10 (A)- The Start

387 84 30
                                    

Di tengah tenang yang mendekap, tetap saja riuh itu masih hadir menjadi berisik dalam kepala. Ternyata menikmati hamparan hijau bersama dengan binatang-binatang berbulu tadi, tak cukup untuk menghilangkan permasalahan yang silih berganti terus menghantui Naya. Perempuan yang saat ini tengah duduk menatap langit yang telah menggelap itu, hanya dapat berulang kali menghembuskan nafasnya dengan kasar seraya berharap bebannya dapat berkurang. 

Satu persatu perihal perkataan ibunya kembali membuatnya khawatir. Permintaan untuk ia agar segera menikah membuat Naya tiba-tiba merasakan kekhawatiran di benaknya. Haruskah ia yang meminta kepada Narendra di tengah hubungan yang entah, status saja tidak ada? Atau Naya harus bagaimana? Sebab saat ini Naya juga sedang tidak dekat dengan laki-laki manapun kecuali Narendra. Kebimbangan itu membuatnya kini hanya menatap kosong pada ruang obrolan di handphone nya dengan nama Narendra sebagai penerimanya. 

“Kasian, Nungguin kabar tapi yang ditungguin gak ngasih kabar. Hahahaha.” Tawa renyah cenderung mengejek dari Arka membuyarkan lamunan Naya. 

“Apa si anjiiir. Ngintip lo ya!!! Gak sopan!” Naya segera menyembunyikan handphone nya setelah kehadiran Arka yang duduk di sampingnya. 

“Baru tau gue kalau view dari kamar ini ternyata cakep juga di malam hari.”

“Lah iya, ini kan kamar gue. Kok lo bisa masuk seenaknya gitu si. Wah parah, emang gak bener ni anak.” Naya bergegas membawa dirinya berdiri dan bersiap untuk menyerang Arka dengan memasang kuda-kuda sebagai perlindungan. 

“Ini vila gue kalau lo lupa.” Jawab Arka santai sambil meminum segelas teh hangat milik Naya.

“YA TAPI GAK TIBA-TIBA MASUK KE KAMAR GUE JUGA DONG ARKA! KALO GUE LAGI GAK PAKE BAJU GIMANA?” Naya sudah tak lagi dapat mengontrol suaranya. 

“Ya gak gimana-gimana. Lebay lo!” Balas Arka santai. 

“Lagian kenapa si lo? Galau banget gue lihat-lihat. Cerita sini.” Lanjut Arka. 

Entah mantra apa, kemarahan yang semula begitu menggebu, lenyap begitu saja ketika Arka memintanya bercerita. Kekhawatiran-kekhawatiran itu kembali mengingatkan Naya pada permasalahan yang harus ia selesaikan.  

“Ah, elo mah… Jadi keinget lagi gue kan.” Ucap Naya sambil kembali duduk di kursinya. 

“Yaelah, kaya sama siapa aja lo. Cepet cerita atau gue tinggal pulang malam ini juga!”

“Gak asik lo, mainnya ngancem.” 

“Buru ah! Lama deh!”

“Gue harus nikah akhir tahun ini.” Naya mulai menceritakan semuanya permasalahan yang sedang mengganggu pikirannya termasuk rencananya untuk meminta kepada Narendra agar menikahinya. 

“Gak! Gue gak setuju!” Arka berdiri, menunjukkan ketidaksetujuan yang teramat sanga atas rencana Naya untuk menikah dengan Narendra. 

“Gue gak lagi minta persetujuan lo Arka. Lagian yang gue butuhin restu orang tua bukan restu lo!” Naya menanggapi Arka dengan santai. 

“Gak! Pokoknya gak akan gue biarin lo nikah sama Narendra. Kalo lo beneran nikah sama dia, gue obrak-abrik nikahan lo!” Kata-kata itu keluar dari mulut Arka dengan penuh penekanan. Entah apa maksudnya, Arka bergegas pergi dengan raut tidak sukanya, meninggalkan Naya yang jelas saja menjadi bingung. 

“Lah? Kenapa tu bocah?” Ucap Naya lirih kemudian merebahkan dirinya ke kasur empuk yang sudah mulai memanggil.






Pemanasan dulu yaaa..... Recalling the feel after a long times.

Happy reading allll

KITA?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang