BAB 4

122 14 0
                                    

"Ini adalah ruang kerja Tuan Muda. Begitu masuk, Anda akan menemui beliau. Masuklah tanpa mengetuk dan dengan tenang."

Setelah mengatakan itu, Ernst berbalik dan berjalan kembali di lorong sebelum Adele sempat menahannya.

Adele ditinggalkan sendirian di depan pintu. Dari suatu tempat terdengar suara cello. Sinar matahari yang menyenangkan menembus jendela lorong.

Adele sesaat hanya menatap lorong yang kosong, lalu menarik napas dalam-dalam dan meraih pegangan pintu.

Ketika dia mendorong pintu tanpa mengetuk, angin laut yang asin langsung menyambutnya.

'Aroma almond?'

Aroma itu bercampur dengan harum kacang panggang yang gurih dan aroma pahit dari dark chocolate, menggoda ujung hidungnya.

Di depannya tampak sebuah ruangan yang dipenuhi dengan warna biru muda.

Di dinding terdapat jendela besar berbentuk lengkungan, melalui jendela itu cahaya matahari dan angin masuk ke dalam ruangan.

Tirai berwarna biru laut yang tergantung di jendela itu berayun lembut bersama renda-renda lembut setiap kali angin bertiup.

Di depan jendela terdapat sebuah meja besar dan elegan dari kayu kenari, dan Cesare sedang duduk di sana.

Dia duduk membelakangi cahaya matahari dan angin, sambil merokok cerutu dan membaca dokumen.

Tanpa sadar, Adele berhenti di tempatnya dan menatapnya.

'Jadi, itu aroma cerutu.'

Setelah melihat banyak ukiran marmer di seluruh mansion, dia merasa baru saja melihat ukiran yang paling sempurna.

Mata Cesare yang seperti burung pemangsa yang belum dijinakkan, dengan cerutu di mulutnya, memberikan kesan yang sangat sensual.

Mungkin karena kombinasi yang tidak biasa dari seorang bangsawan yang membaca dokumen.

Atau mungkin karena dadanya yang terlihat setengah terbuka di balik jubah tipis yang dia kenakan.

'...Haruskah aku berbicara dulu?'

Adele berdiri di ambang pintu, merenung sejenak.

Namun, dia segera menutup pintu dengan tenang dan berdiri di tempatnya. Mungkin ada alasan mengapa pelayan menyuruhnya untuk tidak mengetuk.

Beberapa menit berlalu dalam keheningan.

"Seperti yang kurasakan sebelumnya, kau cepat tanggap."

Adele yang sedang mengamati pola karpet mengangkat kepalanya mendengar suara itu tiba-tiba.

"Kau datang, adik perempuanku."

Cesare menurunkan cerutunya dan tersenyum. Di pipinya yang tampak dingin, muncul lesung pipit yang menggemaskan. Senyum itu tampak ramah, tapi matanya tetap sangat logis.

"Duduklah."

"Ya."

Adele dengan hati-hati duduk di kursi panjang di seberang meja.

Cesare juga membawa beberapa dokumen dan duduk di seberangnya. Saat dia bergerak, paha yang kokoh seperti kuda jantan terlihat di balik jubah tipisnya.

Benar-benar seorang bangsawan yang liar...

Adele mengaguminya dalam diam dan segera mengalihkan pandangannya dengan sopan.

Cesare duduk dengan posisi santai, satu lengan di sandaran sofa, sambil memeriksa dokumen.

Tatapannya tajam, bahkan sangat tajam.

Seseorang yang tampak seperti dipenuhi energi panas justru memiliki mata yang begitu dingin, itu adalah ironi yang aneh.

High Society [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang