7. Insiden (2)

45 13 0
                                    

"Tolong hidup dengan bahagia, jangan membuatku khawatir."

***

Kaluna sudah mendapatkan indekos yang baru, letaknya 20 menit dari Universitas Indonesia, tidak terlalu jauh. Setidaknya masih bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Harga sewanya 850 ribu per bulan, memang cukup mahal untuk Kaluna tapi worth it karena ada fasilitas AC dan wifi dan ukuran kamarnya tidak terlalu sempit. Sepertinya Cila nyaman di tempat ini, karena begitu sampai ia langsung terlelap.

"Lo Kaluna yang dapat hukuman nyanyi di PKKMB kan?" ujar Fara, tetangga samping kamarnya Kaluna. Gadis itu cukup ramah dengan senyuman yang tak lepas dari bibirnya. "Gue Fara dari jurusan ilkom."

Kaluna hanya tersenyum kikuk, jujur saja ia canggung karena ada seseorang yang mengenalinya. "Iya, aku Kaluna."

"Lo rapi banget, mau ke mana?" tanya Fara penasaran karena ini udah malam tapi Kaluna malah mau pergi, apalagi di kamarnya ada bayi yang sedang tertidur. Masa mau ditinggal?

"Aku mau berangkat kerja, nggak enak aku udah izin beberapa hari. Aku juga kasihan sama Cila tapi aku nggak ada pilihan lain, selain ninggalin dia sebentar. Mudah-mudan dia nggak kebangun."

Fara terkejut mendengar ucapan Kaluna, sekaligus merasa iba. Ia tidak tahu hal berat apa yang dialami oleh gadis itu, tapi yang jelas Fara ingin membantunya. "Oke biar gue yang jaga aja si Cila. Susu sama popoknya ada kan? Gue punya keponakan jadi bisa urus bayi."

Sebuah senyuman merekah pada bibir Kaluna, ia tidak berekspektasi bahwa ada orang yang berinisiatif untuk membamtunya. "Terima kasih banyak, Far. Kalau aku udah gajian, aku traktir ya."

"Santai, lo hati-hati berangkatnya, udah malam."

Kaluna pun langsung berangkat ke stasiun naik ojek online yang telah ia order. Ya, Kaluna memang bekerja di club yang berada di kawasan Jakarta selatan, sehingga ia pulang-pergi menggunakan trasportasi KRL.

Fara tidak bertanya apa pekerjaan Kaluna, biarlah Kaluna sendiri yang menceritakannya jika ia ingin. Fara tidak ingin berburuk sangka, lebih baik sekarang ia menemani Cila.

***

"Kaluna, tolong antar minuman ini ke ruang VIP ya." Seorang bartender memerintahkan Kaluna selaku waiter.

Sebenarnya ada rasa trauma ketika Kaluna menginjakkan kaki di dunia malam, ia takut kejadian beberapa waktu lalu kembali terulang, kalau bukan karena Sena yang menolong, mungkin Kaluna sudah menjadi korban pemuas nafsu manusia jahat saat itu.

Kaluna menghela napas pelan, ia mengatur ritme jantungnya, dan meyakinkan dirinya sendiri bahwa dirinya hanya kerja, ia hanya ingin mendapatkan uang untuk hidup dirinya dan Cila. Gaji di club ini memang di atas UMR, dengan jam kerja hanya di malam hari. Jadi sangat worth it untuk dilakukan sambil kuliah.

Kaluna meletakkan minuman itu di hadapan para tamu VIP.

"Kamu cantik sekalu, mending kamu jadi sugar baby-nya saya. Semua biaya hidup kamu saya tanggung tanpa harus bekerja seperti ini, cukup kamu nurut dengan saya," ujar salah satu pria yang ada di sana. Usianya sekitar 40 tahunan.

Kaluna hanya tersenyum, kemudian ia langsung membalikkan badannya. Namun, pria itu mengejarnya, ia meraih tangan Kaluna. "Berapa harga kamu biar saya beli?"

Alunan musik disko sangat memekakan indra pendengaran tapi Kaluna bisa mendengar jelas ucapan pria itu yang membuatnya sakih hati. Kaluna memang bekerja di club, tapi sebagai waiter bukan sebagai wanita murahan.

Kaluna menghempaskan tangan pria itu dengan kasar. Namun, tenaga pria itu kuat, ia berusaha membawa Kaluna ke dalam pelukannya. Kaluna berusaha melawan tapi tenaganya tidak sekuat itu, tidak ada yang menolongnya saat ini, mereka yang melihat seperti tidak peduli, menganggap bahwa itu urusan mereka atau bahkan menganggap bahwa itu adalah lelucon.

"Lepas!" Kaluna menangis, ia takut. Tubuhnya sangat gemetar. Kaluna berusaha memberontak dengan sisa-sisa tenaga yang ia punya. Namun, pria itu tidak menyerah, ia ingin menyeret Kaluna ke room service.

Belum sempat semua itu terjadi, tiba-tiba ada serangan dadakan, tendangan tepat sasaran ke punggung pria itu. "Bangsat!"

Di saat Sena ingin menghajar, Elang langsung menahan. "Tahan emosi lo, bisa panjang urusan ya kalau lo berantem di sini." Elang menatap pria itu. "Mending lo pergi, sebelum muka lo babak belur."

Sena mengatur napasnya, kemudian ia menatap Kaluna yang sedang menangis. "Kaluna, gue antar lo pulang ya. Lo nggak bisa terus-terusan kerja di tempat ini."

Kaluna menggeleng dan menghapus air matanya. "Aku nggak bisa hidup kalau nggak kerja di sini." Kaluna hendak kembali bekerja, tetapi Sena langsung menariknya keluar dari club.

"Lo gila, Kaluna. Dua kali lo dalam keadaan bahaya, belum tentu gue selalu ada ketika lo butuh bantuan, Kaluna! Rezeki bisa datang dari mana aja, tapi bukan bekerja di tempat seperti ini. Ini bahaya buat lo, Kaluna."

Beberapa saat kemudian, Elang pun langsung menyusul Kaluna dan Sena. "Kalau lo mau, lo bisa kerja di kafe om gue sih, tapi emang jauh. Ada di Jakarta Barat. Kasihan kalau lo harus PP tiap hari Jakarta Barat-Depok."

Sena ikut menimpali. "Gue bakal bantuin lo, Kal. Tapi gue mohon lo jangan kerja di sini. Gue bakal cariin lo kerjaan yang lebih baik. Sekarang gue antar lo pulang."

Kaluna terdiam beberapa saat kemudian ia menolak ajakan Sena, ia tidak akan lupa dengan sikap Sena 3 tahun lalu. Sebaik apa pun Sena saat ini, tapi ia tidak akan lupa bahwa Sena adalah trauma terbesarnya. "Nggak, aku bisa naik KRL."

"Ya udah gue antar ke stasiun."

Lagi-lagi Kaluna menggeleng. "Nggak, aku bisa naik ojol." Kaluna pun segera membuka aplikasi di ponselnya, dan hanya membutuhkan waktu beberapa menit, driver ojek online berhenti di depan hadapan Kaluna.

"Hati-hati ya, Pak. Jangan ngebut," ujar Sena ke kepada driver-nya, yang hanya diangguki oleh pria tersebut.

Kaluna hanya menatap sekilas ke arah Sena dan Elang, tanpa mengucapkan kata terima kasih. Kemudian motor itu langsung melesat jauh, hingga pandangannya mengecil.

Elang menoleh ke arah Sena. "Lo cinta sama dia?"

Sena menggeleng. "Nggak, gue cuma merasa bersalah aja."

Elang mengedikkan bahunya, tidak terlalu mau ikut campur urusan pribadi sahabatnya sejak SMA ini. "Hm, mending kita have fun di dalam." Keduanya pun langsung masuk ke tempat terkutuk itu.

***

Gadis yang Memeluk LukanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang