VOW IN THE RAIN : Chapter 9
.
.
.
♤
Naren mencoba menyingkirkan gelap yang datang-hilang dalam penglihatannya. Tangannya memegang erat pegangan tangga kala pusing menghantam kepalanya lagi.
“Good morning, young master.”
Theo melewatinya begitu saja dengan segenggam berkas di tangan kirinya dan roti hangat di tangan kanannya. Langkahnya terburu-buru menghampiri Kyler.
Naren mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum akhirnya pemandangan ruang makan yang remang menyita pandangannya.
Hanya ada sedikit berkas cahaya yang menerangi, itu juga karena pantulan dari lampu dapur.
Semua lampu utama masih dalam keadaan mati. Tirai-tirai yang menutup jendela besar pun belum dibuka barang sedikitpun.
Satu pelayan wanita paruh baya nampak mondar-mandir dari arah dapur menuju ruang makan, dan sebaliknya.
Sibuk menyiapkan sarapan berupa roti tumpuk beroleskan selai dan segelas susu hangat.
Melihat sang bibi kembali, Theo buru-buru meletakkan dokumen yang digenggamnya di meja, dan memasukkan sisa roti, yang sebenarnya masih terlalu besar untuk satu suapan, pada mulutnya.
Tangannya beralih menerima nampan dari bibi pelayan dengan sebuah senyum hangat menghias wajahnya.
“Terima kasih banyak, maaf mengganggu bibi dini hari seperti ini,” ujarnya.
Yang langsung dibalas dengan sejumlah kata bantahan dari sang bibi bahwa mereka sama sekali tidak mengganggunya, sebelum dia pamit kembali ke dapur.
Theo meletakkan nampan tersebut dengan hati-hati di atas meja sembari bersenandung kecil. Suasana hatinya cukup bagus pagi ini.
Lalu, dengan nada semangatnya, Theo berbalik dan mengajak Naren untuk sarapan bersama mereka.
“Apa yang kau tunggu, Tuan Naren? Kemarilah. Ini sarapanmu pagi ini.”
Mata Naren menyipit sesaat demi menetralisir pusing yang membuyarkan penglihatannya. “Jam berapa ini?”
“Ini jam lima pagi,” jawab Theo sambil mengambil beberapa tisu. Mengelap remah-remah roti yang berserakan di bibirnya. “Oh, dan kau jarang sekali bangun jam segini. Apa kau mengalami mimpi buruk? Bibirmu sedikit terluka.”
Theo mengetuk bibir bagian bawah sisi kirinya dua kali sebagai tanda untuk memberitahu dimana letak pastinya bibir Naren yang terluka itu.
“Mungkin kau terlalu ketakutan karena mimpi semalam hingga kau tak sadar mengigitnya dengan kencang,” tambahnya.
Alis Naren terangkat. Jarinya bergerak mengusap bibir bawahnya pelan. Dan benar apa yang dikatakan Theo, ada sedikit luka di bibir bawahnya.
Naren terdiam setelahnya. Sedang berusaha mengingat-ingat dari mana dia mendapat luka tersebut, karena dia hanya mengingat dengan jelas sampai dimana dia menelepon Oszan untuk datang.
Sebuah ingatan dimana dia berciuman dengan seseorang muncul dalam otaknya. Ingatan yang tak terlalu jelas dan semua hal di dalamnya nampak buram.
Naren hanya bisa melihat seorang pemuda dengan kemeja putih yang kancingnya terbuka seluruhnya berada dalam kekangannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/375277928-288-k48885.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
VOW IN THE RAIN [PoohPavel]
Fanfic"Hanya orang bodoh yang melakukan misi berbahaya dengan memikirkan orang lain, Kyler." Itu perkataan sekaligus peringatan keras dari Tuan Besar. Seseorang yang berstatus ayahnya dan tentu, Kyler menjadikannya pedoman penting sejak misi pertamanya. N...