9| Berusaha Menghindar

1 0 0
                                    


***

Antony Oh Antony


Setelah Larisa dan teman-temannya diantarkan pulang oleh ayahnya, Antony merasa kecewa. Di dalam mobilnya, dia menggenggam setir dengan erat, wajahnya dipenuhi oleh amarah yang tertahan. "Aku tidak akan menyerah," gumamnya dengan suara rendah namun tegas. "Apapun yang terjadi, Larisa akan menjadi milikku. Tidak peduli siapa yang mencoba menghalangi, aku akan melawan mereka tanpa ampun." Suasana malam yang tenang di luar kontras dengan pikiran gelap yang bergemuruh di dalam benaknya. Setelah beberapa saat bergumul dengan pikirannya sendiri, Antony akhirnya menyalakan mesin mobil dan meluncur pulang.

Di sisi lain, di dalam mobil ayahnya, Larisa duduk di kursi depan dengan wajah penuh kebingungan. Teman-teman baiknya, yang duduk di kursi belakang, mulai membicarakan film yang baru saja mereka tonton. "Film tadi seru banget, sayang kamu nggak nonton sampai habis, Larisa!" canda salah satu temannya sambil tertawa. Ayah Larisa, yang mengendarai mobil, menoleh sedikit dengan senyum hangat. "Kenapa kamu nggak nonton sampai selesai, sayang?" tanyanya lembut, penuh perhatian.

Larisa hendak menjawab, tetapi salah satu temannya dengan cepat menjawab, "Larisa tadi pusing menatap layar bioskop, Om. Mungkin karena lelah." Mendengar itu, ayah Larisa langsung menunjukkan kekhawatirannya. "Kamu sakit, Nak? Atau nggak enak badan?" tanyanya dengan nada cemas.

Larisa menggeleng, mencoba meyakinkan ayahnya. "Mungkin aku cuma kelelahan, Yah. Nggak usah khawatir," jawabnya dengan senyum tipis. Ayahnya mengangguk pelan, namun masih dengan tatapan khawatir. "Kamu harus jaga kesehatan, jangan terlalu banyak begadang, ya?" katanya sambil menepuk pelan pundak Larisa. Meskipun senyuman Larisa tetap tergambar di wajahnya, hatinya sebenarnya sedang resah, bukan karena lelah, tetapi karena perasaan tidak nyaman yang ditimbulkan oleh Antony.

Setelah teman-temannya satu per satu turun dari mobil, hanya Larisa dan ayahnya yang tersisa di perjalanan pulang. Larisa merasa ragu untuk membuka percakapan yang mengganggunya sejak tadi. Namun akhirnya, dia memberanikan diri untuk bertanya. "Yah," panggil Larisa pelan.

"Ya, Nak?" sahut ayahnya dengan senyum penuh kasih.

"Menurut Ayah, laki-laki yang baik itu seperti apa?" tanya Larisa hati-hati. Ayahnya tersenyum lebar, sedikit mengejek putrinya. "Hmmm, nampaknya anak Ayah ini sudah mulai suka sama seseorang, ya?" candanya sambil tertawa kecil.

Larisa mengerutkan keningnya, merasa sedikit kesal tapi juga malu. "Bukan begitu, Yah," bantahnya dengan nada manja. Ayahnya tertawa lebih keras kali ini, merasa puas bisa menggoda putrinya.

"Laki-laki yang baik itu nggak perlu sempurna, Nak. Yang penting dia bertanggung jawab dan punya sikap yang baik," jawab ayahnya setelah tawanya mereda.

Larisa menggigit bibirnya, berpikir sejenak sebelum bertanya lagi. "Kalau laki-laki yang nakal, Yah? Ayah suka nggak sama yang seperti itu?"

Raut wajah ayahnya berubah menjadi lebih serius. "Ayah nggak suka sama laki-laki yang nakal. Dalam keluarga kita, kita diajarkan untuk jadi orang yang baik dan menghormati orang lain. Lelaki yang nakal biasanya hanya akan membawa masalah."

Larisa mengangguk pelan, mencerna kata-kata ayahnya. "Kalau begitu, kamu lagi suka sama siapa, Nak?" tanya ayahnya, mencoba menebak. Larisa tersenyum malu-malu, menundukkan wajahnya. "Nggak, Yah. Nggak ada siapa-siapa," jawabnya lirih.

Ayahnya tertawa kecil. "Kamu nggak bisa bohong sama Ayah, Larisa. Ayah juga pernah muda, lho. Tapi Ayah akan selalu mendukung pilihanmu, asal jangan sampai salah pilih pria, ya."

Larisa memasang wajah cemberut, namun dalam hatinya merasa lega dan senang mendengar dukungan ayahnya. Tapi bayangan Antony membuat hatinya kembali berdebar tidak nyaman.

Sesampainya di rumah, Larisa langsung menuju kamarnya untuk beristirahat. Esok paginya, dia berangkat ke sekolah lebih pagi dari biasanya, diantarkan oleh supir pribadinya. Setelah tiba di gerbang sekolah, dia turun dari mobil dan berjalan cepat menuju kelasnya. Namun, ketika dia melirik ke belakang, dia melihat Antony yang sedang berjalan tidak jauh darinya. Larisa segera mempercepat langkahnya, merasa panik dan tidak nyaman.

Sesampainya di kelas, Larisa langsung bersembunyi di bawah meja, berusaha untuk tidak terlihat. Ketika bel pelajaran kelas dimulai, barulah dia keluar dari bawah mejada. Lalu tidak lama kemudian bel istirahat berbunyi, larisa melakukan hal yang sama lagi, dia bersembunyi di bawah meja, Michel dan Glory segera bertanya, "Ada apa, Larisa? Kenapa kamu kelihatan panik?"

Larisa tersenyum tipis, berusaha tenang. "Nggak apa-apa, aku cuma merasa sedikit nggak enak badan," jawabnya. Dia juga segera meminta teman-temannya untuk tidak memberitahukan keberadaannya jika Antony mencarinya. "Tolong, jangan bilang ke Antony kalau aku ada di sini," pinta Larisa.

Teman-temannya mengangguk, meskipun mereka penasaran. Dan benar saja, tak lama kemudian, Antony datang mencari Larisa. Teman-temannya, sesuai permintaan Larisa, mengatakan bahwa Larisa pergi ke kantin sendirian. Antony percaya dan pergi mencari ke kantin.

Setelah Antony pergi, Larisa keluar dari tempat persembunyiannya. "Terima kasih," ucapnya dengan lega. Teman-temannya semakin penasaran dan bertanya mengapa dia menghindari Antony. Larisa hanya menjawab dengan singkat, "Aku hanya nggak mau."

Teman-temannya, yang masih bingung, akhirnya menyimpulkan bahwa Larisa tidak tertarik pada Antony, meskipun mereka merasa sayang karena Antony cukup tampan dan kaya. Namun, ketika salah satu teman baiknya bertanya tiba-tiba, "Bagaimana dengan Adrian?" wajah Larisa langsung memerah. Reaksi ini membuat teman-temannya terkejut. "Jangan bilang kamu benar-benar jatuh cinta pada Adrian?" tanya mereka dengan nada bercanda namun serius.

Larisa tidak bisa menjawab, dia hanya diam sambil menundukkan wajahnya. Sementara itu, di tempat lain, Adrian sedang berusaha membawa timnya ke final. Dengan usahanya yang luar biasa, tim mereka akhirnya menang dengan skor 4-0, membuat mereka lolos ke babak final. Adrian mencetak hat-trick, menjadi pahlawan timnya. Meskipun sibuk dengan kemenangan dan persiapan, pikirannya tak bisa lepas dari Larisa. Dia bertanya-tanya apa yang sedang dilakukan Larisa, tetapi dia kembali fokus pada tujuannya membawa pulang piala untuk sekolahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I GOT YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang