megan, mereka berjalan keluar kelas dan melangkah menuju gerbang universitas yang ramai. Angin sore Surabaya yang panas menyambut mereka, namun tidak mengurangi semangat kedua sahabat itu.

Raphaelle kuliah di salah satu universitas ternama di Surabaya, sebuah pencapaian besar baginya yang memperoleh full beasiswa di sana. Beasiswa itu tidak datang semata-mata karena ia adalah anak yatim, tapi berkat prestasi akademiknya yang gemilang dan kecerdasan yang luar biasa.

•••

"El, kamu besok free nggak?" tanya Megan, sambil menyeruput es teh manisnya dengan nikmat. Mereka kini sudah duduk di warung mie ayam Rojo, menikmati makanan favorit mereka.

Raphaelle mengaduk es teh segar di hadapannya, berpikir sejenak sebelum menjawab. "Kayaknya ngga deh, aku harus lanjutin project translate sebelum deadline. Lagi padat banget nih, kenapa emang?" tanyanya sambil memiringkan kepala, penasaran dengan ajakan Megan.

"Aku mau ngajak kamu ke pasar malam baru di daerah barat. Katanya banyak koko-koko ganteng, loh! Ayolah, please!" Megan mencoba membujuk dengan memasang wajah melas, berharap Raphaelle luluh dengan tawarannya.

Namun, Raphaelle hanya menatapnya dengan datar, tak terpengaruh dengan rayuan itu. "Cowok ganteng? Emang kenapa kalau ada? Paling acaranya gitu-gitu aja, ngebosenin," gumamnya dalam hati, sambil terus menyeruput es teh manisnya yang sudah hampir habis.

Megan yang tak menyerah, menenggor bahu Raphaelle, "woi, bengong aja! Ayooo gas!" serunya dengan ekspresi manyun, berharap bisa membuat Raphaelle berubah pikiran.

Raphaelle tersedak sedikit karena terkejut dengan dorongan Megan. "Ya udah, kita liat besok aja deh. Kalau project-ku selesai lebih cepet, aku ikut. Kalau nggak ya, nggak ikut. Wleee," balas Raphaelle sambil menjulurkan lidahnya dengan bercanda.

"Ah, nyebelin!" gerutu Megan, meski ia tahu Raphaelle sering kali menepati janjinya.

•••

Raphaelle sampai di apartemen studionya yang berada di lantai 35. Dia menyodorkan pass kamarnya lalu membuka knop pintu dan masuk ke dalam.

Raphaelle berjalan menuju sofa, menaruh totebagnya di atas meja depan sofa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Raphaelle berjalan menuju sofa, menaruh totebagnya di atas meja depan sofa. Dirinya berbaring di atas sofa, menutup mata dan menghela napas sesekali.

"Masih ada 3 project yang belum selesai, satu project ada yang deadlinenya minggu ini, 4 hari lagi, gila."

"Tapi lumayan sih, 3 project bayarannya 5 juta, bisa buat nambah tabungan," imbuhnya.

Raphaelle bekerja sejak 16 tahun sebagai translator. Dia memulai karirnya sejak belia karena guru bahasa inggrisnya yang mengenalkan dia pada dunia kerja.
Pada saat itu, Raphaelle hanyalah gadis kecil lugu yang berusaha untuk menambah uang hidup dengan berbagai cara.
Mulai dari membantu bekerja di kantin, membantu tetangga berjualan kue kukus, bahkan sampai membantu di kafe orang tua Megan.

Guru bahasa inggrisnya waktu itu, Sir Fred, merasa kasihan kepada Raphaelle yang sebegitunya mencari uang. Setelah dia lihat bahwa Raphaelle selalu mendapat nilai 100 di kelasnya, dia memutuskan ingin membantu gadis malang itu.

•••

Raphaelle selesai mandi dan sikat gigi, kini dia mengumpulkan niat untuk membuka laptopnya dan mulai mengerjakan project penghasil uang jajannya itu.

Dia duduk di lantai, meletakkan laptop di atas meja sofa dan membukanya. Kini waktunya dia fokus mengerjakan project translate pentingnya itu.

Sejak jam 8 hingga 11 malam dia sibuk menatap layar laptopnya sambil mengetik.
Apartemen Raphaelle sungguh sunyi, tidak sedikitpun terdengar ada suara manusia dari dalam maupun luar.
Raphaelle juga tidak menyalakan satupun lagu sejak tadi.
Terkadang hanya terdengar samar-samar klakson saat jam 8 hingga jam 9 tadi. Namun karena sekarang sudah cukup malam, yang ada hanyalah suara sunyi.

Entah kenapa bisa ada manusia yang tahan dengan rasa sepi ini. Biasanya minimal seseorang akan menyalakan lagu kesukaannya atau lagu relax saat malam atau sendirian, namun tidak dengan Raphaelle.

Apa mungkin karena dia sudah biasa sendiri? Tidak ada yang menemani dia semenjak mama dan papanya meninggal 15 tahun lalu, dan neneknya 10 tahun lalu.

Dia sudah terbiasa sendiri.

Benar-benar sendiri.

•••

Tidak disangka, jam di dinding sudah menunjukkan pukul 12 malam. Ternyata project translate Raphaelle selesai malam ini.
Itu berarti bahwa besok Raphaelle bisa ikut Megan ke pasar malam besar di daerah Surabaya barat itu.

Mungkin Raphaelle ditakdirkan untuk healing sejenak besok. Bersama sahabatnya.

Dipikir-pikir, kapan terakhir kali mereka mengunjungi pasar malam? Mungkin 3 tahun lalu, saat mereka masih SMA.

Raphaelle beranjak dari duduknya dan meregangkan badannya hingga pinggang, bahu dan lehernya mengeluarkan bunyi pertanda jika badannya kaku.
Memang sudah waktunya untuk tidur.

Who's Love?  | Love and Deepspace FFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang