BAB 5 [Lintang POV] 18+

2K 65 0
                                    

Hujan terus mengguyur siang hari ini. Bau tanah basah terkuak menyejukkan indra penciuman. Angin bercampur air hujan membuat suasana siang menjadi dingin.

Di jendela kamar, aku menatap air hujan yang jatuh ke tanah. Hanya memakai daster selutut dengan lengan berenda. Memang hawa hari ini dingin, tapi suasana hatiku sedikit panas semenjak pria itu menyatakan perasaan dan niatnya di hari itu.

Mas Pandu.

Nama yang menghantuiku selama tiga hari ini. Selama tiga hari aku tak bisa tidur memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Dia menyatakan perasaannya bahwa dia menyukaiku sudah enam tahun lamanya. Apa benar dia mencintai ku? Masalahnya mana ada seorang pria tampan menyukai gadis yang umurnya saja sangat terpaut jauh selama enam tahun? Diriku juga tidak secantik wanita diluaran sana. Bahkan jika disandingkan dengan wanita-wanita yang mendekati nya pun aku sangat jauh berbeda. Itu hanya opini pribadi ku.

Aku merebahkan diri dikasur dengan posisi terlentang. Menatap plafon kamar yang berwarna putih. Jika dipikir-pikir, enam tahun yang lalu aku berusia enam belas tahun. Usia dimana diriku menginjak SMA. Diusia itu sudah banyak lelaki yang mendekati ku. Mulai dengan memberiku surat, chatting, bahkan ada yang terang-terangan menyatakan perasaannya namun aku selalu menutup telinga. Sejak kecil aku tidak terlalu suka dekat dengan pria manapun. Hanya bapakku dan adikku saja. Bapakku yang selalu menjagaku pun tak luput untuk berperan sebagai tameng ketika ada seorang lelaki mendekat.

Aku memiringkan posisi tubuhku. Di meja belajar ku terdapat foto masa SMA dengan seragam abu-abu. Tubuhku yang menonjol itu memang selalu menjadi pusat perhatian lelaki bahkan wanita pun ada yang memujiku dan ada yang mencaci tubuhku.

Kuraba bagian dadaku. Ukuran yang besar untuk seorang gadis seperti ku. Tiba-tiba saja sebuah pemikiran melintas di benakku. Apa mungkin Mas Pandu menyukaiku karena tubuhku? Apakah dia menyukaiku karena bernafsu pada wanita yang menonjol? Mengingat ketika dia bertemu denganku selalu melakukan tindakan yang bersifat sensitif. Aku jadi ingat wanita yang datang ke sawahnya. Dia mempunyai badan yang sexy dan berisi. Mas Pandu juga terlihat welcome dengan wanita itu. Apakah Mas Pandu pria semacam itu?

"Hufftt... Memikirkannya membuat kepala jebol." Ucapku sendiri.

Kulihat jam di handphone ku. Pukul dua belas lebih lima belas. Astaga aku melupakan adikku yang harus aku jemput.

Aku mengambil cardigan yang menyangkut di tembok lalu memakainya. Menghadap cermin dan merapikan rambut lalu mencepolnya. Aku keluar dari kamar dan mengambil sepeda yang ada diruang tamu. Biasa orang desa memang begini. Tidak punya garasi tapi ruang tamu yang luas. Jadi bisa diisi beberapa barang, terutama penenan. Ku keluarkan sepeda itu dan mengunci pintu rumah. Kulihat hujan sudah tidak turun lagi. Aku menuntun sepeda ini sampai ke depan teras lalu menaikinya.

Kakiku terus mengayuh pedal. Di depan sana terlihat orang yang sedang bergotong royong membuat sebuah wahana permainan. Malam nanti akan ada sebuah pasar malam di desaku. Mumpung jalanan belum ditutup, aku mengayuh sepeda ku melaju diantara para lelaki yang sedang bergotong royong itu. Sekilas kulihat mereka memandangku dengan bersiul. Sialan. Minta di pukul pakai batu.

Aku berbelok ke sekolah dasar adik ku. Berhenti dan turun dari sepeda lalu menunggu adikku keluar di depan gerbang. Lima belas menit aku menunggu tapi tak kunjung menemukan adikku. Biasanya bocil itu tanpa diamati langsung menghampirinya namun kenapa sekarang malah aku yang mencari? Ku tatap satu persatu wajah anak kecil yang keluar gerbang sekolah. Nihil. Aku tak menemukan adikku. Bocah itu kemana sebenarnya?

Aku melihat beberapa gerombolan gadis dan lelaki kecil yang seumuran adikku. Aku berinisiatif untuk bertanya mereka mungkin mereka mengetahui dimana adikku.

NIMASKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang