Setelah keadaan Jiwon mulai membaik, Soohyun bertemu dengan Perdana Menteri, ayah Jiwon, yang datang bersama istrinya. Mereka terlihat berbeda kali ini—keduanya mengenakan pakaian pertapa yang sederhana. Soohyun mengerutkan kening, sedikit terkejut dengan penampilan mereka.
“Perdana Menteri… ini apa maksudnya?” tanya Soohyun.
Perdana Menteri dan istrinya saling pandang sebelum akhirnya sang perdana menteri bicara. “Jeonha, kami datang bukan sebagai pejabat atau orang tua Jiwon, tapi sebagai pelayan yang ingin mengabdikan diri kepada rakyat. Setelah apa yang terjadi, kami merasa ini adalah hukuman atas keserakahan kami.”
Soohyun mengerutkan kening. “Keserakahan?”
Perdana Menteri menghela napas panjang. Berlutut dan memohon, “Aku yang memaksa Jiwon ikut sayembara untuk menjadi permaisuri mendiang Raja Changwook. Aku ingin dia menjadi ratu… bahkan aku menipunya dengan mengarang penyakit jantung untuk membuatnya setuju. Semua kesulitan yang dialaminya adalah karena ambisiku.”
Soohyun terdiam, merasa terpukul oleh pengakuan itu. Dia tidak pernah tau, Jiwon tidak pernah mengatakannya. Lalu bagaimana dengan semua dendam yang telah dipendamnya selama ini?
“Karena itu, aku dan istriku memutuskan untuk meninggalkan kehidupan di istana. Kami akan mengabdikan diri kepada rakyat sebelum kami bertapa di gunung untuk menebus dosa-dosa kami,” lanjut Perdana Menteri, suaranya tegas tapi penuh penyesalan.
Istrinya menambahkan, “Kami menitipkan Jiwon padamu, Jeonha. Tolong jaga putri kami baik-baik. Jiwon adalah satu-satunya hal yang berharga bagi kami. Kami juga ingin meninggalkan gulungan surat ini untuk Jiwon.”
Soohyun masih tertegun, tapi akhirnya dia mengangguk dan menerima surat itu. “Aku akan menjaga Jiwon. Dan aku menghormati keputusan kalian.”
Perdana Menteri dan istrinya kemudian memberikan salam hormat sebelum pergi. Soohyun hanya bisa melihat kepergian mereka dengan perasaan campur aduk, tidak menyangka bahwa keputusan mereka begitu mendalam.
Soohyun membawa gulungan surat dari orang tua Jiwon ke kamarnya. Waktu itu sudah malam, dan Jiwon sedang duduk di tepi tempat tidur, menatap keluar jendela dengan tatapan sendu.
“Jeonha…” Jiwon berbalik ketika mendengar langkah Soohyun memasuki kamar.
Soohyun mendekat, menyerahkan surat itu. "Orang tuamu meninggalkan ini untukmu sebelum pergi mengabdikan diri mereka ke masyarakat."
Jiwon mengambil surat itu dengan tangan bergetar. Saat membukanya, air mata langsung mengalir dari matanya. "Mereka... mereka tidak mengatakan apa-apa sebelum pergi. Kenapa mereka tidak pamit padaku?" isaknya dengan suara terputus-putus.
Soohyun duduk di sampingnya, menatap istrinya dengan lembut. "Mereka ingin yang terbaik untukmu, dan itu adalah keputusan mereka. Tapi kau tidak sendiri, Jiwon. Aku akan selalu berada di sisimu."
Jiwon mengusap air matanya, terharu dengan kata-kata Soohyun. Setelah semua yang mereka lalui, akhirnya dia merasakan ketenangan. "Aku… aku merasa seperti penantian panjang ini akhirnya berakhir," ujarnya pelan, suaranya masih bergetar.
Soohyun tersenyum kecil, lalu memperhatikan bagaimana Jiwon menatap luka-luka di tubuhnya yang belum sepenuhnya sembuh. "Apa ini... akibat dari perjalanan ke gunung itu?" Jiwon bertanya sambil menyentuh luka di pipi Soohyun dengan lembut.
Soohyun mengangguk pelan. "Ini harga yang harus kubayar agar bisa kembali bersamamu. Tak ada yang sebanding dengan nyawamu."
Air mata kembali mengalir di pipi Jiwon, tapi kali ini karena rasa bersalah. "Maafkan aku, Jeonha... Karena aku, kau harus mengalami semua ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
✅Crown Of Vengeance | Kim Soohyun Kim Jiwon
FanficDalam kisah yang berpusat pada intrik kerajaan dan cinta yang ternoda oleh balas dendam, Soohyun dan Jiwon menemukan diri mereka terperangkap dalam kekuasaan yang lebih besar daripada diri mereka sendiri. Akankah cinta sejati mereka bisa menyelamatk...