side story, jongseong.

771 75 14
                                    

Semilir angin yang bertiup kencang melalui dedaunan, mengombang-ambingkan surai kedua anak laki-laki yang saat itu sedang berseteru memperebutkan sebuah mainan di bawah hijau belukar yang mengerubungi pohon.

“Aku tidak mau memberikan mainan ini kepadamu, Solon! Ini pemberian dari Ayah Jongseong.”

Solon menolak pengertian, anak berusia lima tahun itu bersikukuh merebut mainan kayu dari tangan saudaranya Jaan. “Aku mau pinjam!”

“Tidak mau!”

Karena kepalang kesal, Solon dengan kesadaran penuh mendorong Jaan hingga jatuh tersungkur dan mengambil paksa mainan kayu itu, Jaan yang tersulut emosi bangkit mengejar Solon sampai ke tepi jembatan kolam.

“Kembalikan mainanku, Solon!” Jaan berteriak lantang.

Solon menggeleng ribut dan menyembunyikan mainan milik Jaan di belakang punggungnya. Alih-alih menyerahkannya pada Jaan, Solon justru membuang mainan itu hingga terhanyut ke dalam air kolam yang dalam.

“Apa yang kau lakukan! Kenapa kau membuang mainanku?!” Jaan menyerngit gusar.

“Aku hanya ingin meminjamnya, tapi kau tidak memberikannya.” Ekspresi Solon sungguh luar biasa menjengkelkan bagi Jaan. “Jika aku tidak bisa memiliki mainan itu maka kau juga tidak boleh memilikinya!”

Jaan tersulut emosi, anak itu maju selangkah, meradang melihat apa yang telah dilakukan Solon, adik bungsunya. Dengan defensif Jaan mendorong tubuh saudaranya itu hingga jatuh ke dalam kolam air.

“IBUUUU!!!”

Pekik keras dari mulut kecil Solon membuat Saemi yang tengah berada di dapur tersentak. Wanita itu bangkit dan berlari setelah mendengar jeritan Solon. Saat sampai di luar dan melihat pemandangan yang tersaji di hadapannya, Saemi maju mencengkeram lengan Jaan dan berteriak, “Apa yang kau lakukan pada adikmu?! Kenapa kau mendorongnya, Jaan?”

Saemi menghempas tubuh Jaan, hingga membuat anak laki-laki itu terjerembab dan menangis karena betisnya tergores kayu jembatan itu.

Saemi melompat ke dalam kolam, menarik tubuh Solon dan membawa si bungsu bersurai biru gelap yang nyaris menyerupai warna hitam itu kembali ke atas permukaan. Solon menangis di ceruk leher Saemi bersama tubuhnya yang basah kuyup. “Ibu, Jaan mendorongku karena aku meminjam mainannya.”

Jaan menggeleng panik mendengar kebohongan Solon. “Solon berbohong, Bu! Dia merebut dan membuang mainan yang diberikan Ayah Jongseong untukku!”

“JAAN!!!” mata Saemi berkilat marah, membentak sampai membuat anak itu bungkam dengan aliran air mata yang jatuh memoles pipinya. “Sudah berapa kali Ibu bilang? Kau harus membagi mainanmu dengan saudara-saudaranmu, begitu pula sebaliknya.”

“Solon selalu mendapatkan apa yang dia mau, Bu!  Aku tidak mau membagi mainanku dengannya, tapi dia malah merebut dan membuang mainanku!”

“Kembali ke kamarmu, Jaan! Jangan sampai Ibu marah!”

“Bukannya dari tadi kau memang sudah marah, Ibunya Solon?”

Suara geram dari arah seberang membuat Saemi menoleh. Dia menemukan Jongseong di sana, berdiri menjulang dan menatapnya dengan raut datar yang sedikit menakutkan. Sejenak terdiam, Jongseong akhirnya membawa kakinya melesat menghampiri Jaan, anak laki-laki itu langsung melompat memeluk kaki sang Ayah.

“Ayah..” tangis tersedu-sedu dari bibir Jaan dapat Jongseong dengar.

“Ada apa?” Jongseong berjongkok mensejajarkan tinginya dengan sang anak. Kondisi anaknya itu kacau balau, air mata mengalir dan ada bekas goresan yang berdarah di betisnya karena didorong Saemi beberapa waktu yang lalu. Melihat wajah Jaan terbias air mata, tangan pria itu bergerak mengusapnya lembut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Servant Of Dominant Alpha.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang