Kalau kemarin Sunghoon membolos. Maka hari ini ia akan kembali melakukannya. Sengaja, ingin cari mati katanya.
Sepatu sneakers putih yang berpijak di atas permukaan semen yang bolong-bolong itu, ia bawa dengan langkah berat. Tatapannya terus mengedar ke sekeliling bangunan yang kumuh. Dengan suara pedagang dan pembeli di sana-sini saling bersahutan.
Komplek ini... seakan memiliki dunianya sendiri. Jauh dari keramaian kota. Mereka punya ciri khas tersendiri.
Berbeda dengan lingkungan yang selama ini Sunghoon punya. Dunia yang selama ini ia rasakan di pusat kota; sesak dan penuh tekanan. Tapi di sini, di tempat sederhana yang secukupnya ini, Sunghoon merasa bebas menjadi dirinya.
Mengingat kondisi wajahnya yang kini dipenuhi dengan luka gores sampai luka memar. Kalau saja dia di pusat kota, orang-orang pasti sudah akan ricuh membicarakannya, berbisik sana-sini, menatapnya dengan sorot seakan betapa buruknya dia.
Tapi di sini rasanya berbeda. Dari semenjak ia memasuki kawasan, tidak ada sama sekali yang benar-benar menaruh perhatian terhadapnya. Penghuninya punya kesibukan masing-masing. Seakan rupa siswa berpenampilan penuh luka seperti ini sudah biasa mereka lihat.
Baru kali ini Sunghoon merasa dirinya cukup layak. Karena seperti apapun penampilan kacaunya sekarang, tidak ada yang menaruh peduli. Tidak ada yang diam-diam berkata 'dia berandal'.
Langkahnya Sunghoon bawa ke tengah keramaian pasar. Di bumi sebelah sini, rasanya asing sekaligus... menenangkan. Tidak ada Papanya, tidak ada anak-anak orang kaya yang pamer barang mahal, dan tidak ada buku try-out dengan isi soal yang memuakan. Sesaat Sunghoon benar-benar merasa bebas. Tidak peduli dengan beberapa aroma tak sedap yang mencuri masuk ke indera penciumannya. Selagi itu tidak membuat dadanya sesak, tak akan jadi masalah.
Seragamnya terlalu nampak rapi di lingkungan ini. Setidaknya ia menutup rapat-rapat indentitas sekolahnya, mengingat kini tengah memasuki kawasan musuh. Hanya menampakkan celana sekolah, dengan kemeja putih yang dibalut hoodie baby blue dari luarnya. Cari mati saja kalau dia memakai blazer, pamer lencana sekolah Independent High School di sini.
Siswa berantakan dengan luka bonyok di wajah mungkin sudah biasa bagi orang-orang di sini, tapi Sunghoon tidak bisa menjamin kalau itu siswa berseragam elite yang tiba-tiba saja nyasar ke pojok kota.
Langkah Sunghoon melambat. Kepalanya menengadah ke atas, membaca kalimat yang tertulis di atas gerbang yang menjulah di hadapannya, 'Bumi Sentosa'.
Sunghoon bergeming. Ingatannya tentang ucapan Jay kemarin kembali berputar di kepalanya. Pandangannya lalu jatuh pada bangunan bertingkat 4 di dalam. Dindingnya penuh dengan coretan sana-sini, spanduk familiar yang sempat ia lihat di hari tawuran digantung dengan apik menutupi sebagian permukaan dinding semen yang tidak dicat sedikitpun.
Barang-barang rongsokan di pojok halaman, kursi bekas, meja bekas, kotak-kotak kosong, sampah brosur, dan koran bekas menjadi penyambut utama di halaman depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Bumi Sebelah Sini [ JayHoon ]
AcakAnehnya, sesuatu yang secukupnya di sini justru seperti rumah baginya. Dom: Jay Sub: Sunghoon Warn! bxb!