X. All of your enquiries

266 29 2
                                    

VOW IN THE RAIN : Chapter 10

.

.

.

Kyler tidak pernah sekali pun berpikir dia akan menampilkan dirinya pada acara publik yang diadakan secara terbuka seumur hidupnya.

Dia sudah terbiasa hidup bersembunyi sejak dia kecil, baik sebelum dia menjadi bagian dari kelurga Thomn, maupun setelah resmi di angkat sebagai anak oleh Tuan Besar.

Berhadapan dengan dunia luar adalah hal yang selalu terasa asing baginya.

Kyler hanya terbiasa mengamati, bukan menjadi bagian dari dunia yang sesungguhnya.

“Bukankah ini aneh? Aku merasa Sergio melakukan perjanjian itu untuk memaksamu tampil di publik,” duga Theo seraya memberikan sebuah dasi baru pada Kyler.

Rapat pemegang saham X-Force diadakan pukul sepuluh tepat, dan Kyler yang datang ke sini tanpa persiapan, mau tak mau menyuruh Theo membelikan beberapa potong pakaian untuknya.

Dia menyuruhnya untuk cepat. Mengambil apa saja yang direkomendasikan, dibanding menghabiskan banyak waktu untuk memilih pakaian yang hanya akan dipakai kurang dari tiga jam.

Theo, seperti biasa, melakukan pekerjaannya dengan sempurna. Dia pergi selama 15 menit, namun barang belanjaannya tak bisa diragukan.

Semua yang dibelinya terbuat dari bahan yang halus, berkualitas tinggi, dan yang terpenting, sesuai dengan ukuran yang biasa Kyler pakai.

“Dia memang berniat menampilkanku di publik. Memperdagangkan kehadiranku di sana bagai barang lelang yang siap ditembak mati di tempat.”

Kyler mengatakannya tanpa beban sembari menerima dasi berwarna putih cream dari Theo, lalu berjalan menuju cermin yang terpasang.

Dia tidak memiliki alasan yang cukup untuk takut akan kematiannya yang bisa datang kapan saja.

Berbagai macam rasa sakit sudah pernah dia rasakan, mulai dari tertusuk, tertembak, bahkan tak sengaja meminum racun mematikan sekalipun.

Beberapa bekas luka di tubuhnya menjadi bukti nyata akan hal tersebut.

Kejadian-kejadian kelamnya itu juga yang membuatnya perlahan-lahan menghapus pemikiran bahwa kematian adalah hal yang menakutkan.

Tangan Theo terulur, mengambil satu cup pudding buah yang tersisa dari piring sarapan mereka.

Dia menatapnya beberapa saat, sebelum berucap, “Kalau kau mengatakannya seperti itu, ku rasa aku bisa menganggap liburan nyaman kita berakhir sepenuhnya hari ini.”

Celetukan Theo membuat Kyler terkekeh kecil di sela-sela kegiatan tangannya yang fokus membentuk dasinya.

Pemuda itu masih mengungkit-ungkit perkataan Aizen rupanya.

“Yah, kita sudah hidup terlalu baik akhir-akhir ini,” komentar Kyler.

Theo mengangguk setuju. Tangannya menyendok puding manis itu, lalu memasukkannya ke dalam mulutnya. Membiarkan rasa manis dari buah dan gula menyatu sempurna.

Memakan pudding dengan tenang seperti ini juga merupakan sebuah privilege yang tidak bisa Theo nikmati di hari-hari sibuknya.

“Lalu, apa alasan kuat yang membuat kau akan tetap melakukannya?” tanya Theo lagi.

“Ini bisa membuat rencana kita berantakan total. Keluarga Hintara mungkin akan mendengarnya juga dan mengganti rute kapal pesiar mereka,” tambahnya.

VOW IN THE RAIN [PoohPavel]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang