8- Dia Lagi?

852 153 14
                                    

Prangggggg….

Pagi hari di akhir pekan yang indah bagi Naya. Sangat indah rasanya hingga dia enggan untuk membuka mata. Akhir pekannya harus diawali dengan suara barang-barang berjatuhan yang sudah ia ketahui darimana sumbernya. Ia hanya bisa menghela napas, kemudian beranjak untuk mengambil earphone yang tempo hari diberikan oleh Arka. Ia putar lagu-lagu kesukaannya dengan volume paling  tinggi, berharap agar dirinya bisa kembali terlelap dan terhindar dari suara amukan orang-orang yang tak lain adalah kakak dan ibunya. Pertengkaran mereka memang sudah biasa Naya dengar. Namun hari ini, ia hanya ingin ketenangan. Menangis karena sikap jahil Arka semalam, ternyata mampu menguras tenaganya dan kini membuatnya merasa lelah. 

Mengingat hal konyol semalam, Naya mengerutkan keningnya sekarang. Merasa heran atas dirinya sendiri yang menangis hingga sedemikian rupa hanya karena sikap usil Arka. Harusnya Naya merasa biasa saja karena hal seperti itu tak jarang Arka lakukan. Kini Naya mulai mempertanyakan dirinya sendiri tentang alasan apa dibalik sikap anehnya itu. 

Perasaan itu membuat Naya menggelengkan kepalanya. Mencoba menghilangkan bayang-bayang Arka dan kejadian semalam. Ia tenggelamkan seluruh tubuhnya di balik selimut, dan ia coba untuk kembali memejamkan matanya. 

Brakkkkk…..

Belum sempat matanya terpejam, Naya harus kembali terperanjat atas suara keras yang mampu menembus telinganya yang tertutup earphone. Pintu kamar yang sudah ia kunci dari dalam, didobrak dengan keras oleh ayahnya, hingga membuat pintu itu rusak. Apakah Naya terkejut? Tentu saja tidak. Sudah sekitar 5 kali dalam setahun Naya harus membenarkan pintu kamarnya akibat ulah ayahnya, kakak perempuannya, atau bahkan ibunya sekalipun. Kejadian itu selalu berulang ketika mereka kehabisan uang. Ayahnya akan memarahi kakaknya yang terus terusan menghabiskan uang untuk minum-minum bersama temannya, ibunya akan marah pada ayahnya yang terus-terusan menghabiskan uang untuk berjudi. 

Sebuah keluarga yang begitu suram bukan? Dan akhir dari semua itu adalah, satu persatu dari mereka akan datang kepada Naya dengan kemarahannya, dan meminta uang agar segala keinginan mereka dapat terpenuhi. 

“Bangun lo anak guna! Bagi duit cepet! Ayah butuh sekarang.” Suara yang tidak begitu jelas itu masuk kedalam telinga Naya membuatnya semakin enggan untuk bangun. Yang bisa ia lakukan adalah mencari perlindungan di balik selimut tebalnya. 

“Bangun Naya! Jangan tidur terus kamu! Mentang-mentang hari ini libur, bukan berarti kamu bisa seenaknya!” 

Suara lain kembali ia dengar ikut serta memaki dirinya. Suara yang sudah iya kenal dengan sangat, yaitu suara ibunya. Ibu yang seharusnya memberikan hangat pada hidupnya, justru hadir untuk melengkapi suram dalam harinya. Tak sedikitpun pernah ia rasakan kasih sayang sebagaimana yang orang lain rasakan. 

Jika ia terus diam, keributan itu akan terus berlanjut hingga lebam akan menghias di tubuh Naya. Dan dia tidak mau itu terjadi. Hari ini ia hanya ingin merasakan tenang. Bekerja sudah membuatnya lelah. Apalagi ia tidak pernah benar-benar menikmati hasil dari pekerjaannya. 

Dengan malas, Naya membuka tasnya, dan mengambil beberapa uang dari dalam sana, yang dengan secepat kilat langsung disambar oleh oleh ayahnya. 

“Ibu juga minta uang. Belanjaan udah pada habis!” Susul ibunya dengan nada ketus. 

Dengan berat hati, Naya kembali memberikan beberapa lembar uang lainnya, dan kemudian melihat dua manusia yang ia kenal sebagai orang tuanya itu berlalu meninggalkan kamarnya. Dengan kasar Naya mengusap kepalanya. Berharap pening yang bersarang di sana hilang seketika. Sayangnya, itu semua sia-sia. Akhir pekan yang ia nantikan, kini sama sekali tidak ia harapkan. Ternyata suasana di kantor lebih dapat ia nikmati daripada ia harus menghabiskan waktunya di rumah yang penuh dengan hawa panas ini. 

KITA?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang