BAB 10 [Pandu POV] 18++

1.5K 85 9
                                    

Mencintai seseorang yang di inginkan sejak lama itu membahagiakan. Semua orang pasti akan melakukan apapun demi yang di cintainya. Tapi diriku lebih tepatnya tidak diminta akan memberinya.

Dua bulan aku membuat gubug ini dengan dibantu rekanku yang pandai dalam membuat arsitektur. Tak kusangka ternyata hasilnya sangat indah dan berbeda dengan gubug biasanya. Aku membuat gubug ini ditempat yang jauh dari para warga. Di hutan yang masih asri dan hijau tanpa sentuhan tangan manusia. Menurutku tempat ini nyaman. Apalagi jika berduaan dengan Nimasku.

Ekhm. Sebenarnya tempat ini ingin ku beritahu Nimas saat kita sudah menikah, namun mengingat sepertinya gubug ini akan reyot jika tidak dihuni, apalagi aku  mengunjungi tempat ini hanya sebulan sekali. Jadi aku beritahu sekarang saja. Ngomong-ngomong mengapa aku percaya diri sekali akan menikah dengan Nimas? Padahal dia belum memberitahu perasaannya? Entahlah dalam lubuk hatiku, dimasa depan nanti Nimas akan menjadi ibu dari dua anakku.

Membayangkannya membuat diriku ingin memakannya. Seperti saat ini, hari ini di tempat ini dengan ditemani hujan yang semakin deras diluar sana. Aku di dalam gubug ini menatap gadis kecil ku yang terlentang menarik nafas dalam-dalam. Dada berisi yang naik turun, mata sayu yang  mendamba, kulit kuning langsat yang bersinar terkena lampu pijar membuat jiwaku meronta-ronta. Pusaka ku sedari tadi sudah gelisah ditempatnya. Dan sekarang benar-benar berdiri tegak selayaknya pedang. Aku menginginkan dia, Nimasku.

Ku lepaskan kaos yang menambah gerah tubuhku lalu kubuang ke sembarang arah. Bisa kulihat wajahnya sedikit terkejut dan menatap tubuhku yang memang sudah ku bentuk karena sering berolahraga dan melakukan kegiatan di sawah. Wajah Nimasku berbinar. Aku semakin percaya diri mendekat kan tubuhku pada tubuhnya. Sekarang aku menindihnya. Gadis kecilku ini tidak bergerak sama sekali. Apa kau menginginkan juga Nimas? Dadanya menggesek dadaku. Rasanya aku ingin meremasnya namun aku harus sabar terlebih dahulu. Aku tidak boleh bergerak kasar.

Jariku mengelus pelipisnya yang berkeringat lalu turun ke pipi dan lehernya. Kulihat reaksi tubuh Lintang berjengit. Membuat dadanya semakin menabrak tubuh depanku. Aku meneguk ludah ini. Ludah sisa air liurnya yang bercampur denganku.

"Nimas.." Suara serakku mengalun memanggilnya. Dia tak bersuara, hanya matanya saja yang menatapku sebagai jawaban atas panggilan ku.

"Nimas.."

Gadis kecilku itu masih tak bersuara. Gemas sekali aku padanya. Ku gigit pipinya yang memerah.

"Akhh.." Suara itu mengalun di telingaku dengan wajahnya yang cemberut menatapku.

"Mas Pandu kok-hmppmh.." Lintang hendak mengomel namun aku langsung menyerangnya. Ku cium bibir manis merah bengkak karena ulahku tersebut. Aku menghisap, mencium, menyedot dan bermain dengan lidahnya yang amatiran. Aku jadi gemas karenanya. Ku gigit bibir itu.

"Emhh..." Suaranya mengalun merdu lagi.

Tangan Lintang meremas pundak ku lalu menjalar menuju kepala ku. Rambutku sepertinya akan kusut.

Saat aku mencium bibirnya, kurasakan bibir Lintang bergerak. Gerakannya kaku. Aku tersenyum di sela pagutan kami. Ku pelankan pagutanku supaya Nimasku bisa mempelajari nya. Lidahnya bergerak mencari lidahku. Tangannya merapatkan kepalaku pada wajahnya. Dia berusaha mencoba meniru perlakuanku sebelumnya. Aku menerima hal tersebut dengan senang. Kepalaku ke kanan dan ke kiri. Ku ambil bantal dan menyelipkannya dibawah kepala gadis kecilku ini. Dia menepuk dadaku supaya aku melepaskannya.

MUACHH

Pagutan kami terlepas. Lintang tersengal-sengal menghirup oksigen. Kutegakkan tubuh atasku menatapnya yang terlihat eksotis dengan tubuh berkeringat. Wajah serta lehernya yang basah dengan air liur kami. Dan dadanya yang menggodaku. Aku mendekatkan wajah lagi namun bukan ke wajahnya, melainkan leher mulusnya.

CUP

Aku menjilat dan mencium leher tersebut. Wangi tubuh gadisku ini membuat ku semakin bersemangat dalam melancarkan aksi.

"Akhh.." Suara desahan Nimasku menggema karena ulahku yang menggigit lehernya. Kutinggalkan jejak kemerahan pada lehernya. Ingin ku gigit semuanya, namun kasihan gadis ku ini jika nanti ada orang yang mengetahui tanda tersebut dilehernya.

Di setiap kecupan yang ku beri pada lehernya, tanganku tak tinggal diam. Jari-jari ku bermain lihai di atas gunung kembar itu.

"Mmh.." Desahannya membuat diriku semakin semangat dalam bertindak. Aku meremas benda kenyal itu. Lembut dan lucu. Tanganku terus menerus meremas, memegang, dan mencari intinya dari luar daster tersebut.

"Mmmhh.. Mass.."

Sial. Panggilan mendayu itu membuatku belingsatan. Aku semakin gila karenanya. Ku singkat daster tersebut keatas dadanya supaya aku bisa leluasa menatap pepaya yang masih berbalut bra warna merah muda tersebut. Lagi-lagi aku meneguk ludah ini. Ku tatap wajah Nimasku yang menatap sayu dengan keringat basah. Aku melepas kaitan bra dibelakang tubuhnya dan terbukalah benda itu.

Lucu sekali. Aku menenggelamkan wajah pada sela payudaranya. Lembut, harum, dan kenyal. Lidah ku bermain-main di kulit pepayanya.

"Mass... Emhh.. Mas Pandu..."

Aku tak menggubris panggilannya. Sungguh pikiranku hanya menginginkan Nimasku. Sudah lama diriku mendambakannya. Aku benar-benar menginginkan nya sekarang.

Areola berwarna merah muda itu mencuat berusaha menggodaku. Aku menatapnya dengan mendamba. Ku lihat wajah Nimasku yang menatapku seperti melarang tapi menginginkan seterusnya.

CUP

Aku mencium areola tersebut dan melumatnya. Aku melumat seperti seorang bayi yang menyusu ibunya. Benda ini akan menjadi favorit seterusnya.

"Akhh.. Mas..." Teriakkan Lintang padaku.

Kalian tau apa yang ku lakukan? Aku menggigit puting tersebut dengan gemas. Dan meninggalkan jejak di semua tempat di payudara nya. Tidak masalah kan karena tempat ini tertutup. Aku terus melumat dan menghisapnya. Lintang terus mendesah dan meracau memanggil namaku. Tangan kiriku merambat ke perutnya dan turun pada inti tubuh gadis kecilku itu. Kulihat bagian tersebut masih tertutup celana dalam berwarna merah muda. Aku meraba dan menggosok nya. Tempat itu basah. Aku tersenyum miring merasakannya.

"Mass..." Lintang menatapku dengan kedua tangannya yang menahan tangan kiri ku.

Aku tersenyum padanya dan melanjutkan aksiku. Bibirku melumat puting susunya dan tangan kiriku terus menggosok bagian luar lipatan tersebut.

"Ahh.. Mas..."

Suara Lintang menggema. Aku semakin mempercepat gosokan tanganku pada lipatan itu. Kurasakan gelombang akan datang dengan tubuh Lintang yang akan melengkung keatas.

TRING TRING

Suara dering ponsel bergema. Aku masih mengabaikan hal tersebut. Namun semakin lama semakin mengganggu telingaku. Aku jadi tidak bisa mendengar dengan tenang suara jeritan Nimasku kalau ponsel itu terus berbunyi.

Aku menatap layar ponselku dan melihat notifikasi diatas sebelumnya. Satu pesan tersebut membuatku melepas tangan kiri yang berada di inti tubuh Lintang.

"Aaaah... Massss..."

Aku menatap wajahnya tanpa bersalah. "Nimas, Mas angkat telepon dulu ya. Bentar."

Aku keluar dari gubug tersebut meninggalkan gadis kecilku. Mengangkat telepon dari seseorang yang membuatku bertanya-tanya.


💓💓💓

Ealah dikit banget part nya. Mana nanggung lagi.

Iya guyss dikit soalnya part selanjutnya ada konflik dikit. Sedikit kokkk.

Btw aku ngingetin ya. Ini cerita 18+. Bukan 21+. 😭😭😭

Makasih yang udah nungguin.

Ini sengaja aku UP ga barengan ama part 9 soalnya harus ada trik marketing dong. 🤙

NIMASKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang