Kayla merasa ada yang aneh dengan Asya maupun Erik. Mereka seperti tengah menyimpan sesuatu. Meskipun itu bukan urusannya, tetapi entah mengapa Kayla tetap penasaran dengan apa yang terjadi. Terlebih saat ada kalimat 'menikahi Asya dengan terpaksa' yang pernah dilontarkan Erik. Hal itu lumayan menambah rasa keingintahuannya.
"Apakah semua ada hubungannya dengan alasan Bang Erik waktu memutuskan hubungan denganku dulu?"
Batin Kayla berusaha menerka-nerka sendiri, walaupun tahu tidak akan bisa mendapatkan jawaban pasti.
***
Sekembalinya Erik dari mushala, ia mendapati Kayla tertidur di sofa begitu pulas.
"Kayla sepertinya jenuh, sebaiknya Abang antar saja dia pulang," usul Asya dengan suara pelan.
"Dia sedang nyenyak, biar saja ikut tidur di sini. Nanti aku pindahkan ke tempat tidur, biar aku yang di sofa." Erik menyahut sembari mendekati Asya. Memang, di sisi kanan Asya terdapat satu ranjang khusus untuk penunggu pasien.
"Bukannya besok Kayla mengajar?" Asya menatap sang suami.
Erik terdiam, ia lupa hal itu. Erik pun menoleh kembali pada istri keduanya. Wajah cantik yang sedang terlelap itu, rasanya tidak tega ia ganggu.
"Ya, sudah, kalau memang Abang mau Kayla di sini, nggak apa-apa. Besok subuh, jangan lupa antar dia pulang," pungkas Asya.
Erik tersenyum dan mengangguk. Tangannya lalu terulur mengusap lembut kepala Asya. "Kamu sendiri, bagaimana keadaanmu? Masih sakit?"
"Masih, Bang. Namanya juga habis operasi."
"Sabar, ya? Insyaa Allah, jika kita ikhlas ... maka sakit yang kita rasakan akan menjadi penggugur dosa."
"Aamiin."
Asya sedikit meringis dan berdesis saat merasakan nyeri di area bekas operasi. Namun, ia segera beristighfar.
"Kenapa, Sya? Apa yang sakit? Mau aku panggilkan suster?"
"Nggak usah, Bang ... ini ... sebentar juga hilang, kok."
"Obatnya ... belum diminum, kan?" Erik melirik meja nakas. Di sana sudah tergeletak beberapa macam obat untuk Asya. Ada makan malam juga yang sudah diantar perawat.
"Makan dulu sebelum minum obat. Aku suapin."
Asya hanya mengangguk.
Erik kembali menaikkan posisi kepala tempat tidur Asya, agar istrinya bisa makan dengan nyaman.
"Abang kayaknya belum makan malam. Kayla juga belum. Bangunin Kayla, gih, Bang! Kasihan lho, anak orang nanti sakit," omel Asya tiba-tiba.
"Habis makan dan minum obat, udah ngomel aja. Tandanya udah hilang nih sakitnya," canda Erik.
"Ih, Abang. Sanaaa, bangunkan Kayla, ajak makan dulu! Sekalian jika Abang berkenan, tolng antar dia pulang. Kok aku kasihan kalau dia nginap di sini."
"Kalau sama suami nggak kasihan?"
"Kan emang udah kewajiban. Lagian, kalau aku nggak kasihan, nggak mungkin aku biarin Abang menikah lagi. Ya, kan?" Mata teduh Asya mengerjap lucu. Membuat Erik tertawa seketika dan mencubit hidung perempuan berwajah manis itu.
"Nyerempetnya ke mana-mana kalau ngobrol," protes Erik. "Aku panggilkan suster buat nemenin kamu, ya?"
"Nggak usah. Sebentar lagi aku pasti tidur kok. Kan, habis mimum obat. Itu bel buat manggil perawat juga ada."
"Belnya nggak bisa kamu jangkau. Udah, pokoknya kamu aku titipkan perawat sementara aku antar Kayla."
"Ya, sudah, terserah Abang saja." Asya mengalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dikhitbah Masa Lalu (Dalam Proses Terbit)
RomanceDilamar untuk jadi istri kedua mantan pacar? Bagaimana ceritanya? Yuklah, baca aja! Jangan lupa vote dan komen juga, ya 🤗🙏🏻