AGAM • Bab - 12

268 61 107
                                    

UPDATED!

Jangan lupa emot 😃 ketika berkomentar Annacondaners 😭😍

***

Playlist
Reflection - The Neighborhood

***

"Ini tempat tinggal kamu?"

Wine di dalam gelasnya bergerak saat Agam dengan tenang menoleh keluar dari pintu kaca mobil yang telah diturunkan. Tampilannya jauh lebih segar, meski hanya terbalut sweater yang lengannya setengah digulung dan celana jiens.

"Tempat tinggal orang tua saya, Pak."

"Kenapa nggak balik ke rusun?" Agam melirik begitu tidak mendapatkan jawaban.

"Besok saya balik kesana setelah dari kantor. Malam ini, saya mau sama kedua orang tua saya."

Agam bergeming, gelas winenya ia mainkan dengan gerakan malas. Sementara matanya memindai daerah tempat tinggal Lavana, yang tidak berbeda jauh dengan lingkungan tempat gadis itu tinggal. Rumah-rumah yang saling berdempetan menciptakan gang yang membentuk gang lainnya. Kepadatan dari tembok-tembok yang saling menghimpit menipiskan privasi yang mereka miliki.

"Kita langsung kembali, Pak?" Supirnya melirik dari kaca spion tengah setelah Lavana berpamitan pergi.

"Setelah saya ngerokok."

Agam membuka pintu mobilnya, berpasang-pasang mata penasaran yang sudah menyambut semenjak mobilnya terparkir sejak awal, semakin bertambah. Pinggulnya menyentuh badan mobil, menyender disana sambil menarik satu batang rokok dari kotak berwarna biru. Ia baru melepaskan asap ke udara saat telinganya menangkap suara keributan dari gang dimana Lavana menghilang tadi.

"Pergi kamu! Jangan pulang lagi! Ibu sama Bapak kerja banting tulang untuk sekolah 'kan tapi balasannya apa? Malah mempermalukan keluarga!"

"Ibu! Udah! Udah! Jangan kayak git ... Ya Tuhan, Ana!"

Keributan itu jelas semakin ramai saat penontonnya bertambah. Kali ini, bukan hanya lima orang lagi yang sempat Agam lihat sebagai sumber huru-hara, melainkan manusia-manusia haus keingintahuan lainnya yang bergegas keluar menonton untuk dijadikan bahan pergosipan. Sudah ia duga, tembok-tembok di tempat ini terlalu tipis sehingga minim dari yang namanya sebuah privasi.

Meski ia tidak membenarkan juga tindakan keributan yang malah sengaja dipertontonkan di depan umum.

"Bapak, Ibu, maaf."

"Maaf nggak akan memperbaiki semuanya, Lavana! Cuman kamu yang hancur sendirian kamu sadar?!"

"Bu, udah. Jangan pukul, kasihan anak Bapak."

"Nggak usah dibela! Makin dibela kelakuannya justru makin menjadi-jadi! Dasar tidak tahu malu!"

Tubuh tambun pria itu berusaha keras melindungi Lavana. Menjadikan punggung terbalut kaos putih sederhananya tameng untuk melindungi tubuh anaknya dari amukan sang istri.

"Minggir, Bapak! Anak kurang ajar seperti ini bukan anak kita! Pergi kamu dasar aib!"

Rokoknya yang bahkan belum terbakar setengah ia matikan dengan cara menginjaknya. Keributan itu sudah bertambah parah karena tak satu pun dari manusia-manusia yang ada disana berniat untuk melerai. Tubuh Lavana yang terdesak dan meski dilindungi, tetap saja terus terkena pukulan.

Agam beranjak maju untuk menahan gagang sapu yang hampir mengenai kepala Lavana, jika saja ia tidak lebih cepat bergerak. Meski yang ia dapatkan setelahnya adalah teriakan dan cacian.

Hello, AGAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang