Semalaman Jiwon menangis, air matanya tak berhenti mengalir sampai ia kelelahan dan akhirnya tertidur dengan wajah basah.
Keesokan paginya, Soohyun kembali ke kamar setelah berjalan-jalan di taman. Pagi itu cerah, tetapi hatinya masih gelap oleh dendam. Saat ia masuk ke kamar, pandangannya jatuh pada Jiwon yang masih tertidur di atas ranjang. Wajahnya sembab, bekas air mata jelas terlihat di pipinya. Soohyun menatapnya sejenak, ada sedikit rasa bersalah di hatinya, tapi ia segera menepisnya.
"Dia pantas mendapatkan ini," pikirnya sambil mengalihkan pandangan. Soohyun meninggalkan kamar tanpa sepatah kata, siap menjalankan tugas kerajaannya.
Di luar kamar, hidupnya sebagai raja dimulai, namun di dalam hatinya, dendam itu masih membara.
---
Menjadi permaisuri dari raja tidak membuat Jiwon bahagia, malah seluruh batasan mulai dipelajarinya.
Hubungan Soohyun dan Jiwon tetap dingin dan jauh. Sejak hari upacara itu, tidak pernah ada kata-kata manis atau kehangatan antara mereka. Istana terasa seperti perangkap yang penuh dengan formalitas, tempat di mana Jiwon harus memainkan peran permaisuri dengan sempurna, sementara Soohyun menghabiskan sebagian besar waktunya di medan latihan atau di ruang pertemuan dengan para pejabat kerajaan.Setiap kali mereka bertemu di lorong atau dalam upacara resmi, tak ada percakapan yang berarti, hanya tatapan singkat yang diselingi dengan kesunyian. Bahkan saat malam tiba, di dalam kamar mereka, Soohyun dan Jiwon hampir tidak pernah berinteraksi kecuali saat makan malam bersama di hadapan para pelayan. Kehidupan pernikahan mereka lebih terasa seperti hubungan dua orang asing yang kebetulan tinggal di bawah satu atap.
---
Pagi itu, di halaman latihan pedang.
Soohyun sedang berlatih pedang bersama para pengawalnya. Keringat membasahi wajahnya, dan suara dentingan pedang yang beradu memenuhi udara pagi yang sejuk. Meski begitu, ekspresinya tetap tajam dan fokus, sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda kelelahan.Jiwon, yang sedang berada di paviliun untuk menyelesaikan tugas-tugas istana, sesekali mencuri pandang ke arah suaminya dari kejauhan. Dia bisa melihat betapa terampil dan kuatnya Soohyun, namun ada sesuatu yang membuatnya khawatir.
"Argh!"
Suara geraman tertahan terdengar dari Soohyun. Pedangnya terjatuh ke tanah, dan tangannya memegang lengan kirinya. Pengawal di dekatnya segera mendekat, tapi Soohyun mengabaikannya dan menunduk untuk mengambil pedangnya lagi, seolah luka di lengannya bukanlah masalah besar.
Namun, Jiwon yang memperhatikannya dari jauh segera berdiri dan bergegas ke arah lapangan latihan.
"Jeonha, kau terluka!" kata Jiwon dengan nada khawatir saat ia mendekati Soohyun.
Soohyun mendongak dan menatapnya dingin. "Ini bukan apa-apa," balasnya singkat, suaranya kaku. Namun, tangan kirinya yang berdarah menunjukkan sebaliknya.
Tanpa menunggu persetujuan dari Soohyun, Jiwon mengambil kain dari kantongnya dan mulai membalut luka di tangan suaminya dengan hati-hati. Soohyun menatapnya dengan tatapan tajam.
"Apa yang kau lakukan? Aku tak butuh simpati darimu," gumam Soohyun dingin, meski ia membiarkan Jiwon melanjutkan.
"Aku hanya ingin merawatmu," jawab Jiwon lembut, menahan perasaan sakit hatinya.
Soohyun terdiam sejenak, melihat bagaimana Jiwon dengan sabar membersihkan darah di tangannya. Tapi dalam benaknya, ia merasa bahwa setiap gerakan Jiwon ini hanyalah usaha untuk membuatnya berubah pikiran, seolah Jiwon ingin memenangkan kembali hatinya yang penuh dendam.
Setelah luka itu dirawat, Soohyun menarik tangannya dengan cepat, "Cukup. Jangan berpikir bahwa ini akan mengubah apapun," katanya dengan nada datar.
Jiwon hanya mengangguk pelan. "Aku tahu. Tapi sebagai istrimu, aku akan selalu melakukan tugas dan kewajibanku."
KAMU SEDANG MEMBACA
✅Crown Of Vengeance | Kim Soohyun Kim Jiwon
Fiksi PenggemarDalam kisah yang berpusat pada intrik kerajaan dan cinta yang ternoda oleh balas dendam, Soohyun dan Jiwon menemukan diri mereka terperangkap dalam kekuasaan yang lebih besar daripada diri mereka sendiri. Akankah cinta sejati mereka bisa menyelamatk...