Manusia terkadang terlalu banyak berpikir buruk tentang dirinya, keadaan, atau bahkan masa depan. Ia lupa bahwa ada yang lebih berkuasa atas hidupnya, dan akan menentukan apapun untuknya.
-Ndn.
****
Saat ini Nadin sedang membersihkan meja bekas pelanggan yang selesai makan di Cafe tempatnya bekerja. Tangannya memang terlihat mengelap meja dengan kain kering, tapi isi kepalanya sedang tidak berada ditempatnya, Nadin memikirkan kejadian semalam.
Nadin takut saat dia bekerja terjadi sesuatu pada kedua orangtuanya dirumah. Apalagi kemarin dia sudah membuat janji untuk segera membayar hutang ayahnya. Tapi bagaimana bisa dia mendapatkan uang sebanyak itu dalam semalam? Ngepet? Ngaco!
Sampai Angga yang memperhatikan perubahan sikap Nadin berniat mengajaknya bercanda.
"Permisi, Kak"
"Iya, Kak ada yang bis-- ye dasar ngagetin aja sih, Ngga!" Nadin menampilkan raut wajah kesal.
Ia kira tadi ada costumer yang datang dan mau bertanya padanya, ternyata Angga yang menjailinya.
Angga yang sudah puas menyengir bagai kuda itu akhirnya memoho maaf.
"Ya maaf, abisnya lu kayak murung gitu. Abis di putusin pacar? Atau abis ditipu orang?" Tebaknya asal.
Nadin duduk di bangku sedangkan Angga menyender pada meja di sebrangnya.
Untungnya keadaan cafe yang sepi membuat mereka bisa bersantai sebentar.
"Gue gak papa kok, cuma emang ada masalah aja sedikit dirumah." Jelas Nadin, tidak berniat untuk menceritakan masalahnya lebih detail.
"Serius gak mau cerita?" Tanya Angga, pikirnya Nadin bisa lebih lega setelah bercerita dengannya.
Namun jawaban Nadin hanya menggeleng, sembari tersenyum kecil seperti meyakinkan Angga bahwa dia benar-benar yakin bisa menyimpannya sendiri.
Pukul 4 sore, Nadin sudah menyelesaikan pekerjaannya dan bersiap pulang kerumah. Motornya di pacu agak kencang, untungnya jalanan kota belum terlalu macet saat ini.
Sesampainya dirumah, Nadin melihat kesekitar rumah yang nampak tidak ada perubahan, sesekali ia menyempatkan menyapa tetangga yang lewat dan tersenyum padanya.
Setelah masuk kedalam rumah pun nampak tidak ada perubahan. Apa badainya sudah berlalu?
"Nadin? Kok ngelamun depan pintu?" tegur sang Ibu.
Nadin yang agak kaget itu langsung mengucap salam dan menghampiri ibunya untuk mencium tangannya.
"Kamu sudah makan?" Tanya Nur lembut.
"Sudah Bu," jawab Nadin.
"Bapak mana, Bu?" Tanyanya, matanya berputar kesegala arah untuk mencari sosok laki-laki itu.
"Bapakmu pergi sejak pagi, tidak tau mau kemana."
Nadin hanya ber-oh ria, sedangkan Nur berlalu pergi menuju dapur. Nadin berjalan mengitari meja dan duduk dibangku depan tv. Merentangkan otot tangan dan kakinya yang terasa pegal.
Tak lama, Nur datang dengan sepiring kue cubit ditangannya.
"Cobain, kue buatan ibu." Nur menyodorkan piring itu dengan senyuman lebar.
Nadin yang melihatnya jadi ikut tersenyum. "Ibu pasti abis liat vidio masak-masak, yah." Ujar Nadin sembari mengambil sepotong kue dan melahabnya.
"Iyah, sebenernya ibu udah lama pengen buat cuma kelupaan mulu. Akhirnya tadi ibu liat bahannya juga ada, yaudah deh ibu buat aja." Terang Nur.
"Enak, Bu, manis, kayak yang buat." Puji Nadin sembari menggoda sang ibu.
"Alah, kamu bisa aja, Ndin, yang makan juga manis."
Nadin hanya menyengir lebar, tidak sadar tiga potong kue sudah masuk kedalam perutnya.
"Oiya, Bu, cowok yang kemarin gak dateng lagi kan?"
"Anak laki-laki yang anter bapak sama kamu pulang kemarin?"
Nadin mengangguk cepat.
"Enggak kok, dari pagi gak ada yang dateng kerumah," jelas Nur.
Akhirnya Nadin mampu bernapas lega meskipun mungkin hanya sesaat sstidaknya pikiran buruknya tentang hari ini tidak terbukti.
"Nadin masuk kamar dulu ya, Bu, udah mau maghrib. Nadin mau mandi sama sholat dulu." ucap Nadin pada sang Ibu sebelum masuk kedalam kamarnya.
****
Hari sudah semakin malam, Nadin saat ini tengah makan malam bersama sang Ibu. Bapaknya tidak tau kemana, jam sudah menunjukkan pukul delapan tapi laki-laki itu juga belum terlihat.
Nadin sampai lupa, kapan terakhir kali mereka bertiga makan bersama. Setiap harinya Nadin hanya makan bersama ibunya. Tapi menurut Nadin yang sudah sangat terbiasa itu, momen itu adalah saat yang baik untuk anak dan ibu itu bebas mengobrol apa saja.
Sesekali Nadin mengeluhkan pekerjaannya, bahkan menyeceritakan hal-hal apa saja yang dia temui sepanjang jalan. Sesekali keduanya tertawa, Nur yang lebih banyak mendengar itu tidak pernah merasa bosan mendengar putrinya bercerita.
"Nadin masuk kekamar dulu, ya, Bu." Nur mengangguk, setelah keduanya membereskan sisa bekas makan mereka, Nadin memilih langsung masuk ke kamarnya.
"Untunglah hari ini gak seburuk yang dipikirin, untung juga cowok itu gak dateng lagi kerumah." Nadin menghembuskan napas panjang.
Terbesit ide muncul dikepalanya, tangannya bergerak mencari handphone dan membuka aplikasi instragram. Mengetik sesuatu disana dan berakhir menampilkan beberapa akun pilihan, Nadin menekan salah satunya.
'INFO PART TIME '
"Kira-kira ada gak, yah, partime yang bisa gue lakuin sembari kerja?" Ucapnya sendiri.
Nadin pikir, ia harus lebih giat mencari uang untuk melunasi hutang bapaknya itu. Karna gajinya saat ini tentu saja akan memerlukan waktu yang lama untuk mengumpulkan uang sebanyak itu.
"Ayo Nadin, semangat! Paling enggak untuk bisa bantu keluarga kecil lu ini!" ucapnya penuh semangat.
Namun yang dicari belum dia dapatkan, karena matanya yang sudah mulai mengantuk Nadin memilih menghentikan aktivitasnya. Meletakkan handphone miliknya di atas meja dan berbaring di kasurnya.
Dia perlu istirahat untuk hari yang lebih baik atau bahkan lebih berat besok.
****
Bersambung ....Sulit banget mau balik nulis yah:)
Doakan cerita ini cepet selesai!!Lop u♡
05/11/2024
-Katarsaa
KAMU SEDANG MEMBACA
BAHTERA (ON GOING)
EspiritualMenikah tanpa saling mengenal? Emang bisa? Menikah tanpa pacaran? Emang bisa? Nadin dan Hanan mencoba itu semua, saat akhirnya keadaan menghantar kan mereka pada kalimat, "Jodoh kita itu gak tau siapa dan dateng dari mana." Pacaran setelah menikah...