Bagian 04

176 42 8
                                    


Jangan lupa votement!!!!







Setelah dua hari menginap di rumah ayahnya, Haniyyah akhirnya kembali pulang. Saat ini dirinya sedang diantar oleh Mu'taz. Haniyyah memilih duduk di kursi penumpang yang berada di belakang daripada duduk di kursi samping pengemudi. Otaknya kembali mengingat peristiwa kemarin sore.

Sore itu, Mu'taz berhadapan dengan Junaid, Haniyyah, dan juga Hasrina. Mereka berkumpul karena Junaid sudah pusing dengan Hasrina yang terus-menerus membujuknya untuk mengganti pekerjaan Mu'taz yang tadinya pengawal pribadi Haniyyah, menjadi pengawal pribadi Hasrina. Walau Mu'taz sudah menyatakan penolakan, Hasrina tetap bersikeras. Hingga akhirnya, Junaid meminta Haniyyah untuk memutuskan apakah ia ingin Mu'taz digantikan oleh orang lain atau tidak. Haniyyah tidak langsung menjawab, ia menatap Mu'taz yang tampaknya gelisah. Ia kembali menatap saudari kembarnya dan berkata, "Aku sudah bilang untuk menanyakan langsung pada Mu'taz, kan?"

"Dia menolak tawaranku, jadi kamulah yang harus memutuskan ingin menyerahkannya padaku atau tidak karena dia orangmu," balas Hasrina.

Haniyyah menghela napas pelan. "Mu'taz berhak memilih ingin bekerja untuk siapa. Kalau dia menolakmu, berarti dia memang tidak mau bekerja denganmu."

"Haniyyah, kamu hanya perlu meminta Mu'taz untuk bekerja denganku. Dia pasti akan menurut padamu," ujar Hasrina tak sabar.

Haniyyah pun beralih menatap Mu'taz. "Bekerjalah untuk Hasrina."

Mu'taz menggeleng cepat. Ia menolak dengan mengatakan pada Haniyyah, "Tidak. Saya hanya akan bekerja untukmu, orang yang sudah diamanahkan Tuan Junaid untuk saya jaga."

"Kalau Ayah yang memintamu untuk berhenti menjaga saya, apa kamu akan menurut?" tanya Haniyyah.

Mu'taz menatap nelangsa pada Haniyyah, apakah gadis itu akan meminta pada ayahnya agar Mu'taz dipindahtugaskan menjadi pengawal pribadi Hasrina? Mu'taz sangat tidak menginginkan hal itu terjadi. Ia mengalihkan pandangan ke arah Junaid yang sejak tadi hanya menyimak percakapan mereka. Mu'taz menunduk hormat sambil mengatakan, "Izinkan saya untuk terus menjaga Haniyyah sampai ia menemukan jodohnya, Tuan. Kalau Haniyyah sudah menikah, Tuan boleh memindah tugaskan atau memberhentikan saya."

Junaid menghela napas panjang. "Baiklah ... sepertinya Mu'taz sudah menentukan pilihannya untuk tetap bekerja dengan Haniyyah. Ayah harap kamu bisa menghargai keputusan Mu'taz, Hasrina."

Hasrina menatap nyalang pada Mu'taz. "Sebenarnya apa yang sudah Haniyyah berikan padamu, huh? Kenapa kamu sangat ingin bersamanya? Apa jangan-jangan, kalian sudah melakukan sesuatu di rumah Haniyyah?" tuduhnya.

"Astaghfirullahalazhim, Hasrina! Kamu sudah melewati batas dengan menuduh kami yang tidak-tidak," tegur Haniyyah, nada bicaranya sedikit meninggi karena tidak terima dengan tuduhan yang dilontarkan oleh saudari kembarnya.

"Kalau tidak ada apa-apa, kenapa dia begitu bersikeras menolakku dan memilih dirimu yang membosankan?"

"Cukup, Hasrina!" tegas Junaid seraya berdiri dari duduknya. "Berhenti berpikir kalau semua yang kamu inginkan bisa kamu miliki. Hanya karena Mu'taz ingin tetap bekerja dengan Haniyyah, bukan berarti kamu bisa menuduh yang tidak-tidak pada mereka. Kalau mereka benar-benar melakukan sesuatu, Ayah pasti tahu karena di setiap jas pekerja Ayah dilengkapi kamera tersembunyi."

Mu'taz agak terkejut, ia baru mengetahui fakta bahwa di jasnya ada kamera pengintai. Ia mencari-cari dan menemukan benda kecil berbentuk kubus yang menempel di atas saku dadanya. Awalnya Mu'taz berpikir kalau itu hanya sekadar hiasan. Namun, siapa yang menyangka kalau itu adalah kamera mikro. Pantas Junaid mengatakan untuk terus menempelkan benda itu di jas saat hari pertama Mu'taz bekerja.

Haniyyah An-NajmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang