4. Membantu Kaluna

65 14 1
                                    

"Bentuk pertolongan Allah bisa datang dari mana saja dan dari siapa saja."

***

Sena memarkirkan mobilnya di depan jalan raya, karena gangnya hanya muat satu motor. Diam-diam ia mengikuti Kaluna, tapi sebelum itu ia sudah membeli susu di salah satu apotek terdekat.

Kaluna berhenti di sebuah indekos sederhana yang bahkan bangunannya sudah terlihat tua.

Berapa sebulan ya kosan ini? Kelihatannya nggak layak banget. Itulah yang ada di pikiran Sena saat melihat tempat tinggal Kaluna saat ini.

Sena melihat ke kanan dan kiri, tampak sepi. Jadi ia bisa langsung masuk, kebetulan tidak dikunci. Indekos ini adalah rumah satu lantai, di dalamnya ada dua kamar. Sena mengintip dari balik tembok ruang tamu, ia melihat Kaluna masuk ke dalam kamar yang di dalamnya ada seorang bayi yang sedang menangis.

Kaluna udah punya anak? Kaluna udah punya suami?

Di dalam kamar, Kaluna melihat secarik surat yang ditinggalkan oleh Rani. Ia baca dalam hati.

Kaluna, aku titip Cila ya. Tolong jaga dia sampai aku kembali. Jangan cari aku, aku pasti akan jemput Cila sampai waktu itu tiba. Sayangi Cila seperti anak kamu sendiri. Aku tahu kamu orang baik. Terima kasih ya, Kaluna.

-Rani

Saat membaca surat itu, rasanya dunia Kaluna berhenti sejenak. Bagaimana caranya ia mengurus seorang bayi empat bulan di saat dirinya seperti ini? Bahkan untuk makan sendiri saja ia harus banting tulang. Sedangkan kebutuhan Cila sangat banyak, popok, susu, pakaian, dan lain-lain.

Bagaimana mungkin seorang ibu meninggalkan bayinya kepada orang asing yang baru ia kenal beberapa hari?

Pandangan Kaluna beralih kepada Cila yang tidak berhenti menangis, kemudian ia langsung membawa ke gendongannya. "Sayang, berhenti ya nangisnya. Susu kamu tadi udah tumpah semua, aku nggak tahu harus cari uang ke mana buat beli lagi. Uang di rekening aku tinggal 50 ribu. Tolong kerja samanya ya. Aku bingung, Cila." Kaluna menepuk-nepuk punggung Cila agar bayi itu tenang, tapi tetap saja itu bukan solusi. Cila butuh susu karena ia sangat lapar.

Sena mendengar semua perkataan Kaluna, karena ruangan itu tidak kedap suara apalagi pintunya terbuka lebar. Ia menatap paper bag yang ada di tangannya, kemudian ia letakkan di atas meja yang tak jauh dari tempatnya.

Sena tahu, pasti Kaluna tidak senang dengan kehadirannya di sini. Bukan tidak mungkin kalau gadis itu akan menolak pemberiannya itu mentah-mentah. Lebih baik ia langsung pergi sebelum Kaluna mengetahui kehadirannya.

Beberapa saat kemudian, Kaluna pun ingin menggendong Cila ke teras, tetapi pandangannya tertuju ke atas meja yang ada di ruang tamu itu. "Ada susu?" ujar Kaluna dengan heran. "Aku yakin ini pasti pertolongan Allah. Terima kasih atas rezeki ini. Ayo sekarang kita ke dapur untuk bikin susu," ujar Kaluna dengan antusias.

Kaluna menahan sakit tangan dan kakinya untuk menggendong Cila, seraya membawa satu box susu itu.

Anggap aja ini latihan buat aku sebelum punya anak.

***

"Hari ini agenda kita jam 8 pagi, kenapa lo baru datang, Antasena?" Adrian si ketua BEM dari fakultas psikologi itu kesal karena bisa-bisanya Sena tidak on time dan membiarkan mereka menunggu satu jam. "Mana dihubungi nggak direspons!"

"Sorry, tadi ada insiden. Ya udah rapatnya langsung dimulai aja."

Beberapa anggota BEM dari fakultasi kedokteran dan fakultas psikologi telah berkumpul di auditorium untuk membahas kegiatan mereka selama PKKMB. Pada tahun ini BEM fakultas psikologi merencanakan untuk membuka pelayanan gratis untuk konsultasi kesehatan mental. Sedangkan BEM fakultas kedokteran akan membuka layanan gratis bagi mereka yang membutuh pemeriksaan fisik.

"PKKMB nanti berlangsung 4 hari. Buat dana kegiatan kita ini udah gue ajuin ke pihak kampus dan udah di-ACC. Gue harap kegiatan kita berjalan lancar ya."

"Oke. Untuk peralatan medisnya gimana, Sen?" tanya Naya yang merupakan salah satu anggota BEM fakultas kedokteran.

"Sebagian ada sumbangan dari fakultas kita, sisa yang kurangnya kita bisa beli lagi pakai dana kampus. Rencananya abis rapat ini gue mau langsung ke toko alat kesehatan yang di Jalan Pramuka, biar nggak buang waktu karena lusa udah PKKMB."

"Beli sama gue ya?" tawar Naya.

Sena menaikkan sebelah alisnya. "Gue sama si Revan aja nih, kebetulan dia warga Jaktim asli jadi lebih paham alkes di daerah sana." Sebenarnya ini penolakan secara halus, Sena tahu bahwa Naya ini menyukainya sejak semester satu, tetapi Sena selalu mencari cara agar mereka tidak berinteraksi secara intens atau bahkan Sena sengaja menghindari Naya. Menyedihkan memang menjadi Naya. "Lagian kosan lo di Depok juga, jadi kasihan kalau harus bolak-balik," lanjutnya.

Tampak raut kecewa dari wajah Naya, lagi-lagi Sena menolaknya secara halus.

Adrian mengambil alih untuk rapat hari ini. "Oke, rapat hari ini udah kelar berarti ya, kalau gitu gue akhiri ya. Sekali lagi, semangat semuanya, ayo bekerja sama dengan baik."

Setelah dari kampus, Sena mengendarai mobilnya ke salah satu mal yang ada di Depok.

"Lah ini mah mah arah Pesona Square. Jadi ke Pramuka nggak?" Revan tampak kebingungan karena ini beda dengan rute rencana awal mereka.

"Gue mau beli sesuatu dulu ya, sekalian nanti gue traktir lo."

Mata Revan langsung berbinar mendengar kata traktir, siapa pun menyukai yang gratis.

Setelah sampai mereka pun langsung ke salah satu store brand yang cukup terkenal untuk mencari pakaian.

"Mbak, saya mau cari kemeja putih dan rok hitam buat cewek, mungkin ukuran M," ujar kepada pelayan. Setelah itu petugas itu langsung mencarikan pakaian yang dimaksud oleh Sena.

Revan mengernyitkan keningnya. "Lo cari buat cewek? Itu buat cewek lo? Jadi selama ini lo nggak jomlo? Pantasan si Naya nggak pernah lo grubris." Ucapan bertubi-tubi dari Revan hanya ditanggapi senyuman oleh Sena.

Setelah menyelesaikan pembayaran, Sena pun langsung memesan jasa kirim barang untuk delivery ke indekosnya Kaluna. Di dalam paper bag itu juga Sena selipkan uang lima ratus ribu rupiah.

Semoga ini bisa membantu kamu, Kaluna.

***

Gadis yang Memeluk LukanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang