10. Sahabat?

55 13 0
                                    

"Minimal kamu harus punya satu sahabat yang bisa menjadi pendengar yang baik, di saat kamu tidak baik-baik saja."

***

Kak Rani
Kaluna, kamu sekarang tinggal di mana? Aku mau ke sana

Kaluna yang baru selesai mandi, tidak pakai lama langsung membalas pesan dari seseorang yang selama ini dia tunggu.

Kaluna Isvara
/share location/
Aku udah shareloc ya, ditunggu kehadirannya

Kaluna menatap Cila yang saat ini sedang sedang terlelap setelah minum susu. "Cila, sebentar lagi mama kamu datang. Pasti kamu senang kan?" Gadis itu mengusap rambut Cila yang tipis, setipis harapan Kaluna untuk tetap bertahan hidup.

Sekitar 30 menit kemudian, Rani kembali mengirim pesan bahwa ia sudah sampai di depan indekos. Kaluna pun segera membukakan pintu dan mengizinkan Rani untuk segera masuk ke kamarnya.

Senyuman Rani mengembang saat melihat Cila baik-baik saja, ternyata Kaluna mengurus Cila dengan baik. Ia tidak salah memilih seseorang yang merawat putri kecilnya itu.

"Kaluna, sekarang aku mau nikah dan calon suami aku nggak mau kalau anak aku tinggal sama kami. Tujuan aku ke sini karena aku mau nitipin Cila sepenuhnya ke kamu, izinin Cila buat panggil kamu mama dan ketika Cila dewasa jangan pernah cerita tentang aku. Biarin selamanya Cila cuma tahu kamu adalah ibunya." Sebenarnya berat hati untuk Rani melepaskan Cila begitu saja, bayi empat bulan itu masih butuh sosok ibu kandung. Namun, keadaan yang memaksa Rani untuk memilih meninggalkan Cila, ia tidak bisa mengorbankan masa depannya.

Kaluna terkejut mendengar ucapan Rani. "Nggak, aku nggak bisa bisa merawat Cila. Aku sayang sama Cila, aku udah anggap Cila kayak adik aku sendiri, aku nggak bisa jadi mamanya. Aku masih terlalu muda untuk urus bayi, sekarang kamu ambil lagi anakmu, aku nggak bisa jadi ibu asuhnya."

"Nggak bisa, Kal. Aku nggak bisa bawa Cila ke kehidupan aku sama calon suamiku. Udah untung dia bisa terima aku dengan masa lalu aku yang buruk. Aku yakin kamu bisa jadi ibu yang baik untuk Cila, makanya aku minta kamu buat rawat dia."

Kaluna tidak bisa memenuhi keinginannya Rani karena ia juga memiliki masa depan yang akan dia perjuangkan. Ia tidak bisa menjadi ibu di saat ia baru mau masuk kuliah, di saat ia sesang berjuang untuk masa depannya.

"Kak Rani, aku ini kuliah sambil kerja, aku nggak bisa bagi waktu antara menjaga Cila dengan aktivitasku. Tolong paham sama kondisiku, tolong jangan bebankan aku dengan masalah yang alami. Kamu itu egois!"

Rani terdiam, ia tidak lagi bisa membendung air matanya, kehadiran Cila benar-benar menghancurkan hidupnya. Lantas, apa yang harus Rani lakukan? Apakah menitipkan Cila ke panti asuhan adalah jalan yang terbaik?

Ia beranjak dari tempatnya dan langsung menggendong Cila yang masih terlelap. "Oke kalau kamu nggak mau rawat dia, biar aku bawa dia ke panti asuhan. Manusia kok jahat banget, rawat bayi aja nggak mau!" Rani pergi dengan amarah yang sudah memuncak, ia kecewa dengan Kaluna yang tidak mau merawat bayinya.

Sepeninggalan Rani, gadis itu menangis. Ia menangis karena Cila akan dibawa ke panti asuhan, ia tidak bisa membayangkan bagaimana ketika Cila besar, ia pasti akan bertanya-tanya kenapa orang tua menitipkannya ke panti asuhan? Cila akan merasa bahwa kehadirannya tidak diharapkan.

Kaluna tahu betul bagaimana rasanya tumbuh tanpa sosok figur orang tua, ia tahu betul bagaimana rasanya bertahan hidup di saat ia tidak mempunyai pegangan, tetapi Kaluna tidak ada pilihan lain, ia tidak bisa merawat Cila sampai selamanya karena ia mempunyai kehidupan sendiri, ia mempunyai masa depan yang ingin dia raih.

Beberapa saat kemudian, muncul Fara yang datang ke kamar Kaluna, karena tadi ia mendengar ada perdebatan. Ini bukan urusannya, tetapi ia hanya ingin memastikan bahwa Kaluna baik-baik saja. "Kaluna, lo baik-baik aja?" tanya Fara setelah ia menutup pintu.

Kaluna buru-buru menyeka air matanya, ia tidak ingin terlihat lemah di hadapan orang lain. "Aku baik-baik aja, Far."

Fara mengelus pundak Kaluna dengan lembut. "Kal, nggak apa-apa banget kalau lo nangis, nggak apa-apa banget kalau lo merasa capek, dan nggak apa-apa banget kalau lo ngeluh. Lo manusia, lo punya titik lemah. Lo bukan boneka yang nggak punya hati dan perasaan. Kalau lo butuh seseorang buat tempat cerita, lo bisa cerita ke gue."

Kaluna menoleh ke arah Fara yang kini sedang tersenyum ke arahnya. Dari kecil ia sudah terbiasa sendiri sehingga ia tidak memiliki tempat untuk berkeluh kesah, dan sekarang ada orang menawarkan diri?

Setelah menghela napas panjang, akhirnya Kaluna pun memutuskan untuk bercerita kepada Fara. "Tadi ibunya Cila datang, dia minta aku buat asuh Cila sebagai anak aku, tapi aku nolak karena aku nggak bisa bagi waktu antara pendidikan, pekerjaan, dan urus bayi. Selama ini aku keteteran, untung ada kamu dan ibu kos yang mau jaga kalau aku lagi nggak bisa." Kaluna menjeda ucapannya. "Terus ibunya marah, dia bilang aku jahat. Akhirnya dia bawa pergi, katanya akan dibawa ke panti asuhan. Aku nggak bisa bayangin gimana Cila pas besar, dia akan merasa bahwa dia nggak diharapin makanya dibawa ke panti."

Fara mendengarkan perkataan Kaluna dengan baik, dan sekarang ia paham bahwa gadis yang di sebelahnya ini memiliki hati yang lembut dan sangat baik. "Gue paham sama perasaan lo sekarang, tapi keputusan lo udah benar kok. Cila itu masih ada orang tua, dia bukan tanggung jawab lo, udah untung lo mau rawat Cila di saat ibunya pergi. Lo jangan merasa bersalah atas apa yang bukan salah lo. Sesekali lo harus bersikap egois untuk kebaikan diri lo."

"Makasih ya, Far. Setelah cerita sama kamu, aku merasa lebih lega."

"Sama-sama, lo harus lebih ceria. Jangan sedih-sedih terus. Lo boleh datang ke gue kapan pun, sekarang kita kan sahabat."

Sahabat? Bahkan, selama ini ia tidak tahu apa itu definisi sahabat karena memang selama hidupnya Kaluna tidak memiliki sahabat.

Fara mengulurkan tangannya yang disambut bingung oleh Kaluna. "Kenalin nama gue Farabila, gue asal Bogor. Gue milih ngekos karena gue bukan morning person yang harus bangun pagi buta cuma buat berangkat kuliah, padahal Bogor-Depok sedekat itu. Status gue jomlo tapi gue lagi naksir kating sih. Sekarang giliran lo." Fara ini gadis yang ceria, bahwa dari sorot matanya sangat berbinar, membuat lawan bicaranya bisa merasakan aura positif.

"Aku Kaluna Isvara, asal Bandung. Status jomlo juga dan nggak punya gebetan."

Fara melepaskan tangannya dan mendelik. "Ih rugi banget masa lo nggak ada gebetan, anak UI kan cowoknya cakep-cakep, apalagi FK buset bening-bening." Fara meneliti wajah Kaluna dengan intens. "Lo cantik, sayang kalau nggak punya pacar, minimal punya sepuluh HTS lah."

Spontan Kaluna langsung ngakak mendengar ucapan Fara. Ternyata Fara ini sangat lucu. "Nggak deh, punya satu aja nyesel, apalagi sepuluh."

"Wait, lo pernah HTS-an dong. Ayo, lo harus cerita sama gue!"

"Kapan-kapan ya." Kaluna langsung beranjak dari tempatnya. "Aku mau mandi dulu."

Fara memperhatikan Kaluna yang sudah masuk ke kamar mandi, ia tersenyum melihat Kaluna sekarang yang sudah mulai terbuka dan perlahan ceria. Kini ia sadar, Kaluna hanya butuh seseorang yang bisa menjadi pendengar yang baik.

***

Gadis yang Memeluk LukanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang