5. Hukuman PKKMB

74 17 0
                                    

"Tetaplah bersinar di tengah kegelapan yang menerpa hidupmu."

***

Kaluna menatap dirinya di depan cermin, ia sudah tampak rapi dengan kemeja putih dan rok hitam. "Siapa pun yang udah kirim pakaian ini ke aku, aku terima kasih banget, semoga Tuhan membalas kebaikanmu." Pengirim pakaian ini memang anonim, anggap saja ini adalah rezeki karena ia ikhlas mengurus Cila.

Sebenarnya Kaluna ini cukup beruntung soal fisik, ia cantik khas gadis Sunda, kulitnya cerah, senyumnya manis ditambah memiliki lesung pipi di sebelah kanan. Selain itu, badannya juga cukup ideal, dengan tinggi 160 cm dan berat 46 kg.

Kita hidup di zaman, jika kamu cantik maka lingkungan akan lebih mudah menerimamu, maka Kaluna sudah mendapatkan satu privilege itu.

Setelah memastikan dirinya sudah siap, gadis itu menatap ke arah Cila yang masih terlelap di atas kasur. Helaan napas panjang terdengar, ia tidak mungkin meninggalkan Cila seorang diri, tidak ada yang bisa diminta tolong karena di sini hanya ada Kaluna seorang. Mau tidak mau, Kaluna membawa bayi itu ke kampus.

Setelah menempuh lima belas jalan kaki, akhirnya Kaluna sampai Universitas Indonesia. 12 tahun belajar mati-matian ternyata bisa membawanya ke tempat yang menjadi mimpinya sejak duduk di bangku sekolah dasar.

Namun, semua mata kini tertuju ke arah Kaluna. Bagaimana tidak, ia satu-satunya calon mahasiswa baru yang menggendong seorang bayi. Jujur saja, Kaluna merasa tidak nyaman menjadi pusat perhatian seperti itu, tetapi mau bagaimana lagi karena ini adalah risiko yang harus ia hadapi.

Saat ini Cila sudah bangun dari tidurnya, tapi untung saja dia tidak rewel. "Cila, kamu bantu kakak ya, tolong jangan rewel." Cila tidak menjawab, bayi itu hanya terdiam.

Dengan langkah percaya diri, Kaluna berjalan menuju kelompok PKKMBnya berada, dan semua orang di sana syok melihat Kaluna yang menggendong seorang bayi.

Adrian yang merupakan ketua kelompoknya Kaluna, langsung datang untuk menegur karena ini adalah hal tidak wajar. "Kenapa kamu bawa bayi ke sini?" tanya Adrian dengan cukup tegas. "Ini kampus bukan tempat penitipan anaknya!" serunya.

"Maaf ini adik aku, di rumah nggak ada jaga, jadi aku bawa ke sini."

"Nggak ada toleransi, kalau kamu mau tetap ikut PKKMB tolong bawa pulang bayi ini."

"Tapi---"

Ucapan Kaluna terhenti karena ada seseorang yang tiba-tiba datang dan berkata sesuatu, "Bayinya dibawa ke ruang kesehatan aja, biar gue yang jaga, Adrian." Ya, itu adalah Sena. Tentu saja kehadiran Sena membuat Kaluna terkejut, sementara Sena sudah tahu bawa Kaluna adalah calon mahasiswa baru di kampus ini.

"Nggak bisa, Sen. Tugas lo menangani mereka yang sakit saat PKKMB, lo bukan petugas day care."

"Terus harus gimana, Yan? Lo mau dia bawa pulang bayi ini, itu takes time banget karena PKKMB sebentar lagi dimulai. Tolong jangan egois ya. Kita nggak tahu apa yang terjadi sama cewek ini sampai dia harus bawa bayi ke sini." Tanpa menunggu persetujuan dari Adrian, dan semua orang di sana cengo dengan perlakuan Sena, ia langsung mengambil ke Cila dari gendongan Kaluna. "Gue bawa bayi ini ke ruang kesehatan." Kaluna tidak ada pilihan lain, akhirnya dia menyerahkan bayi itu kepada Sena, ia juga memberikan tas yang berisi perlengkapan Cila.

Setelah itu acara PKKMB dimulai, Kaluna berdiri di barisan paling depan dan matanya langsung bertemu dengan tatapan Adrian yang seakan mau menggigitnya.

"Nama lo siapa?" tanya Adrian dengan tatapan tajam yang membuat Kaluna sangat merinding, baru hari pertama ia sudah merasakan hal seperti ini.

"Kaluna."

"Panjangnya?"

"Kaluna Isvara."

Adrian manggut-manggut, kemudian pandangannya teralih kepada seluruh calon mahasiswa baru di kelompoknya. "Buat semua tolong jangan ikuti sikap Kaluna Isvara, dia benar-benar nggak ikut aturan yang dibuat oleh kampus, dan untung aja ada Sena sang pahlawan kesiangan yang mau bantu. Gue nggak suka kalau ada yang langgar aturan, dan setiap ada yang melanggar harus ada sanksinya." Kemudian Adrian menatap Kaluna. "Hukuman lo sekarang adalah lo harus mengakui kesalahan lo, dan lo harus nyanyi. Lagunya harus sesuai hati lo sekarang, Kaluna."

"Aku nggak bisa nyanyi."

Adrian memberikan microfon. "Maju ke depan dan nggak ada penawaran, lo harus jalani hukuman."

Kaluna langsung berdiri di depan, ia mengatur napasnya agar tidak tampak gugup. Berdiri di depan seperti ini bukan hal pertama kali untuk gadis itu karena saat sekolah ia beberapa kali mengikuti lomba yang mengharuskan ia untuk tampil di depan umum. Public speaking Kaluna tidak terlalu buruk.

"Hai semua, perkenalkan nama aku Kaluna Isvara, mohon maaf karena aku udah buat pelanggaran di hari pertama PKKMB, sebagai hukuman aku akan sumbang lagu sesuai dengan suasana hati aku saat ini."

Semua mata tertuju kepada Kaluna, termasuk Sena yang saat ini ada di ruang kesehatan, ia keluar dari ruangan tersebut dan menatap ke arah Kaluna di lapangan.

"Lagu Bernadya, yang untungnya hidup tetap berjalan sangat relate dengan aku. Setidaknya aku masih bisa menjalani hidup walau tanpa support system. Maaf ya kalau suaranya jelek hehe."

Kaluna pun langsung membawakan lagu tersebut.

Untungnya bumi masih berputar
Untungnya ku tak pilih menyerah
Itu memang paling mudah, untungnya kupilih
Yang lebih susah
Untungnya kupakai akal sehat
Untungnya hidup terus berjalan
Untungnya ku bisa rasa hal-hal baik yang datangnya belakangan

Sena menatap Kaluna dari jauh, ia semakin yakin bahwa gadis itu tidak baik-baik saja. Ia akan terus berusaha berada di samping Kaluna. Setidaknya Sena tidak akan membiarkan Kaluna merasa sendirian di dunia ini.

***

Gadis yang Memeluk LukanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang