10. Pengkhianatan Dalam Diam

497 104 42
                                    

Pernikahan Soohyun dan Jiwon, yang awalnya penuh dengan ekspektasi, berubah menjadi hubungan yang dingin dan berjarak seiring berjalannya waktu. Sepuluh bulan telah berlalu sejak mereka menikah, tetapi pernikahan mereka tak ubahnya formalitas belaka. Soohyun terjebak dalam tumpukan tugas kerajaan, menghadiri pertemuan, memimpin sidang, dan mengurus masalah politik yang tak ada habisnya. Sementara itu, Jiwon, sebagai permaisuri, menjalani tanggung jawabnya sendiri, mengatur acara kerajaan, memastikan stabilitas dalam urusan domestik, dan memantau kesejahteraan istana.

Malam itu, di dalam kamar yang sepi, Soohyun akhirnya pulang setelah seharian disibukkan oleh tugas kerajaan. Jiwon sudah menunggunya di ruangan dengan suasana tegang, namun tetap menjaga wajahnya tetap tenang. Ketika Soohyun memasuki kamar, ekspresinya datar, seperti biasa.

“Sudah lama tidak bertemu, Jeonha,” kata Jiwon dengan nada datar.

Soohyun hanya melirik sekilas. “Begitulah. Kau juga sibuk dengan tugas permaisuri, bukan?”

Suasana dingin menyelimuti ruangan. Soohyun berjalan mendekati meja kecil di dekat jendela, menuang teh untuk dirinya sendiri, tanpa menawarkan kepada Jiwon. Hening sejenak sebelum Soohyun berbicara lagi, kali ini dengan nada yang lebih sarkastis.

“Aku menepati janjiku,” ucapnya tanpa melihat ke arah Jiwon.

Jiwon mengernyit. “Janji apa?”

Soohyun menatapnya dengan senyum sinis. “Janji untuk tidak menyentuhmu. Selama hampir setahun, aku tidak pernah melanggar kata-kataku. Bukankah itu yang kau inginkan? Kau bebas dariku, bukan?”

Jiwon menahan napas, perasaannya bercampur aduk. Dia tidak menyangka Soohyun akan mengungkit hal ini dengan nada seremeh itu.

“Namun...” lanjut Soohyun, dengan tatapan yang kini menatap Jiwon langsung. “Bulan depan, saat para petinggi semakin mendesak soal pewaris, aku mungkin akan mencari permaisuri lain. Mungkin juga selir. Tentu saja, hanya untuk memastikan kau tahu posisi tempatmu.”

Pernyataan itu seperti palu godam menghantam Jiwon. Dia terdiam, tangannya mulai bergetar di bawah meja, tapi dia berusaha keras untuk tidak menunjukkan reaksi apapun.

“Aku... mengerti,” jawab Jiwon akhirnya, suaranya nyaris tak terdengar.

Soohyun mendekat sedikit, tatapannya tajam dan penuh kebencian yang disembunyikan di balik senyumnya. “Kau mungkin lupa, Jiwon, kau bukan hanya permaisuriku. Kau juga janda dari kakakku, Changwook.”

Jiwon menunduk, merasakan sakit yang sudah lama ia coba pendam muncul kembali. Setiap kali Soohyun menyebut nama kakaknya, luka lama itu terkuak seperti goresan yang tak pernah benar-benar sembuh. Ucapan itu membuat perut Jiwon terasa mual. Soohyun melanjutkan, “Kau adalah bagian dari hidupnya sebelum dia mati di perang. Betapa ironisnya, sekarang kau berada di sampingku. Bukankah itu menyenangkan? Menjadi permaisuri dua kali, untuk dua saudara.”

Dalam kebisuan itu, Jiwon mencoba menahan air mata yang mengancam akan tumpah. Dia tidak pernah meminta menjadi permaisuri dua kali, apalagi bagi dua saudara yang kini satu telah tiada. Semua ini adalah keputusan ayahnya, keputusan yang diambil bukan berdasarkan perasaannya, melainkan atas dasar kekuasaan dan ambisi keluarga.

Jiwon merasa dadanya sesak, tetapi dia tidak berani mengatakan apapun. Hanya diam, menerima setiap kata yang diucapkan Soohyun seperti duri yang menusuk jantungnya.

Dia ingin menjawab, ingin melawan, tetapi bibirnya kaku. Kegagalan kata-kata untuk keluar hanya menambah kehancuran yang terasa di dadanya. Dan saat Soohyun meninggalkan ruangan dengan tatapan yang begitu dingin, Jiwon merasa seperti hampa, seolah dunia yang dulu pernah ia kenal kini tak lagi ada.

✅Crown Of Vengeance | Kim Soohyun Kim JiwonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang