Bagian 5

1 0 0
                                    


"Bagaimana saat rasa sakit di hatimu bersumber dari orang yang seharusnya menjadi cinta pertama dalam hidupmu?"

***

Udara malam terasa semakin dingin saat sebuah motor mengencangkan laju kendaraannya. Angin yang berhembus begitu dingin menusuk kulit.

Sepertinya langit akan turun hujan, Nadin semakin mempercepat kendaraannya. Dia berharap bisa sampai rumah sebelum hujan turun. Apalagi keadaan yang sudah sepi akan lebih menakutkan kalau ditambah hujan.

Pukul sebelas malam, hari ini Nadin pulang lebih malam karena ada cafe sedang ramai-ramainya tadi. Jadi mau tidak mau, Nadin pulang lebih lama.

Sesuai dugaan hujan langsung turun dengan lebat. Nadin buru-buru mencari tempat persinggahan agar pakaiannya tidak basah.

"Untung hp gak mati," Nadin mengelap layar handphonenya yang agak kotor. Tak lupa ia mengabari sang ibu bahwa Nadin akan sampai rumah lebih malam karna hujan, dan meminta agar Nur tidak menunggunya.

Nadin kembali memasukkan hpnya kedalam tas, mengusap tangannya karna hawa dingin yang terasa. Beberapa menit ia tunggu tapi tetap hujan belum juga mau berhenti. Sejak tadi Nadin terus merapal doa, sebab yang dia ingat dari salah satu buku yang ia baca saat hujan pintu langit akan terbuka dan doa-doa akan lebih cepat sampai.

Sampai sebuah suara yang terdengar dari jarak cukup jauh itu mengalihkan perhatian Nadin. Dengan mata sedikit menyipit agar lebih jelas melihat diantara tirai hujan, Nadin melihat ayahnya lari dengan dua orang yang mengejarnya dari belakang.

Dia memang kurang yakin dengan tebakannya, tapi dilihat dari postur tubuh dan pakaian yang dikenakan jelas itu mirip ayahnya.

Nadin buru-buru ikut mengejar, bahkan sampai lupa dengan motornya yang dia tinggal begitu saja didepan toko yang sudah tutup.

Nadin mempercepat langkah kakinya saat sang ayah sudah tertangkap bahkan sedang dipukuli oleh dua orang yang tidak ia kenal itu.

"Stop, jangan pukul bapak saya!" teriak Nadin sambil mencoba menarik baju salah satu dari orang yang memukuli ayahnya.

Namun nihil, tenaganya yang tidak sebanding dengan dua otot kekar milik kedua orang itu tetap membuat mereka memukuli ayahnya. Sampai saat salah satu dari mereka menyikut Nadin, seseorang dengan cepat merangkul  bahu Nadin agar tidak jatuh.

"Kamu gak papa?" Tanyanya.

"Tolongin bapak saya, Mas" pinta Nadin dengan menangis.

"Iyah, kamu tunggu disini dulu, yah." ucapnya memberikan payung yang dia bawa pada Nadin.

Selanjutnya laki-laki yang tidak tau dari mana datangnya itu menahan tangan kedua orang yang terus saja memukuli ayah Nadin.

"Kenapa kalian terus mukulin bapak ini?" tanyanya.

"Halah, banyak bacot lu, gebukin aja sekalian, Wo!" ucap laki-laki berotot kekar dengan temannya yang di panggil 'Wo' atau Jarwo itu.

Perkelahian berganti, kini 2 laki-laki itu malah mengahajar laki-laki yang berniat menolong ayah Nadin. Namun pukulan demi pukulan mendapatkan perlawanan yang sama. Sampai malah berganti 2 laki-laki berotot itu jatuh tersungkur karena pukulan dan tendangan dari laki-laki berkemeja hitam ini.

"Gini deh, gue gak mau cari ribut sama lu. Gue cuma mau bapak ini bayar utangnya ke bos gue! Dia bayar utangnya bakal gue lepasin dia, tapi kalo kabur-kaburan terus bakal gue kejar walaupun sampe ke liang lahat sekalipun!"

Nadin baru pahak kenapa ayahnya sampai dipukuli seperti ini, ternyata karna hutang.

"Memangnya hutang bapak saya berapa, Pak?" tanya Nadin.

"Dua puluh juta!" Seru Akmal salah satu preman itu.

Nadin mendadak lemas, gadis itu menyentuh dadanya yang terasa terkena serangan jantung.

"Kenapa bapak bisa punya hutang sebanyak itu, Pak?" Nadin beralih menatap Robi-ayahnya.

Bukannya Robi yang menjawab justru laki-laki bernama Jarwo itu yang bicara. "Bapak lu itu kalah judi! Udah tau gak punya duit segala kalah judi!" Jedanya sesaat dengan menampilkan senyuman menatap Nadin. "Dia malah punya rencana putrinya sebagai jaminan tapi bos gak mau terima." Lanjutnya.

Kurang syok apa lagi Nadin? Robi berniat menjadikannya sebagai jaminan? Gila!

"Saya yang akan bayar hutang bapak ini, kemana saya harus ketemu bos kalian?"

"Beruntung banget lu, Rob, dapet pahlawan kemaleman kek gini."  ucap Jarwo pada Robi.

"Dia tau kok harus ajak lu kemana, gue cabut. Lu inget ya, lu gak bayar anaklu ini bakal jadi milik bos gue!" Jarwo menatap Robi dan Nadin bergantian sebelum dia pergi begitu saja.

"Makasih mas udah bantu nolongin Bapak saya," kata Nadin.

"Nama saya Hanan, mari saya antar pulang." Ucap Hanan memperkenalkan diri sekaligus berniat menawarkan Nadin untuk diantar pulang kerumahnya.

"Tidak perlu, Mas, saya bawa motor kok." tolak Nadin tak enak hati, sudah di bantu malah minta lebih.

"Yaudah, kalo kamu gak mau ikut biar bapak aja yang ikut anak ini." Ucap Robi, "Ayo, Nak, badan bapak pada sakit semua." Lanjutnya.

Hanan membawa Robi masuk kedalam mobilnya, sedangkan dia masih menunggu Nadin mengambil motornya dan mendekat kearahnya.

"Kamu beneran gak papa naik motor? Atau nanti saya biar suruh orang antar motor kamu kerumah kamu." tanya Hanan sekali lagi.

"Gak usah, Mas, gak papa kok. Saya udah biasa, nanti saya ngikutin mas dibelakang saja."

"Gak, biar kamu saja yang di depan menuntun jalan saja. Lagian biar lebih aman juga."

Nandin terdiam sesaat.

"Jadi gimana?" tanya Hanan lagi.

"Yaudah saya yang jalan duluan." Nadin menjalankan motornya dengan kecepatan standar, dan mobil Hanan terus mengikutinya dari belakang.

Tidak berselang lama akhirnya mereka sampai dirumah Nadin. Setelah Nadin memakirkan motornya, gadis itu membantu Robi masuk kerumahnya dibantu dengan Hanan. Tak lama Nur keluar kamar saat mendengar seseorang membuka pintu rumahnya.

"Ya Allah, Pak, bapak kenapa?" Dengan sedikit berlari Nur menghampiri suaminya.

Setelah Nadin dan Nur membawa Robi kedalam kamar, Nadin kembali kedepan rumahnya untuk melihat Hanan yang berada diluar rumah. Saat ditawari masuk Hanan menolak karena alasan sudah larut malam.

"Makasih, udah bantu Bapak saya tadi Mas." Jedanya sesaat, "Oiya, nama saya Nadin." Lanjutnya, mengulurkan tangannya namun malah dibalas Hanan dengan merapatkan kedua tangannya didepan dada.

"Saya Hanan," jawabnya singkat namun dengan seulas senyuman.

"Ouh, iya maaf." Nadin jadi salah tingkah sendiri.

"Yasudah kalau begitu saya pamit dulu, titip salam buat bapak Ibumu, Assalamualaikum." ucap Hanan pamit pada Nadin.

"Iya, Mas, nanti saya sampaikan. Wa'alaikumsallam warahmatullahi wabarokatuh." Nadin menatap punggung Hanan yang semakin menjauh, sampai tubuh laki-laki itu masuk sepenuhnya kedalam mobil, dan meninggalkan perkarangan rumahnya.

"Seperti gak asing, yah?" Nadin mencoba mengingat, dimana dia pernah bertemu dengan Hanan? Atau hanya sekilas mirip dengan seseorang yang dia kenal saja?

Nadin menggelengkan kepalanya dan memilih masuk ke dalam rumah untuk melihat keadaan sang ayah. Kepalanya juga sudah dibuat pening karena harus memikirkan bagaimana dia bisa mencari uang sebesar itu?

⋆ ˚。⋆୨♡୧⋆ ˚。⋆

Bersambung ...

4 September 2024.

Jangan lupa follow+like+koment yahhh♡

-Katarsaa.

Dilarang Plagiat.

BAHTERA (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang