Chapter 1 (Penemuan di Tengah Malam)

38 5 2
                                    


---

Malam itu dingin dan suram. Langit dipenuhi awan gelap, menutupi cahaya bintang dan bulan, membuat suasana kota tampak lebih kelam dari biasanya. Angin dingin menusuk hingga ke tulang, menggoyangkan ranting-ranting pohon yang kering dan menerbangkan daun-daun yang sudah mati di sepanjang trotoar yang sepi. Di salah satu sudut kota, jauh dari gemerlap lampu dan keramaian, sebuah keluarga kecil berjalan cepat di bawah bayang-bayang gedung tua yang sudah lama ditinggalkan.

Anak kecil yang berjalan bersama mereka tampak bingung dan ketakutan. Ia menggenggam erat tangan ibunya, berharap mendapatkan rasa aman, namun tak ada kehangatan yang bisa dirasakan dari genggaman itu. Sang ibu tampak gelisah, terus melihat ke belakang, seolah-olah dikejar sesuatu yang tak terlihat.

"Apa kita harus melakukan ini sekarang?" Suara sang ibu terdengar gemetar, hampir tidak terdengar di antara deru angin malam. Sang ayah, yang berjalan di depan mereka, tidak menjawab. Wajahnya tegang, matanya fokus ke depan. Dia tahu apa yang harus dilakukan, meskipun hati kecilnya menjerit sebaliknya.

Mereka berhenti di sebuah gang sempit yang dipenuhi sampah dan bayangan kelam. Sang ibu memandang anak kecil itu dengan mata penuh air mata. "Maafkan kami, Ni-ki," bisiknya dengan suara parau sebelum melepaskan genggamannya. Sang ayah memalingkan wajahnya, tidak sanggup melihat ekspresi terluka di wajah anak itu.

Ni-ki, bocah lima tahun yang tidak mengerti apa yang terjadi, hanya bisa berdiri terpaku. "Mama, Papa, ke mana kalian pergi?" tanyanya dengan suara kecil, dipenuhi kebingungan. Namun, tak ada jawaban yang ia terima. Orang tuanya berbalik dan berjalan cepat meninggalkan gang itu, meninggalkan Ni-ki sendirian dalam kegelapan.

Dia berdiri di sana, tubuh kecilnya menggigil, baik karena dingin maupun ketakutan. Dunia yang ia kenal berubah seketika. Tangannya yang tadi hangat digenggam kini terasa kosong, dan ia mulai merasa sangat sendirian. Tangis kecil mulai terdengar dari bibirnya yang gemetar, tetapi tidak ada yang datang untuk menghiburnya.

Di sisi lain kota, seorang pria berjalan sendirian di jalan-jalan sepi. Pria itu tinggi, dengan tubuh tegap dan mata tajam yang memandang lurus ke depan. Namanya Heeseung, kakak tertua dari keluarga mafia paling terkenal di kota. Malam itu, ia baru saja menyelesaikan "bisnis" yang biasa ia lakukan—urusan yang penuh dengan ancaman, uang, dan kekuasaan. Namun, meski hidup di tengah kekerasan, ada satu hal yang selalu dijaga oleh Heeseung: kehormatan keluarganya.

Ketika Heeseung berjalan pulang, angin malam membelai wajahnya dengan dingin, tetapi ia tidak peduli. Pikirannya tenggelam dalam berbagai rencana dan strategi untuk menjaga keluarganya tetap aman. Namun, langkahnya terhenti ketika ia mendengar suara isak tangis kecil yang terpantul di antara dinding-dinding gang yang sunyi.

Suara itu halus, hampir tersapu oleh angin, tapi cukup kuat untuk menarik perhatian Heeseung. Ia berhenti, memasang telinga, memastikan bahwa itu bukan imajinasinya saja. Suara itu terdengar lagi, kali ini lebih jelas. Heeseung merasa ada yang tidak beres. Dengan hati-hati, ia melangkah mendekati sumber suara, memasuki gang sempit yang dipenuhi bayang-bayang.

Di sana, di antara tumpukan sampah dan bayangan kelam, Heeseung menemukan seorang anak kecil berdiri sendirian. Mata besar anak itu basah oleh air mata, tubuhnya menggigil kedinginan. Dia tampak begitu rapuh, begitu tak berdaya, kontras dengan kerasnya dunia yang mengelilinginya.

Heeseung merasakan sesuatu yang aneh di dalam dadanya, sesuatu yang sudah lama tidak ia rasakan—iba. Ia mendekati anak itu dengan perlahan, memastikan bahwa dia tidak akan menakuti bocah tersebut. "Hei," katanya dengan suara rendah, mencoba terdengar lembut. "Apa yang kau lakukan di sini sendirian?"

Anak itu mengangkat wajahnya, matanya yang besar dan penuh air mata bertemu dengan pandangan Heeseung. "Mama... Papa... mereka pergi," jawabnya dengan suara serak yang nyaris tak terdengar. Heeseung bisa melihat luka emosional yang dalam di mata anak itu, luka yang membuatnya mengingat masa kecilnya sendiri yang penuh dengan kehilangan dan pengkhianatan.

The Mafia's Little Treasure (Enhypen) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang