VOW IN THE RAIN : Chapter 5
.
.
.
♤
Tok tok tok.
Ketukan pintu menghentikan semua kegiatan yang mereka lakukan di dalam ruangan selebar 12 × 6 meter tersebut.
Kyler yang berada paling dekat dengan pintu, berinisiatif membukanya. Dia menaruh macbook-nya. Berjalan mendekat dan memutar knop pintu.
Seorang suster memberikan senyum hangat menyapanya. “Selamat sore. Administrasi atas nama Tuan Syrens sudah bisa dilunaskan.”
Kyler terdiam beberapa saat. “Baiklah, nanti saya akan kesana,” putusnya.
Dia menutup pintunya kembali. Mendekati sofa, tempatnya tadi duduk dan mengambil ponselnya di atas meja.
“Ada apa?” tanya Theo.
“Administrasi,” singkatnya. Kyler melirik Naren sesaat. “Jaga dia, jangan biarkan dia keluar selama aku tak ada.”
“Kau seperti benar-benar berniat memperlakukanku seperti tahanan, huh?” komentar Naren.
Tak mendengarkan perkataan Naren hingga selesai. Kyler sudah berjalan keluar lebih dulu dengan bergegas. Dia bahkan melupakan jasnya.
Naren mendengus dari kursinya. Dia merebahkan punggungnya. Matanya melirik ke arah Theo, sibuk dengan macbook yang ditinggalkan Kyler.
Dia berdiri dari duduknya. Menghampiri Theo, yang cukup kaget melihatnya mendekat. Dengan cepat, menutup macbooknya.
“Ada yang anda perlukan, Tuan Naren?” tanya Theo.
“Tidak, just let me ask some question.” Naren mendudukkan dirinya pada sofa kosong di samping Theo. “Kau sudah lama bekerja untuknya?”
“Aku ingat bertemu dengannya sejak umurnya 7 tahun dan tahun ini, dia sudah berumur 22. Kau bisa menyimpulkan sisanya.”
Pupil mata Naren melebar. Dia memang yakin Kyler lebih muda darinya. Namun, lima tahun lebih muda darinya. Itu mengejutkannya.
“Bagaimana sifat pemuda itu, menurutmu?”
Theo terdiam sejenak. “Dia selalu fokus pada pekerjaannya. Mendapat validasi dari Tuan Besar adalah satu-satunya tujuan hidupnya, ku rasa.”
“Lalu, berapa orang yang sudah dia kencani? Penampilannya terlalu sempurna jika dia tak pernah berhubungan dengan siapapun.”
Pertanyaan dan pernyataan itu keluar tiba-tiba dari mulutnya tanpa Naren sempat pikirkan kembali. Dia buru-buru menutup rapat bibirnya.
Theo menatapnya heran sebelum menjawab, “Setahuku, dia tak pernah berkencan dengan siapapun. Aku bahkan ragu dia pernah memeluk seseorang, walau itu tak sengaja sekalipun. Refleksnya sangat bagus.”
“Dan ku sarankan juga, jangan terpedaya dengan penampilannya. Etikanya sungguh buruk,” tambah Theo.
Naren terdiam. Apa yang dikatakan Theo benar adanya. Etikanya memang buruk, sangat buruk. Dia sudah melihatnya dengan mata kepalanya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
VOW IN THE RAIN [PoohPavel]
Fanfiction"Hanya orang bodoh yang melakukan misi berbahaya dengan memikirkan orang lain, Kyler." Itu perkataan sekaligus peringatan keras dari Tuan Besar. Seseorang yang berstatus ayahnya dan tentu, Kyler menjadikannya pedoman penting sejak misi pertamanya. N...