Chapter 1: Kemunculan Tujuh Bayangan

35 2 0
                                    

Hari itu, matahari tenggelam perlahan di balik bukit, meninggalkan semburat jingga di langit senja. Theo Virtus berjalan pulang melewati jalan setapak yang sudah biasa ia lalui setiap hari. Pemuda itu hidup dalam kesederhanaan; rumahnya di pinggir desa, dikelilingi ladang hijau dan pohon-pohon yang tinggi menjulang. Theo merasa puas dengan hidupnya yang tenang, jauh dari hiruk-pikuk kota.

Namun, ada sesuatu yang berbeda sore itu. Udara terasa lebih berat, dan angin bertiup dengan suara berbisik, seakan membawa pesan dari dunia lain. Theo berhenti sejenak, merasakan perubahan yang tak kasat mata. Ia menoleh ke belakang, tapi jalanan sepi seperti biasa. Dengan sedikit perasaan tidak nyaman, ia melanjutkan langkahnya.

Sesampainya di rumah, Theo meletakkan tasnya dan bersiap untuk beristirahat. Namun, saat ia menutup pintu, sebuah suara terdengar dari arah jendela. "Theo Virtus," suara itu memanggil, halus namun penuh kuasa. Theo membeku. Ia berbalik dan melihat seorang pria berdiri di luar jendela, dengan tatapan yang menusuk, penuh kesombongan.

Pria itu mengenakan pakaian yang tampak mewah, namun ada sesuatu yang tidak wajar pada dirinya. "Siapa kau?" tanya Theo dengan suara tegas, mencoba menutupi kegugupannya.

"Aurelius Pride," jawab pria itu dengan senyum yang tipis, "Aku datang untuk mengingatkanmu tentang siapa dirimu sebenarnya. Atau, lebih tepatnya, siapa kau tidak akan pernah bisa menjadi."

Belum sempat Theo merespons, bayangan lain muncul di sudut pandangnya. Seorang pria dengan tatapan penuh kebencian, matanya seakan menembus setiap sudut jiwa Theo. "Kau pasti iri dengan kehidupanku, Theo," ucap pria itu, suaranya serak tapi penuh hasrat. "Aku Evelyn Envy, dan aku tahu kau menginginkan lebih dari yang kau punya."

Theo melangkah mundur, merasakan kehadiran yang semakin kuat di sekelilingnya. Sebelum ia bisa memproses apa yang sedang terjadi, suara dentuman keras terdengar, dan seorang pria besar dengan tatapan marah masuk melalui pintu yang terbuka lebar. "Kau tidak bisa lari dari kemarahan, Theo. Aku Malik Wrath, dan kemarahan ada di setiap sudut hatimu yang paling gelap."

Theo semakin terpojok. Di tengah ketakutan dan kebingungan, muncul seorang pria dengan mata yang sayu, hampir seakan-akan ia tidak memiliki semangat hidup. "Kenapa kau repot-repot bertarung?" pria itu berbicara dengan suara lemah. "Biarkan semuanya berlalu. Namaku Lazara Sloth. Istirahatlah... tak ada gunanya melawan."

Theo berusaha untuk tetap tenang, tapi kehadiran mereka terlalu mengintimidasi. Di saat itulah, seorang pria dengan senyum sinis dan mata tajam melangkah maju. "Tidak ada yang bisa memenuhi hasratmu akan lebih, Theo. Aku Dante Greed, dan aku tahu kau menginginkan sesuatu yang lebih dari sekadar hidup sederhana ini."

Sebelum Theo bisa berkata-kata, seorang pria lain muncul, mengenakan pakaian yang begitu mencolok dan menggoda. "Kau punya keinginan tersembunyi, Theo," katanya dengan suara penuh daya pikat. "Aku Lustra Lust, dan aku tahu persis apa yang kau inginkan, bahkan jika kau menyangkalnya."

Akhirnya, seorang pria besar dengan tubuh tinggi dan nafsu yang tak terkendali menghampiri Theo. "Kau tak akan bisa menolak keinginan untuk memuaskan diri, Theo," suaranya terdengar seperti raungan perut yang lapar. "Aku Gluto Gluttony, dan aku tahu kau tak akan pernah bisa menolak apa yang kusajikan."

Theo menatap mereka satu per satu. Mereka berdiri mengelilinginya, tujuh sosok yang seakan ingin menyedot setiap kebajikan yang ia miliki. Ketujuh orang itu tersenyum puas, yakin bahwa mereka akan segera berhasil menghancurkan ketenangan hidup Theo.

Namun, di balik ketakutan yang menghantui hatinya, Theo merasakan sesuatu yang lain. Sebuah kekuatan yang lama terpendam mulai bangkit, seperti bara yang kembali menyala. Theo tahu, ini bukan sekadar pertemuan biasa. Ini adalah awal dari pertarungan yang akan menguji segala yang ia percayai, semua yang ia perjuangkan.

The seven deadly sinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang